Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[cerpensenja] Tembok Kilkenny

3 Oktober 2025   17:13 Diperbarui: 3 Oktober 2025   17:13 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GrokAI, dokpri)

Tembok Kilkenny

Irlandia, tahun 1652.
Musim dingin datang lebih awal dan lebih kejam dari biasanya. Salju menutupi ladang-ladang yang hangus akibat perang antara Inggris dan pemberontak Irlandia. Di pinggiran Kilkenny, tersembunyi di antara hutan pinus yang selalu berkabut, berdiri Biara St. Brigid, sebuah biara tua yang nyaris runtuh, tempat para biarawati Karmelit tinggal dalam kesunyian dan kemiskinan.

Tapi biara itu bukan satu-satunya yang tersembunyi di sana.

Di desa kecil Dunmore, sekelompok gadis remaja, putri-putri keluarga petani yang selamat dari kelaparan dan kekejaman tentara Cromwell, mulai berperilaku aneh. Awalnya hanya bisikan di malam hari, lalu tawa gila di tengah misa, dan akhirnya... mereka berbicara dalam bahasa yang tak dikenal, mata mereka hitam pekat, tubuh mereka bergetar seperti ditarik oleh kekuatan tak kasatmata.

Desa gempar. Pendeta setempat, Pastor O'Malley, mencoba mengusir roh jahat itu dengan doa dan air suci. Tapi roh itu tertawa (melalui mulut salah satu gadis) dan berkata dalam bahasa Gaelik kuno:

"Kau tak punya kuasa di sini, imam tua. Darah ini sudah kumiliki. Dan malam ini, aku akan membakar biara kalian."

Orang-orang desa tahu asal-usul kejahatan itu. Bertahun-tahun lalu, sebelum biara dibangun, tempat itu adalah situs pemujaan kuno, tempat para druid memanggil roh penjaga tanah yang haus akan korban. Saat biara didirikan, roh itu dipenjara... tapi tidak dihancurkan. Kini, dengan iman yang goyah dan tanah yang penuh darah perang, ikatan itu mulai retak.

Satu-satunya harapan terletak pada Suster Aoife, seorang gadis muda berusia delapan belas tahun yang tinggal di biara sebagai novis (calon biarawati). Ia bukan siapa-siapa: yatim piatu, pendiam, dan sering dianggap terlalu lembut oleh para suster tua. Tapi Aoife memiliki satu kekuatan yang tak terlihat: ia berdoa tanpa henti, bahkan saat tidur.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Ia tidak pernah keluar dari biara. Tidak pernah melihat wajah para gadis yang kesurupan. Tapi sejak malam pertama roh itu bangkit, Aoife merasakan kegelapan itu merayap ke tembok biara, seperti ular dingin yang mencoba masuk lewat celah-celah batu.

"Mereka menderita," bisiknya pada Madre Superior, suaranya gemetar tapi tegas. "Dan roh itu... ia takut pada kasih."

Madre Superior menggeleng. "Kau hanya gadis kecil, Aoife. Kau tak punya kuasa melawan kejahatan semacam itu."

Tapi Aoife tidak menyerah.

Malam itu, ketika salju turun deras dan angin meraung seperti jiwa yang tersiksa, Aoife pergi ke menara doa, ruang kecil di atap biara yang menghadap ke desa. Di sana, ia berlutut di atas batu beku, memeluk salib kayu sederhana, dan mulai berdoa. Bukan doa pengusiran yang penuh ancaman, tapi doa kerendahan:

"Tuhan Yesus, Engkau yang lembut dan rendah hati...
lihatlah anak-anak-Mu yang terluka.
Jangan hukum mereka.
Lepaskan mereka dari belenggu ini...
dan biarkan kasih-Mu, yang lebih kuat dari segala kegelapan,
menyentuh hati mereka."

Sementara itu, di desa, para gadis kesurupan berjalan menuju biara, kaki mereka telanjang di atas salju, napas mereka membeku di udara, tapi mata mereka menyala seperti bara api. Mereka membawa obor. Mereka akan membakar biara, menghancurkan tempat suci, dan membebaskan roh kuno itu sepenuhnya.

Tapi saat mereka tiba di gerbang biara, sesuatu terjadi.

Angin berhenti. Salju berhenti jatuh. Dan dari menara doa, terdengar suara lembut, suara Aoife yang menyanyikan Mazmur 23 dalam bahasa Irlandia kuno:

"Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku..."

Satu per satu, gadis-gadis itu jatuh berlutut. Air mata mengalir di pipi mereka, bukan air mata ketakutan, tapi air mata pembebasan. Roh jahat itu meraung, mencoba mempertahankan cengkeramannya, tapi cahaya kecil dari jendela menara itu (cahaya lilin yang dipegang Aoife) tampak seperti matahari di tengah malam.

Dengan teriakan yang mengguncang pepohonan, roh itu terlempar keluar dari tubuh mereka, menghilang ke dalam hutan, dikalahkan bukan oleh kekuatan, tapi oleh kasih yang tak bersyarat.

(olahan GrokAI, dokpri)
(olahan GrokAI, dokpri)

Esok harinya, desa menemukan para gadis tertidur damai di depan gerbang biara, selimut salju menutupi tubuh mereka seperti jubah putih. Tidak ada luka. Tidak ada bekas kegelapan. Hanya damai.

Aoife tidak pernah menceritakan apa yang terjadi malam itu. Ia hanya kembali ke tugasnya: menyapu lantai, merawat kebun herbal, dan berdoa, diam-diam, setia, dan penuh cinta.

Tapi sejak malam itu, tak ada lagi roh jahat yang berani mendekati Biara St. Brigid. Dan penduduk desa percaya:

Di balik tembok batu yang retak, ada seorang gadis yang doanya lebih kuat daripada segala kejahatan di dunia.

Karena kebaikan sejati tidak perlu berteriak. Ia hanya perlu hadir dan percaya.

NB: Cerita ini terinspirasi dari beberapa kesurupan yang menimpa siswa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun