Semiotika Islam: Membaca Tanda-Tanda Ilahi dalam Realitas Sosial
Oleh: Ali Akbar Harahap, S.Kom., M.Sos.
Pendahuluan
Dalam tradisi intelektual Islam, alam semesta tidak pernah dianggap sebagai benda mati yang hampa makna. Ia adalah teks terbuka yang dipenuhi tanda-tanda (ayat) yang menunjuk kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu, semiotika Islam bukanlah sekadar teori tanda dalam konteks linguistik, tetapi cara berpikir yang menafsirkan dunia melalui kesadaran teologis.
Jika dalam semiotika Barat seperti Ferdinand de Saussure dan Roland Barthes tanda dipahami sebagai relasi antara penanda (signifier) dan petanda (signified), maka dalam Islam konsep tanda telah termaktub dalam Al-Qur'an sejak awal. Islam melihat tanda bukan hanya sebagai konstruksi bahasa, tetapi juga sebagai manifestasi eksistensi Tuhan di alam raya.
Konsep Dasar: Ayat sebagai Tanda
Kata ayat dalam Al-Qur'an berarti "tanda", baik tanda kebesaran Tuhan dalam alam semesta maupun tanda kebijaksanaan dalam wahyu.
Allah berfirman:
"Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang-orang berakal."
(QS. Ali Imran [3]:190)
Ayat di atas menunjukkan bahwa seluruh realitas kehidupan adalah teks yang dapat dibaca oleh manusia berakal (ulul albab). Dalam konteks semiotika Islam, membaca tanda berarti membaca pesan Ilahi di balik fenomena duniawi.