Kemerdekaan adalah ketika seorang ibu di Nagekeo bisa membesarkan anaknya dengan cerita tentang sawah dan kebebasan. Kemerdekaan adalah ketika seorang guru bisa menyapa turis asing dalam bahasa yang nyaris punah di tanah airnya sendiri, lalu menemukan bahwa akar budaya kita telah menjelajah samudra. Kemerdekaan adalah ketika tari dan nyanyian menjadi jembatan tanpa paspor, mengingatkan kita bahwa Indonesia tak pernah sendiri, kita adalah bagian dari jaringan peradaban yang saling merajut sejak ribuan tahun.
Penutup: Lilin, Laut, dan Warisan yang Tak Pernah Padam
Mama mungkin telah tiada, tapi lilin yang saya nyalakan malam ini adalah metafora kesinambungan. Seperti ombak yang terus berulang, kemerdekaan harus dihidupkan setiap hari: dalam doa untuk para leluhur, dalam senyum untuk saudara sejauh Madagaskar, dan dalam tangan muda yang siap menari di atas tanah yang mereka cintai.
Besok, 17 Agustus, ketika bendera dinaikkan, saya akan mengenang Mama yang lahir di malam kemerdekaan, para turis Madagaskar yang tertawa dalam tarian, dan anak-anak SMK Binatama yang menjadi pengingat: kemerdekaan sejati adalah ketika kita mampu merangkul masa lalu, menyambut dunia, dan mewariskan kebebasan pada generasi yang akan datang.
Selamat malam, Mama. Selamat pagi, Indonesia. Selamat datang, saudara-saudaraku dari seberang lautan. Merdeka bukan hanya milik sejarah, ia adalah napas yang terus berdetak dalam setiap pertemuan.
Â
Ditulis pada malam tirakatan, 16 Agustus 2024, untuk Mama Persila Goo, para sahabat Madagaskar, dan Indonesia yang tak pernah berhenti bermimpi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI