Pertama, Sekolah Harus Transparan dan Partisipatif. Setiap sekolah wajib memiliki Tata Tertib Siswa yang disusun bersama komite sekolah dan orang tua. Aturan harus jelas, proporsional, dan disosialisasikan sejak awal tahun ajaran. Sanksi harus berjenjang, mulai dari teguran lisan, surat peringatan, hingga skorsing, bukan hukuman fisik.
Kedua, Orang Tua Harus Terlibat Aktif. Jangan hanya datang saat anak bermasalah. Hadirlah dalam pertemuan orang tua, diskusikan nilai-nilai yang ingin ditanamkan, dan dukung guru dalam menegakkan aturan. Jika Anda tidak percaya pada metode sekolah, carilah sekolah lain, jangan merusak sistem dari dalam.
Ketiga, Guru Perlu Diberi Pelatihan & Perlindungan. Guru harus dilatih dalam disiplin positif dan manajemen konflik non-kekerasan. Di saat yang sama, negara harus memberi perlindungan hukum nyata, bukan hanya di atas kertas, ketika guru bertindak dalam koridor profesional.
Keempat, Gunakan Restorative Justice, Bukan Jalur Pidana. Kasus disiplin harus diselesaikan melalui mediasi, bukan kriminalisasi. Kapolri dan Kemendikbud sudah sepakat menerapkan pendekatan restorative justice. Mari dukung ini, bukan justru memperkeruh suasana dengan ancaman pidana.
Penutup: Pendidikan Butuh Kemitraan
Guru tidak bisa bekerja sendiri.
Orang tua tidak bisa lepas tangan.
Sekolah bukan penjara, tapi juga bukan taman bermain tanpa aturan.
Jika Anda tidak ingin anak Anda didisiplinkan di sekolah, maka didiklah dia sendiri di rumah, dengan konsisten, tegas, dan penuh kasih. Tapi jika Anda menyerahkan anak ke sekolah, maka percayakan juga proses pembentukan karakternya kepada para pendidik.
Jangan biarkan guru terjebak dalam dilema:
"Jika saya diam, saya dianggap tidak peduli.
Jika saya bertindak, saya dianggap pelaku kekerasan."
Kita butuh guru yang berani mendidik, bukan hanya mengajar.
Dan untuk itu, kita butuh orang tua yang mau bekerja sama, bukan menyerang.
Referensi:
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan Kekerasan di Sekolah
Kesepakatan Kemendikbud & Kapolri (2024) tentang Restorative Justice
Kasus SMAN 1 Cimarga, Lebak (Oktober 2025)