Salah satu akar masalahnya adalah lemahnya koordinasi antar-kementerian. Dalam sistem pemerintahan Prabowo-Gibran, tampaknya tidak ada command center yang kuat di bawah Wapres atau Menko yang mampu menyatukan langkah. Akibatnya, tiap menteri beroperasi seperti "raja kecil" di kerajaannya masing-masing.
Ketika BGN (lembaga baru di bawah Presiden) meluncurkan MBG, Kementerian Pendidikan, Kesehatan, dan Dalam Negeri tidak dilibatkan secara strategis sejak awal. Mereka baru "ditarik masuk" setelah masalah muncul. Ini bukan model pemerintahan kolaboratif.
Akibatnya, kebijakan besar seperti MBG kehilangan fondasi teknis dan operasional yang kokoh. Yang tersisa hanyalah narasi politik yang indah, tapi rapuh saat diuji realitas.
Wapres Gibran: Harapan yang Belum Terwujud
Sebagai Wakil Presiden sekaligus simbol regenerasi kepemimpinan, Gibran seharusnya menjadi koordinator utama di antara para menteri. Namun hingga kini, perannya masih sangat minimal. Ia jarang memimpin rapat koordinasi lintas sektor, tidak terlihat aktif menengahi konflik institusi (seperti antara BGN dan Kemendikdasmen), dan belum menunjukkan inisiatif kebijakan orisinal di luar bayang-bayang Presiden.
Padahal, dengan latar belakangnya sebagai kepala daerah, Gibran punya modal besar untuk memimpin reformasi tata kelola, misalnya dengan mendorong desentralisasi program seperti school kitchen. Tapi sayang, ia memilih diam, seolah menunggu arahan dari atas.
Menuju Tahun Kedua: Butuh Lebih dari Sekadar Narasi
Pemerintahan Prabowo-Gibran masih punya kesempatan untuk memperbaiki arah. Tapi itu mensyaratkan perombakan mentalitas para pembantunya: dari menteri yang suka tampil di depan kamera menjadi menteri yang rela turun ke lapangan, mendengar keluhan guru, memeriksa dapur sekolah, dan memastikan setiap rupiah anggaran sampai ke sasaran dengan aman.
Tanpa itu, semua narasi besar tentang Indonesia Emas, kedaulatan pangan, atau revolusi SDM akan terdengar seperti gema kosong di ruang hampa.
Karena pada akhirnya, keberhasilan pemerintahan tidak diukur dari seberapa sering menterinya tampil di TV, tapi dari seberapa banyak nyawa yang diselamatkan, anak yang terlindungi, dan rakyat yang merasa didengar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI