Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Belajar Kilat ala Gen Z: Peran Microlearning untuk Remaja Urban

13 Mei 2025   22:36 Diperbarui: 13 Mei 2025   22:36 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gen Z dan dunia IT yang serba cepat, olahan GemAIBot, dokpri)

Belajar Kilat ala Gen Z: Peran Microlearning untuk Remaja Urban 

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota, remaja urban di Yogyakarta dan Malang punya cara sendiri untuk belajar: cepat, seru, dan langsung dari ponsel mereka. Tren microlearning -pembelajaran singkat melalui video pendek di TikTok atau YouTube- sedang melejit di kalangan Gen Z.

Bukan cuma soal hiburan, platform ini kini jadi "kelas" tak resmi untuk mengasah keterampilan abad 21, seperti literasi finansial dan kewirausahaan. Yang menarik, di balik tren ini, ada konten kreator lokal yang diam-diam mengubah cara remaja belajar, meski namanya belum setenar selebritas TikTok.

Bagaimana microlearning bisa jadi solusi pendidikan informal yang relevan untuk remaja di kota-kota kecil seperti Yogyakarta dan Malang?

Microlearning: Belajar Cepat, Gaya Gen Z

Bagi remaja urban, waktu adalah emas, dan perhatian mereka mudah teralih. Microlearning menawarkan solusi tepat: pelajaran singkat, biasanya 1--5 menit, yang mudah dicerna dan bisa diakses kapan saja.

Misalnya, seorang pelajar SMA bisa menonton video TikTok tentang cara membuat anggaran saku sambil menunggu angkot. Atau seorang mahasiswa bisa belajar tips memulai bisnis dropship dari YouTube saat istirahat di kafe. Menurut penelitian, microlearning membantu retensi informasi karena disampaikan dalam porsi kecil dan fleksibel, cocok dengan gaya belajar Gen Z yang suka eksperimen dan belajar mandiri.

Platform seperti TikTok dan YouTube jadi favorit karena remaja sudah akrab menggunakannya. Di Indonesia, TikTok punya 125 juta pengguna aktif pada 2024, banyak di antaranya remaja urban. YouTube juga tak kalah populer, dengan konten edukasi yang kian variatif.

Yang membuat microlearning istimewa adalah kemampuannya mengemas topik serius, seperti literasi finansial atau kewirausahaan, jadi ringkas, menarik, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari remaja.

Mengasah Keterampilan Abad 21: Literasi Finansial dan Kewirausahaan

Remaja di Yogyakarta dan Malang, seperti kebanyakan Gen Z, menghadapi dunia yang penuh disrupsi; dari ekonomi digital hingga tantangan finansial. Literasi finansial, seperti cara mengelola utang atau berinvestasi, bukan lagi "pelajaran orang dewasa." Begitu pula kewirausahaan, yang kini jadi kebutuhan di era gig economy. Microlearning bisa mengajarkan keterampilan ini dengan cara yang tak membosankan.

Bayangkan seorang remaja di Malioboro menonton video 3 menit di TikTok tentang "5 Kesalahan Finansial yang Harus Dihindari Gen Z," seperti jor-joran belanja paylater. Atau seorang mahasiswa di Malang belajar cara membuat business plan sederhana dari YouTube sambil ngopi di Jalan Ijen.

Konten seperti ini, yang dikemas dengan bahasa santai dan visual menarik, membuat topik kompleks jadi mudah dipahami. Penelitian di Universitas Syiah Kuala menunjukkan bahwa remaja antusias menggunakan TikTok untuk belajar keterampilan praktis, karena formatnya visual dan langsung ke inti.

Konten Kreator Lokal (bersifat ilustratif alias fiktif demi memudahkan pemahaman): Pahlawan Pendidikan di Balik Layar

Di Yogyakarta dan Malang, ada konten kreator lokal yang mulai mencuri perhatian, meski belum setenar nama-nama besar. Mereka adalah guru tak resmi bagi remaja urban, mengemas pelajaran hidup dalam video pendek. Contohnya:

  • @JogjaMoneyTalk (TikTok, Yogyakarta): Seorang mantan bankir yang kini membuat konten tentang literasi finansial untuk remaja. Dalam video 2 menit, dia menjelaskan cara menabung untuk liburan ala pelajar dengan storytelling tentang pengalamannya sendiri. Dengan dialek Jawa yang kental, kontennya terasa dekat dan autentik.
  • @MalangBisnisMuda (YouTube, Malang): Seorang wirausaha muda yang berbagi tips kewirausahaan, seperti cara memulai bisnis thrift dengan modal Rp100.000. Videonya yang berdurasi 5--7 menit penuh dengan contoh lokal, seperti memanfaatkan Pasar Minggu Malang untuk berjualan.
  • @NgertiDuit (TikTok, Yogyakarta): Seorang mahasiswa yang mengajarkan konsep investasi sederhana, seperti reksa dana, dengan analogi "nabung kayak nyanyi karaoke: mulai kecil, lama-lama jadi hits." Gaya humornya bikin remaja betah menonton.

Kerennya, kreator ini paham konteks lokal. Mereka tahu bahwa remaja di Yogyakarta mungkin lebih tertarik belajar nabung untuk nonton wayang kulit, sementara anak Malang mungkin ingin tahu cara jualan di festival kuliner. Dengan bahasa yang akrab dan contoh yang relevan, mereka membuat microlearning terasa seperti ngobrol sama temen.

Mengapa Yogyakarta dan Malang?

Kedua kota ini punya karakter unik yang membuat microlearning sangat cocok. Yogyakarta, dengan budaya pelajar dan komunitas kreatifnya, adalah ladang subur untuk konten edukasi yang santai tapi bermakna.

Malang, dengan vibe kota pendidikan dan semangat wirausaha mudanya, juga jadi tempat di mana remaja haus akan keterampilan praktis. Keduanya adalah kota kecil dengan dinamika urban: cukup modern untuk akses internet cepat, tapi masih kental dengan nilai lokal.

Ini membuat microlearning berbasis kearifan lokal -misalnya, mengaitkan literasi finansial dengan tradisi "arisan" atau kewirausahaan dengan pasar tradisional- sangat relevan.

 

Tantangan dan Solusi

Tentu, microlearning bukan tanpa hambatan. Salah satu masalah besar adalah keakuratan konten. Video TikTok atau YouTube yang dibuat tanpa tinjauan ketat bisa menyebarkan informasi salah, seperti tips investasi yang terlalu muluk. Penelitian tentang TikTok di pendidikan menunjukkan bahwa konten buatan kreator perlu verifikasi agar tak membingungkan. Solusinya, sekolah atau komunitas lokal bisa berkolaborasi dengan kreator untuk memastikan kontennya akurat, misalnya dengan melibatkan dosen ekonomi atau pelaku UMKM.

Tantangan lain adalah kecenderungan remaja lebih suka "menonton" dar ketimbang "mencipta" konten. Banyak yang konsumtif, jarang yang aktif bikin video edukasi sendiri. Untuk mengatasinya, komunitas pelajar di Yogyakarta dan Malang bisa mengadakan lomba membuat video microlearning, seperti yang dilakukan SMK Negeri 3 Malang dengan proyek informatika berbasis TikTok. Ini bisa mendorong remaja jadi produser, bukan cuma penonton.

Langkah ke Depan: Membuat Microlearning Makin Berdaya

Agar microlearning makin berdampak, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  • Kolaborasi Komunitas: Kampus seperti UGM atau UB bisa menggandeng kreator lokal untuk membuat seri video edukasi, misalnya "Literasi Finansial 101" atau "Bisnis Keren ala Anak Malang."
  • Lomba Kreatif: Mengadakan kompetisi video pendek bertema keterampilan abad 21, dengan hadiah seperti modal usaha kecil atau beasiswa kursus.
  • Integrasi dengan Sekolah: Guru bisa memanfaatkan video kreator lokal sebagai bahan ajar tambahan, misalnya menugaskan siswa menganalisis video tentang budgeting dalam pelajaran ekonomi.

 

Belajar Sambil Scroll, Kenapa Nggak?

Microlearning melalui TikTok dan YouTube adalah cara Gen Z di Yogyakarta dan Malang belajar tanpa merasa "disekolahin." Dengan konten kreator lokal yang paham bahasa dan budaya mereka, remaja urban tak cuma belajar literasi finansial atau kewirausahaan, tetapi juga menemukan bahwa belajar bisa asyik.

Dari video tentang nabung ala anak kos sampai tips jualan di pasar malam, microlearning membuktikan bahwa pendidikan informal bisa sefleksibel gaya hidup mereka. Jadi, sambil scroll TikTok, kenapa nggak sekalian jadi jago ngatur duit atau mulai bisnis kecil-kecilan? Di tangan kreator lokal, masa depan remaja urban Indonesia terlihat makin cerah, satu video pendek pada satu waktu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun