Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

MPLS dalam Bingkai Kolaborasi Orang Tua dan Sekolah

14 Juli 2025   18:30 Diperbarui: 15 Juli 2025   08:34 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(57 siswa baru siap mengikuti MPLS hari pertama, foto: Ibu Rohmah)

Nilai-nilai yang digelorakan sejak kongres pertama,  seperti pentingnya pendidikan inklusif dan partisipasi perempuan dalam masyarakat, kini terus dihidupkan melalui sistem pendidikan, termasuk dalam penyelenggaraan MPLS.

MPLS yang edukatif dan inklusif mencerminkan komitmen untuk melanjutkan warisan sejarah tersebut. Dengan mengintegrasikan prinsip kesetaraan gender dalam aktivitas pengenalan sekolah, seperti mengajak siswa menghargai keberagaman, memberikan ruang bagi peran perempuan dalam kepemimpinan, atau melibatkan tokoh perempuan sebagai narasumber, MPLS menjadi wahana penanaman nilai-nilai luhur yang telah diperjuangkan oleh para pelopor seperti Dewi Sartika dan Rasuna Said.

Sinergi Psikologis dan Antropologis: Membangun Ekosistem Pendidikan yang Harmonis

Keberhasilan MPLS yang edukatif bergantung pada sinergi antara pendekatan psikologis dan antropologis. Secara psikologis, MPLS harus mampu memenuhi kebutuhan individu peserta didik akan rasa aman, rasa memiliki, dan motivasi belajar. Secara antropologis, ia harus merefleksikan nilai-nilai kolektif masyarakat, seperti kerja sama, penghargaan terhadap budaya lokal, dan tanggung jawab sosial.

Kolaborasi antara orang tua, guru, dan karyawan menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang harmonis. Misalnya, guru dapat menggunakan data psikologis awal dari MPLS untuk merancang strategi pembelajaran yang inklusif, sementara orang tua bisa mengadopsi metode sekolah dalam mendampingi anak di rumah. 

Di sisi lain, keterlibatan masyarakat dalam bentuk dukungan fasilitas atau kegiatan budaya memperkaya pengalaman peserta didik, sehingga pendidikan tidak terbatas pada tembok kelas.

Kesimpulan

MPLS yang edukatif bukan hanya proses administratif, tetapi fondasi pendidikan holistik yang menggabungkan kecerdasan emosional, identitas budaya, dan kesadaran sejarah perjuangan bangsa.

Dengan pendekatan psikologis yang empatik, penguatan nilai antropologis, dan inspirasi dari gerakan perempuan seperti Kowani, MPLS menjadi jembatan antara individu dan komunitas, antara masa lalu dan masa depan, serta antara aspirasi personal dan cita-cita kolektif sebagai bangsa yang berkeadilan dan inklusif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun