Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merayakan Kesetaraan di Bulan Puasa: Refleksi pada Hari Perempuan Internasional

9 Maret 2025   14:16 Diperbarui: 9 Maret 2025   14:16 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Merayakan Kesetaraan di Bulan Puasa: Refleksi pada Hari Perempuan Internasional
 

Hari Perempuan Internasional/International Woman's Day (8 Maret) tahun ini bertepatan dengan bulan Ramadan dan masa Prapaskah dalam kalender Katolik. Momen ini menjadi kesempatan istimewa untuk merenungkan peran perempuan dalam terang iman, sekaligus merefleksikan seruan Paus Fransiskus akan keadilan sosial dan kesetaraan.

Dalam ensiklik Fratelli Tutti , Bapa Paus menegaskan: "Kita semua bersaudara, dan keadilan harus menjadi fondasi hubungan manusia" (FT 5). Pesan ini selaras dengan semangat Ramadan yang menekankan solidaritas, serta Prapaskah yang mengajak umat untuk berbagi dan merenungkan kelemahan diri. Bagaimana kita, sebagai umat Katolik, bisa memaknai kesetaraan gender dalam konteks spiritual dan sosial ini?

Puasa: Sekolah Empati dan Kesetaraan

Puasa -baik dalam tradisi Islam maupun Katolik- bukan sekadar menahan lapar atau dahaga. Ia adalah latihan spiritual untuk mengasah kepekaan terhadap penderitaan sesama. Dalam Laudato Si' , Paus Fransiskus mengajak kita untuk "mendengarkan teriakan bumi dan teriakan kaum miskin" (LS 49). Bagi perempuan, yang sering menjadi penjaga kehidupan keluarga dan komunitas, puasa bisa menjadi momentum untuk memperbarui komitmen akan keadilan.

Di banyak budaya, perempuan masih menghadapi beban ganda: mengurus rumah tangga, bekerja, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Padahal, Gereja Katolik sejak lama menegaskan martabat setara antara laki-laki dan perempuan. "Laki-laki dan perempuan diciptakan sebagai gambaran Allah, dan keduanya memiliki panggilan yang sama untuk mengasihi dan dilayani," tulis Paus Yohanes Paulus II dalam Mulieris Dignitatem.

Sayangnya, praktik budaya yang diskriminatif sering mengaburkan kebenaran ini. Masa puasa mengajarkan kita untuk menolak egoisme dan membuka hati pada kebutuhan orang lain, termasuk perempuan yang masih terpinggirkan.

Perempuan: Pilar Keluarga dan Agen Transformasi Sosial

Dalam Amoris Laetitia, Paus Fransiskus memuji peran perempuan sebagai "pembawa kehidupan, pengasih, dan penjaga keharmonisan keluarga" (AL 54). Namun, peran ini sering direduksi menjadi "tugas alami" yang tidak dihargai setara dengan kontribusi laki-laki.

Padahal, perempuan adalah kekuatan utama dalam membangun peradaban kasih. Di bulan Ramadan dan Prapaskah, kita diajak untuk mengakui kerja keras perempuan, baik di dapur, pasar, sekolah, maupun ruang-ruang keputusan.

Paus Fransiskus juga menekankan bahwa "keadilan gender bukanlah ancaman, melainkan panggilan untuk membangun kebersamaan" (EG 103). Perempuan Katolik seperti Santa Teresa dari Kalkuta, Santa Perawan Maria, dan ribuan aktivis sosial lainnya membuktikan bahwa kepemimpinan perempuan mampu mengubah dunia.

Dengan empati dan ketangguhan, mereka menjadi pionir dalam memerangi kemiskinan, melindungi lingkungan, dan mempromosikan perdamaian.

Kesetaraan dalam Bingkai Spiritual: Panggilan untuk Hidup Berkelimpahan

Kitab Suci menegaskan: "Tidak ada lagi pembedaan antara laki-laki dan perempuan, sebab semua adalah satu dalam Kristus Yesus" (Galatia 3:28). Pesan ini menjadi dasar teologis bagi kesetaraan gender dalam Gereja. Sayangnya, interpretasi budaya yang bias sering kali menghalangi partisipasi penuh perempuan dalam kepemimpinan Gereja. Paus Fransiskus, dalam Evangelii Gaudium , mengajak kita untuk "menghindari segala bentuk diskriminasi yang merendahkan martabat manusia" (EG 211).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun