Madre Superior menggeleng. "Kau hanya gadis kecil, Aoife. Kau tak punya kuasa melawan kejahatan semacam itu."
Tapi Aoife tidak menyerah.
Malam itu, ketika salju turun deras dan angin meraung seperti jiwa yang tersiksa, Aoife pergi ke menara doa, ruang kecil di atap biara yang menghadap ke desa. Di sana, ia berlutut di atas batu beku, memeluk salib kayu sederhana, dan mulai berdoa. Bukan doa pengusiran yang penuh ancaman, tapi doa kerendahan:
"Tuhan Yesus, Engkau yang lembut dan rendah hati...
lihatlah anak-anak-Mu yang terluka.
Jangan hukum mereka.
Lepaskan mereka dari belenggu ini...
dan biarkan kasih-Mu, yang lebih kuat dari segala kegelapan,
menyentuh hati mereka."
Sementara itu, di desa, para gadis kesurupan berjalan menuju biara, kaki mereka telanjang di atas salju, napas mereka membeku di udara, tapi mata mereka menyala seperti bara api. Mereka membawa obor. Mereka akan membakar biara, menghancurkan tempat suci, dan membebaskan roh kuno itu sepenuhnya.
Tapi saat mereka tiba di gerbang biara, sesuatu terjadi.
Angin berhenti. Salju berhenti jatuh. Dan dari menara doa, terdengar suara lembut, suara Aoife yang menyanyikan Mazmur 23 dalam bahasa Irlandia kuno:
"Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku..."
Satu per satu, gadis-gadis itu jatuh berlutut. Air mata mengalir di pipi mereka, bukan air mata ketakutan, tapi air mata pembebasan. Roh jahat itu meraung, mencoba mempertahankan cengkeramannya, tapi cahaya kecil dari jendela menara itu (cahaya lilin yang dipegang Aoife) tampak seperti matahari di tengah malam.
Dengan teriakan yang mengguncang pepohonan, roh itu terlempar keluar dari tubuh mereka, menghilang ke dalam hutan, dikalahkan bukan oleh kekuatan, tapi oleh kasih yang tak bersyarat.
Esok harinya, desa menemukan para gadis tertidur damai di depan gerbang biara, selimut salju menutupi tubuh mereka seperti jubah putih. Tidak ada luka. Tidak ada bekas kegelapan. Hanya damai.
Aoife tidak pernah menceritakan apa yang terjadi malam itu. Ia hanya kembali ke tugasnya: menyapu lantai, merawat kebun herbal, dan berdoa, diam-diam, setia, dan penuh cinta.
Tapi sejak malam itu, tak ada lagi roh jahat yang berani mendekati Biara St. Brigid. Dan penduduk desa percaya: