Mohon tunggu...
Alfie Nisa
Alfie Nisa Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Psikologi dengan banyak cita-cita yang harus diwujudkan. Pribadi yang dikenal selalu semangat, ceria, dan humoris. Menulis adalah salah satu cara berkomunikasi dengan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Miris, Ibu sebagai Korban Gadget

22 Februari 2016   20:52 Diperbarui: 23 Februari 2016   07:21 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dewasa ini, banyak sekali hal menarik yang kita jumpai berkaitan dengan perjuangan seorang ibu. Semakin modern zaman, semakin berkembang ilmu pengetahuan, ternyata berbanding terbalik dengan moralitas anak bangsa. Zaman yang semakin maju, pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin mudah didapatkan, tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh kaum muda. Bahkan kita terkadang lupa dengan kewajiban kita yang sebenarnya. Kita lebih tertarik untuk menikmati kemudahan-kemudahan yang ditawarkan saat ini daripada memanfaatkannya. Sekedar menikmati hingga melupakan hal terpenting yang seharusnya kita lakukan.

Di Indonesia, pemuda pemudi begitu bangganya melakukan peran dengan moralitas yang sedang mengalami kemerosotan di mana-mana. Termasuk kita seringkali merasa hebat karena berbagai prestasi yang kita raih, sedangkan ada hal penting yang kita lupakan. Hal terpenting yang sebenarnya menjadi faktor berhasilnya tujuan-tujuan kita. Kita seringkali lupa dengan peran orangtua dalam kehidupan kita, terutama peran seorang ibu. Tidak jarang pula kita bangga melakukan suatu hal kebaikan kepada orang lain, sedangkan untuk melakukan kebaikan kepada ibu kita sendiri saja, kita masih malas bahkan belum pernah sama sekali.

Seorang ibu sangat berperan penting bagi kehidupan anaknya bahkan keluarganya. Pendidikan yang kita jalankan saat ini, pada dasarnya adalah lanjutan dari pendidikan kita dulu dengan ibu kita. Ibu merupakan sekolah pertama bagi anaknya. Pendidikan dengan seorang ibu merupakan hal yang paling mendasar yang akan diperoleh seseorang. Ibu adalah sekolah pertama bagi kita yang mengajarkan tentang bagaimana cara berjalan, bagaimana cara memegang makanan dan memasukkan dalam mulut kita, bagaimana cara tersenyum, hingga kita dewasa seperti saat ini, pendidikan dari seorang ibu masih sangat memiliki peran penting dalam kehidupan kita.

Pendidikan bagaimana menghargai perasaan orang lain, kita dapatkan dari nasihat-nasihat ibu kita. Pendidikan bagaimana menjadi pribadi yang ramah dan baik hati juga kita dapatkan dari cara ibu kita mendidik kita setiap harinya. Beliau adalah contoh nyata dari semua pembelajaran yang kita dapatkan dalam kehidupan. Karena ibu adalah pendidikan pertama bagi anaknya, maka sangat masuk akal ketika Rosulullah mengajarkan kita dan memerintahkan kita untuk taat dan berbakti kepada Ibu. Betapa sangat tinggi kemuliaan seorang Ibu dalam Al-Qur’an dan hadist.

Peran seorang ibu terhadap pendidikan anak-anakanya sangat berpengaruh pada kehidupan anak-anaknya kelak. Hanya saja, selama ini kita masih sangat durhaka karena melupakan betapa hebat ibu kita. Kita masih menganggap bahwa pendidikan formal yang saat ini kita jalanilah yang menjadi pendidikan terpenting dan paling berpengaruh dalam hidup kita.

Padahal sebenarnya jauh sebelum itu, kita sudah mendapatkan pendidikan yang mendasarinya dari ibu kita. Begitu besar jasa ibu bagi anak-anaknya. Namun, kita dengan mudahnya melupakan perjuangan ibu dalam mendidik dan membesarkan kita. Kita lebih banyak menghabiskan waktu dengan hal yang kurang bermanfaat daripada meluangkan waktu untuk ibu kita.

Seorang ibu tidak membutuhkan apapun selain waktu untuk sekedar bercerita dan menghabiskan secangkir teh dengan anaknya. Ibu tidak membutuhkan gelar sarjana dari anaknya jika itu hanya akan membuat anaknya lupa kepadanya. Ibu tidak membutuhkan limpahan harta anaknya jika itu akan membuat anaknya mengabaikannya. Yang seorang ibu butuhkan hanya kasih sayang dari anaknya. Namun, seorang anak bahkan kita sendiri cenderung lebih asyik dan menikmati rutinitas kita masing-masing daripada memperhatikan betapa ibu merindukan kehadiran kita di sisinya. Kita lebih enjoy dengan gadget kita daripada membantu ibu untuk menyiapkan segala kebutuhannya.

Di era yang semakin digital ini, perkembangan gadget yang semakin modern seharusnya bisa digunakan secara baik dan maksimal untuk membantu memenuhi kebutuhan kita. Namun ternyata tidak begitu dengan realitanya. Kemajuan gadget justru membuat kita seolah-olah menjadi monster gadget yang memanipulasi keberfungsian gadget yang sebenarnya.

Dengan mengandalkan banyak aplikasi seperti bbm, facebook, twitter, dan lain sebagainya, kita justru menjadi pribadi munafik yang menjalankan peran di dunia kebohongan yang kita bentuk sendiri. Seringkali bahkan ada yang setiap hari, di antara kita menulis status “aku sayang ibu, aku cinta ibu” dan status lain yang mirip dengan itu di akun media sosial kita. Tetapi kita tidak sadar bahwa hal itu justru telah menjadi kebohongan bagi diri kita sendiri.

Mengapa dikatakan kebohongan? Karena dengan menulis status-status seperti itu, secara sadar atau tidak, kita ingin mendapatkan perhatian orang-orang yang membaca status kita agar kita terkesan begitu sayang dan cinta kepada ibu kita. Padahal yang sebenarnya justru berkebalikan, kita masih sering menyakiti hati ibu kita. Masih membangkang ketika ibu kita menasihati tentang kebaikan. Masih malas dan menunda ketika ibu kita meminta tolong untuk membantu memenuhi kebutuhannya. Sejatinya itu belum dikatakan bahwa kita menyanyangi ibu kita. Kita belum mampu mencintai ibu kita dengan sepenuh hati. Kita belum bisa menjadi anak yang bisa membahagiakan ibu kita. Dari sini dapat dinilai moralitas pemuda pemudi Indonesia kepada orangtua khususnya kepada seorang ibu masih sangat jauh dari kata terpuji.

Fenomena yang terjadi saat ini, kita lebih sering meluangkan waktu untuk bersama orang lain yang kita anggap menyenangkan daripada meluangkan waktu untuk ibu kita. Banyak juga remaja di luar sana dan bahkan terkadang kita juga termasuk dalam suatu komunitas tertentu karena untuk mengisi waktu kosong kita. Sedangkan ibu kita di rumah sedang menunggu kehadiran kita hanya untuk mengisi waktu dengan cerita-cerita yang mungkin akan membosankan bagi kita. Untuk kita yang sedang menuntut ilmu di perantauan, seringkali kita tidak menyadari bahwa ibu kita sedang menunggu telepon kita. Menunggu kita muntuk menanyakan kabarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun