Mohon tunggu...
Hafid Algristian
Hafid Algristian Mohon Tunggu... Dokter - Psikiater. Temen ngobrol.

Psikiater, Urban Mental Health. Temen curhat plus ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Benarkah Masyarakat Kota Lebih Rentan Depresi?

7 April 2017   08:03 Diperbarui: 8 April 2017   02:30 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Menyambut World Health Day 7 April 2017

Masyarakat kota yang sibuk dengan rutinitas kerja ditambah permasalahan kemacetan lalu lintas, kebersihan lingkungan sekitar, dan polusi udara merupakan pemicu signifikan depresi. Namun apakah masyarakat kota lebih depresif? Memang sih, tapi tidak selalu.

Data yang diambil dari 16 negara di dunia menunjukkan masyarakat kota relatif lebih depresif dibandingkan masyarakat desa. Penelitian di Kanada dan negara-negara Skandinavia menyebutkan bahwa masyarakat kota lebih depresif, sementara US dan Tiongkok melaporkan sebaliknya.

Indonesia sendiri belum memiliki laporan spesifik mengenai sebaran depresi antara masyarakat kota dan desa. Data Riskesdas 2013 menyebutkan terdapat penurunan signifikan terhadap angka kejadian gangguan mental emosional, termasuk depresi, dari sebelas persen menjadi enam persen dalam kurun waktu 2007-2013.

Beberapa penyebab depresi hendaknya menjadi perhatian khusus. Masyarakat kota cenderung mengalami perasaan kosong (emptiness) sehingga tidak mampu menikmati fasilitas hiburan yang sedemikian banyaknya. Pada masyarakat desa, lebih disebabkan karena perasaan putus asa (hopelessness) akibat tidak mampu menjangkau fasilitas kesehatan yang mereka butuhkan.

Perasaan Kosong

“Saya tidak mau seperti ini terus, Dokter,” keluhnya sambil menahan tangis. Mbak Ani, 36 (nama samaran) dikenal sebagai seorang single parent dengan segudang prestasi. Partner kerja melihatnya cukup sukses dengan penghasilan di atas rata-rata. “Tapi hati saya rapuh, Dok.”

Apa yang dirasakan Mbak Ani sesungguhnya mewakili sebuah perasaan kosong yang tak berujung. Saking besarnya perasaan kosong itu, segala prestasinya tidak mampu membuatnya bahagia. “Saat sendiri, saya merasa terasing, mengunci diri di kamar, dan malas melakukan apapun,” tukasnya.

Mbak Ani telah berusaha menyibukkan diri dengan kegiatan yang positif. Tapi malah kehabisan energi untuk dirinya sendiri. Hidupnya terasa sia-sia. Baginya, perasaan kosong itu tidak mudah diisi oleh sesiapa atau sesuatu apapun.

Depresi Terselubung

Perasaan Mbak Ani bukanlah perasaan kosong biasa. Perasaan ini adalah bagian dari depresi terselubung. Jika seseorang sudah tidak mampu menikmati aktivitasnya, kehilangan minat terhadap hobinya, ia sebenarnya menunjukkan gejala depresi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun