Masihkah engkau mengingat — kepulan asap kebakaran, menyengat ibukota, dan sederet pesan, untuk penguasa,
Masihkah engkau mengingat — anak-anak berlarian, orang tua berhamburan, mahasiswa bergerak, dan polisi terdesak,
Masihkah engkau mengingat — langit Jakarta tak berawan, jalan-jalan mencekam, sang Raja sedang menawan — revolusi, yang bangkit menikam,
Masihkah engkau mengingat — deru senapan TNI, (harusnya) menumpas tirani, bukannya hak asasi, dan pelantun aspirasi,
Masihkah engkau mengingat — dagelan penguasa mengikat — masyarakat, menjarah liberalis, dibuai materi dan pangkat, jadi budak kapitalis,
Masihkah engkau mengingat — satu dekade berlalu, lagu itu tetap terdengar merdu, demokrasi alibi nan statis, monarki anarkis dan praktis,
Masihkah engkau mengingat — aksi menentang diktator — Jendral Soeharto yang dimuliakan, korup, licik, dan kotor, dan kau bertekad ‘tuk menggulingkan,
Kini, akankah engkau menyerah — pada dinasti Jendral baru, yang memaksamu tak berseru, akan ketidakadilan dan kebohongan, yang dipalsukan citra dan kepentingan,
Ku harap engkau mengingat — semangat perubahan itu — yang dulu lantang kau nyanyikan — untuk Indonesia yang maju dan satu, wahai aktivis 98.