Tentu, ada tantangan. Tidak semua rumah punya tempat untuk menampung air. Tidak semua atap aman untuk menampung air minum, genteng asbes atau seng berkarat bisa mencemari. Dan tidak semua orang tahu cara merawat sistem ini agar airnya tetap bersih. Tapi bukan berarti kita menyerah. Dari masalah-masalah itu, justru lahir inovasi: filter alami dari kerikil dan arang, sistem first flush sederhana, bahkan aplikasi untuk memantau volume air secara digital.
Hari ini, saat hujan masih mengguyur Yogyakarta, mari kita jadikan ini momen refleksi. Bukan hanya untuk bersyukur atas hujan yang turun, tapi untuk bertanya: apakah kita sudah melakukan cukup untuk menjaga air? Apakah kita masih menunggu pemerintah menyelesaikan krisis, sementara atap rumah kita setiap tahun menyia-nyiakan ratusan ribu liter air?
Merdeka dari krisis air bersih tidak dimulai dari proyek raksasa atau bendungan baru. Ia dimulai dari rumah kita. Dari satu drum, satu talang, satu keputusan untuk tidak membiarkan hujan pergi begitu saja.
Saat hujan turun, langit sedang berbicara. Ia berkata: "Ini hadiahku. Ambillah, jaga baik-baik."
Dan di tengah guyuran deras di Yogyakarta siang ini, saya memilih untuk mendengarkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI