Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Lohanao (Ndasmu) dan "Demokrasi" ala Kelurahan Tambun

18 Februari 2025   20:00 Diperbarui: 19 Februari 2025   17:53 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi GemAIBot, dokpri)

Belum sempat Pak Tono menyelesaikan kalimatnya, Pak Lo sudah memotong dengan nada geram, "Sudah cukup! Lo-hanao sekalian kalau kamu nggak suka sama kebijakan saya! Saya ini bekerja demi kemakmuran semua!"

(olahan qwen 2.5 max, dokpri)
(olahan qwen 2.5 max, dokpri)

Cerita semacam ini terus berulang. Bahkan, ketika Bu Aina protes karena lampu jalan di depan rumahnya mati selama dua bulan, jawaban Pak Lo tetap sama: "Lohanao, Bu Siti! Lampu mati itu bagian dari program hemat energi!"

Akhirnya, warga mulai bosan mendengar kata-kata tersebut. Namun, mereka juga menemukan cara unik untuk membalas dendam. Kata "Lohanao" yang awalnya menjadi senjata Pak Lo untuk membungkam kritik, lambat laun berubah menjadi meme viral di kalangan warga.

Contohnya, ketika anak-anak bermain petak umpet, jika ada yang tertangkap, mereka akan berteriak, "Eh, lohanao lu ya, ngumpet di situ doang!" Atau saat istri marah pada suaminya karena pulang telat, dia akan berkata, "Lohanao, Mas! Kerja apa sampe malem gini?"

Bahkan, di warung kopi milik Pak Dimby, kata "Lohanao" menjadi menu spesial. Jika ada pelanggan memesan kopi tanpa gula, Pak Dimby akan bilang, "Waduh, lohanao nih orang, minum kopi pahit-pahit gitu."

Puncaknya terjadi ketika Pak Lo mengadakan acara ulang tahun kelurahan. Dengan penuh percaya diri, ia naik ke atas panggung dan berpidato lagi, kali ini tentang visi misi lima tahun ke depan. Namun, baru beberapa menit berbicara, tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang.

"Lohanao, Pak Lurah! Ngomong mulu nggak ada kerja nyata!"

Semua mata tertuju ke sumber suara. Ternyata itu adalah Pak Tono, bersama sekelompok warga lainnya yang membawa spanduk bertuliskan, "Kelurahan Tambun Butuh Perubahan, Bukan Lohanao!"

Pak Lo syok. Untuk pertama kalinya, ia tak bisa berkata apa-apa. Biasanya, ia akan langsung menyebut "Lohanao" balik, tapi kali ini lidahnya kelu. Sebab, seluruh warga kompak meneriakkan slogan yang sama: "Lohanao!"

Merasa terpojok, Pak Lo akhirnya mundur dari podium dengan langkah gontai. Di tengah jalan, ia masih mendengar suara-suara ejekan dari warga:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun