Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

[maljum] Neraka Yang Berjalan Di Atas Tanah

2 Oktober 2025   20:57 Diperbarui: 2 Oktober 2025   20:57 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Tiba-tiba, Agus terbangun di bawah pohon beringin di desa. Ia melihat kakeknya, Pak Wijok, berdiri di sana, wajahnya hancur, lehernya tergantung di dahan. "Mereka membawaku ke sini setiap malam," rintih Pak Wijok, tubuhnya dipenuhi cacing. "Mereka menggali kuburanku... tapi tak pernah menguburkanku."

Di tanah, ribuan tangan mayat mencuat dari lubang, meraih kaki Agus. "Kau berikutnya," desis mereka.

Agus berlari ke mobil. Di jalan pulang, pohon-pohon di sepanjang jalan berubah menjadi pocong hidup, tangan mereka memegang kuitansi korupsi yang ia sembunyikan.

Catatan Akhir Yang Tak Pernah Selesai

"Mereka yang dibunuh paksa takkan pernah tenang.
Mereka yang korupsi takkan pernah mati.
Karena neraka adalah ketakutan yang tak berujung...
Dan kau, wahai pejabat,
kau adalah neraka itu sendiri."

(Cermin di rumah Agus kini selalu berlumuran darah. Tapi jika kau usap, tulisannya berubah:
"KAMU BERIKUTNYA.")

Malam Ini

Di Jakarta, seorang pejabat baru menandatangani cek korupsi dana bansos. Di kejauhan, langkah kaki basah mendekati rumahnya. Pintu berderit pelan, membuka sendiri.

Di dalam kegelapan, sesuatu menunggu
mata-mata kosong yang tak pernah berkedip,
tangan-tangan dingin yang siap mencengkeram,
dan suara bayi yang belum lahir berbisik:
"Aku takut lahir... tapi kau lebih takut mati."

Malam masih panjang.
Jeritan masih bergema.
Dan jiwa-jiwa itu...
mereka belum selesai.

(Di bawah pohon beringin, angin berhenti.
Daun-daunnya berbisik:
"Siapa lagi yang akan kami kunjungi?")

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun