Mohon tunggu...
Alfi Pangest
Alfi Pangest Mohon Tunggu... Pendidik -

Pembelajar, pekerja sosial, penikmat buku, penggiat pendidikan, pecinta seni dan budaya, desain, serta sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Membedah "Timeline", Film Thailand yang Kaya Pesan Hidup

1 Januari 2015   00:00 Diperbarui: 4 April 2017   17:44 2004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

aku bisa mengenalmu

Saat kita melakukan hal-hal yang engkau suka

... aku merasa senang

Aku berharap semoga hidupmu menyenangkan,

bisa melakukan apa yang engkau inginkan

Jika ada hari itu,

aku pasti akan merasa sangat senang

Aku amat senang bisa mengenalmu,

memiliki kesempatan bertemu,

dan kesempatan mencintai,

meski ini hanya di pikiranku saja (video terakhir June kepada Tan)

Percakapan di awal tulisan ini adalah obrolan Mat dengan sang suami di awal masa pernikahan. Ayah Tan mengajarkan Mat satu hal penting, untuk menghadapi kehidupan tanpa ketergantungan terhadap sesuatu secara berlebihan. Hal ini diturunkan pula oleh Mat kepada Tan sedari kecil, kemandirian dan optimisme hidup sebagai modal dasar seseorang hidup dan memiliki arti hidup. Tan sendiri pernah mengalami masa di mana ia tak tahu apa tujuan hidupnya, selain dia enggan bertani di kampung. Sampai akhirnya June menuntun Tan memaknai hidupnya, bahwa arti sejati kehidupan ialah tatkala kita melakukan apa-apa yang kita sukai. Salah satunya, dengan mewujudkan impian orang yang kita cintai.

[caption id="attachment_344206" align="alignnone" width="700" caption="Pemandangan alam kerap disuguhkan sepanjang film"]

14200194742011384128
14200194742011384128
[/caption]

Meskipun mengambil judul dan plot yang berkaitan dengan Facebook, agaknya pembuat film kurang memperhatikan detail. Timeline yang harusnya bisa membuat pemirsa terlibat emosinya -- dengan asumsi semua pemirsa punya akun Facebook dan memahami fitur-fiturnya, menjadi kurang maksimal sebab koneksi cerita dengan Timeline Facebook hanya serius ditunjukkan di akhir film. Padahal banyak scene yang menggunakan telepon, sms, chatting, update post, hingga melihat video di Youtube. Akan lebih baik, manakala percakapan di telepon, chat, email, dan sms, mamanfaatkan semua fitur Facebook. Ini memang akan menyebabkan film terlihat Facebook-sentris, tetapi risiko ini harusnya disadari ketika pembuat film memutuskan membuat film yang bertema Facebook. Dan bila ada yang bertanya, mengapa mengambil judul "Timeline"? Silakan tonton film ini sampai selesai.

[caption id="attachment_344215" align="alignnone" width="630" caption="June yang berhasil mencapai salah satu mimpinya, studi sekaligus traveling ke Jepang, kalau tidak salah ini scene di sekitar Toyama"]

14200197541505530706
14200197541505530706
[/caption]

Film ini tidaklah sempurna, tetapi cerita berdurasi 130 menit ini banyak memberikan pelajaran bagi pemirsanya. Film ini mengajarkan betapa hebatnya perjuangan seorang Ibunda untuk membahagiakan sekaligus mensukseskan anaknya, meskipun ini harus ditebus dengan pengorbanan perih. Mat memiliki rumah dan kebun yang merupakan amanah dari sang suami untuk ia jaga juga kelola, ia sangat ingin Tan berkuliah di Jurusan Pertanian yang kampusnya lebih dekat dengan rumah dan kebunnya. Sebab cepat atau lambat kebun itu akan diwariskan kepada putra satu-satunya itu. Namun, Mat sadar bahwa putranya harus melihat luasnya dunia, meskipun ia sangat khawatir Tan bisa salah pergaulan di Bangkok nantinya. Film ini juga memberikan pelajaran tentang arti mencinta. Mencintai itu bukan perkara sederhana supaya dicintai balik tapi bagaimana memberikan yang terbaik. Seperti June yang memberikan waktunya, tenaganya, materinya, pikirannya, dan hatinya untuk membahagiakan Tan tanpa berupaya mengubah dirinya sendiri. Sedangkan Tan, dia memang berkorban tetapi ia selimuti kebohongan agar disukai balik oleh Orn. Hasil kedua upaya mencintai ini pun berbeda, yang bertahan ialah yang sejati dan yang palsu akan mati.

[caption id="attachment_344218" align="alignnone" width="610" caption="Poster Film "]

1420019933358713188
1420019933358713188
[/caption]

Film ini memang bukan film baru, saya sendiri kebetulan mendapatkan film ini dari rekomendasi teman. Tapi menurut saya film ini sangat baik untuk dijadikan tontonan bagi yang berusia 17 tahun ke atas. Tidak ada adegan atau bahasa yang menjurus kepada seksualitas atau kekerasan, tetapi isi ceritanya terlalu berat bila harus dicerna oleh remaja di bawah 17 tahun. Ohya, buat Anda yang pernah melihat Serial TV Jepang "Tokyo Tower : Me, Mom, and Sometimes Dad", film ini sedikit banyak memiliki kesamaan alur cerita. Akting pemainnya bagus, saya pribadi sangat menyukai bagaimana Jarinporn Joonkiat dan Piyathida Woramusik berperan di sini. Pengambilan gambarnya baik, pemandangan alam pedesaan dan keramaian perkotaan Thailand sukses ditangkap dalam proporsi yang pas. Ohya, beberapa adegan di Jepang juga membius mata saya, terutama scene di laut yang membuat saya penasaran untuk bisa traveling kesana. Saran perbaikan mungkin apabila scoring music lebih baik, akan jadi nilai tambah tersendiri. Secara keseluruhan, film ini saya nilai 80/100.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun