Mohon tunggu...
Muhammad Alfito Nurfadillah
Muhammad Alfito Nurfadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya suka belajar hal baru, dan saya suka mempelajari tentang agama Islam.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Psikologi Komunikasi Dalam membangun Lingkungan Majelis yang Harmonis dan Produktif

24 Juni 2025   15:55 Diperbarui: 24 Juni 2025   15:56 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Majelis, baik itu majelis ilmu, keagamaan, atau musyawarah, merupakan wadah penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Di dalamnya terjadi proses pertukaran informasi, penyampaian pendapat, dan pembentukan nilai-nilai kolektif. Oleh karena itu, pemahaman terhadap psikologi komunikasi menjadi sangat penting untuk menciptakan lingkungan majelis yang harmonis, saling menghargai, dan produktif.

Psikologi komunikasi adalah cabang ilmu yang mempelajari bagaimana proses mental, emosi, dan persepsi individu memengaruhi cara mereka berkomunikasi. Dalam konteks majelis, psikologi komunikasi membantu kita memahami dinamika kelompok, pengaruh sosial, dan bagaimana persepsi memengaruhi interpretasi pesan.

Teori penting dalam bidang ini yang relevan dengan lingkungan majelis adalah Teori Interaksi Simbolik (Symbolic Interactionism) yang dikembangkan oleh George Herbert Mead. Teori ini menekankan bahwa komunikasi adalah proses pembentukan makna melalui interaksi sosial. Dalam majelis, simbol seperti bahasa, gestur, dan ekspresi wajah memainkan peran penting dalam membentuk pemahaman bersama.

Dinamika psikologis dalam majelis sangat dipengaruhi oleh persepsi masing-masing individu terhadap pesan yang diterima. Setiap peserta membawa latar belakang psikologis, budaya, dan pengalaman yang berbeda, yang dapat mempengaruhi cara mereka menangkap pesan. Misalnya, seseorang yang memiliki pengalaman negatif dalam forum diskusi sebelumnya mungkin akan lebih tertutup atau defensif dalam majelis, meskipun situasinya berbeda. Di sinilah pentingnya empati, yakni kemampuan untuk memahami dan merasakan kondisi emosional orang lain. Ketika peserta majelis memiliki empati, komunikasi yang terjadi cenderung lebih terbuka dan konstruktif karena setiap orang merasa dipahami dan dihargai.

Selain aspek verbal, komunikasi nonverbal juga sangat berpengaruh dalam membangun atmosfer majelis. Ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak mata, dan intonasi suara dapat memperkuat atau bahkan mengubah makna dari pesan yang disampaikan. Menurut Albert Mehrabian, dalam komunikasi tatap muka, sekitar 93% dari pesan yang diterima justru berasal dari elemen nonverbal. Oleh karena itu, kesadaran terhadap sinyal-sinyal nonverbal menjadi sangat penting dalam menjaga keharmonisan komunikasi di dalam majelis.

Peran kepemimpinan dalam majelis juga tak bisa dilepaskan dari aspek psikologi komunikasi. Seorang pemimpin majelis yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional---yakni mampu memberikan inspirasi, perhatian individual, dan dorongan moral---akan lebih mampu memengaruhi peserta secara positif. Pemimpin seperti ini tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk suasana psikologis yang mendukung partisipasi aktif dan dialog yang sehat. Mereka biasanya piawai dalam mengelola emosi, memahami dinamika kelompok, dan menjaga agar diskusi tetap produktif.

Untuk menciptakan komunikasi yang efektif dalam majelis, penting untuk membangun apa yang disebut sebagai "rasa aman psikologis" (psychological safety), yaitu kondisi di mana setiap peserta merasa bebas untuk mengemukakan pendapat tanpa takut dihakimi atau dikucilkan. Bahasa yang digunakan sebaiknya inklusif dan netral, agar tidak menyinggung pihak tertentu. Keterampilan mendengarkan secara aktif juga sangat membantu dalam meningkatkan kualitas interaksi. Ketika peserta merasa didengarkan dengan penuh perhatian, mereka lebih termotivasi untuk terlibat. Di samping itu, kemampuan mengelola emosi dan konflik secara asertif---yakni menyampaikan pendapat secara tegas namun tetap menghormati orang lain---sangat diperlukan agar perbedaan pendapat tidak berkembang menjadi pertikaian.

Sebagai penutup, lingkungan majelis merupakan ruang yang kaya akan interaksi sosial yang kompleks. Oleh karena itu, pemahaman terhadap psikologi komunikasi menjadi sangat penting dalam menciptakan suasana yang kondusif dan bermakna. Ketika komunikasi berjalan dengan baik---dilandasi oleh empati, kesadaran simbolik, serta pengelolaan emosi---majelis tidak hanya menjadi tempat berkumpul, melainkan juga menjadi ruang pertumbuhan bersama yang menghidupkan nilai-nilai kebersamaan, pengertian, dan keharmonisan sosial.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun