Umrah: Ibadah Ritual dan Refleksi Spiritual dalam Islam
Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom, M.Sos
Pendahuluan
Umrah adalah salah satu bentuk ibadah dalam Islam yang mencerminkan penghambaan total kepada Allah SWT melalui ziarah ke Baitullah di Makkah. Kata 'umrah () secara etimologis berasal dari akar kata - yang berarti "mengunjungi" atau "memakmurkan". Secara terminologis, menurut Imam Al-Jurjani dalam At-Ta'rifat, umrah berarti ziarah ke Baitullah untuk melaksanakan thawaf, sa'i, dan tahallul dengan tata cara tertentu.
Dalam sistem ibadah Islam, umrah menempati posisi penting karena bersifat universal (tidak terikat waktu) dan memiliki nilai spiritual yang mendalam. Oleh karena itu, umrah sering disebut sebagai al-hajj al-asghar (haji kecil), sebagaimana disebutkan oleh para fuqaha dalam kitab Al-Majmu' karya Imam An-Nawawi.
Landasan Hukum Umrah
Dalil utama tentang kewajiban umrah terdapat dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 196:
 " "
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah."
(QS. Al-Baqarah [2]: 196)
Menurut Tafsir Al-Qurthubi (Juz 2, hlm. 405), ayat ini menunjukkan kewajiban menunaikan haji dan umrah dengan niat tulus karena Allah, bukan karena riya atau tujuan duniawi. Al-Qurthubi menjelaskan bahwa lafaz "wa atimmu" (sempurnakanlah) mengandung makna ilzm (keharusan) dan ta'kid (penegasan), sehingga menunjukkan perintah wajib.
Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim (Juz 1, hlm. 540) menafsirkan ayat ini dengan menyatakan bahwa "umrah adalah ibadah yang diperintahkan sebagaimana haji." Ia menukil pendapat Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Aisyah bahwa umrah wajib sekali seumur hidup, sementara sebagian ulama seperti Imam Malik menganggapnya sunnah muakkadah.
Hadis Rasulullah memperkuat anjuran tersebut:
 "Umrah ke umrah berikutnya menghapus dosa di antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga."
(HR. Bukhari No. 1773, Muslim No. 1349)
Menurut Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, hadis ini menunjukkan keutamaan umrah sebagai kaffrah (penghapus dosa kecil), sedangkan haji mabrur memiliki derajat yang lebih tinggi sebagai amalan yang menuntun pada surga.
Rukun dan Makna Filosofis Umrah
Ulama fikih sepakat bahwa rukun umrah terdiri atas ihram, thawaf, sa'i, tahallul, dan tertib. Namun, setiap rukun memiliki makna filosofis yang dalam:
1. Ihram: Kesetaraan dan Kesucian
Menurut Tafsir Al-Maraghi, ihram adalah niat yang menanggalkan seluruh atribut duniawi. Dengan mengenakan dua kain putih tanpa jahitan, setiap Muslim meninggalkan perbedaan sosial dan status, menjadi satu kesatuan umat di hadapan Allah.
2. Thawaf: Pusat Orientasi Spiritual
Thawaf, mengelilingi Ka'bah tujuh kali, menggambarkan pengakuan bahwa Allah adalah pusat kehidupan dan tujuan akhir manusia. Dalam pandangan Imam Al-Ghazali (Ihya' Ulumuddin, Kitab Haji), thawaf merupakan simbol gerak hati yang berputar mengelilingi cinta dan keagungan Ilahi, sebagaimana planet-planet tunduk pada orbitnya.
3. Sa'i: Perjuangan dan Keteguhan
Sa'i antara Shafa dan Marwah mengingatkan umat pada keteguhan Siti Hajar, yang berlari antara dua bukit demi mencari air bagi putranya Ismail. Menurut Fakhruddin Ar-Razi dalam Mafatih al-Ghaib, ritual ini menegaskan bahwa ikhtiar dan tawakal tidak boleh dipisahkan-usaha manusia harus diiringi keyakinan penuh kepada kehendak Allah.
4. Tahallul: Simbol Penyucian Diri
Tahallul, yakni mencukur rambut, menandakan penyucian batin dan penghapusan dosa. Dalam tafsir Ibnu 'Ajibah, tahallul dipahami sebagai "pembebasan dari ego (nafs) yang mengikat hati," agar manusia kembali dalam keadaan fitrah.
Makna Teologis dan Sosiologis Umrah
Dari aspek teologis, umrah merupakan manifestasi dari tauhid-pengakuan mutlak atas keesaan Allah. Ziarah ke Ka'bah adalah perjalanan menuju pusat spiritual umat Islam, tempat yang dijadikan kiblat bagi seluruh makhluk beriman. Menurut Sayyid Quthb dalam Fi Zhilal al-Qur'an, perjalanan ini meneguhkan makna "pengembalian diri kepada sumber asal," yaitu Allah SWT.
Dari aspek sosiologis, umrah memperlihatkan egalitarianisme Islam. Dalam ihram, perbedaan ras, bangsa, dan status sosial lenyap. Semua jamaah setara di hadapan Tuhan, mencerminkan semangat ukhuwah Islamiyah dan persaudaraan universal. Inilah yang disebut oleh Ali Syariati sebagai "haji sebagai revolusi spiritual sosial" - di mana umrah dan haji menjadi sarana membongkar sekat-sekat sosial yang diciptakan manusia.
Nilai Edukatif dan Transformasi Moral
Umrah memiliki nilai-nilai pendidikan yang multidimensional:
Disiplin spiritual: jamaah dilatih menaati aturan ihram dan tata ibadah dengan tertib.
Kesabaran dan pengendalian diri: terutama saat menghadapi keramaian dan keterbatasan fasilitas.
Solidaritas dan empati: interaksi lintas budaya membentuk kesadaran global umat Islam.
Sebagaimana dijelaskan Imam Asy-Syathibi dalam Al-Muwafaqat fi Ushul asy-Syari'ah, tujuan akhir syariat (maqashid asy-syariah) adalah tahdzib an-nafs - penyucian jiwa. Umrah menjadi media untuk mencapai maqasid tersebut melalui proses spiritual, sosial, dan moral.
Penutup
Umrah bukan hanya perjalanan ritual menuju Ka'bah, tetapi perjalanan eksistensial menuju Allah. Ia mengajarkan tauhid, kesetaraan, dan pengorbanan. Dengan demikian, umrah harus dipahami tidak sekadar sebagai ibadah formal, melainkan sebagai transformasi ruhani yang melahirkan pribadi bertauhid, berakhlak mulia, dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi.
 "Sesungguhnya orang yang menunaikan haji dan umrah adalah tamu-tamu Allah; jika mereka memohon, Allah akan mengabulkan, dan jika mereka memohon ampun, Allah akan mengampuni."
(HR. Ibnu Majah No. 2892)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI