Mohon tunggu...
Alfian Nur Falahul Rachmawan
Alfian Nur Falahul Rachmawan Mohon Tunggu... Guru - Berusaha melakukan yang terbaik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jangan pernah putus asa ketika di tengah masyarakat karena kita tidak akan pernah tahu kesuksesan apa yang kita hadapi dihari esok

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Saat Berharga untuk Anak Kita

25 September 2020   23:29 Diperbarui: 25 September 2020   23:40 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Waktu yang berharga untuk anak kita(sumber : mediaindonesia.com

Hari ini,ketika kita mengaku sebagai umat muhammad,apakah yang sudah kita lakukan pada anak-anak kita.Kisah tentang Rasulullah SAW bersama anak adalah kisah tentang kasih sayang.Ia memendekkan shalatnya ketika mendengar nangis anak.

Karena anak pula, Rasulullah SAW pernah bersujud sangat lama. Begitu lamanya Rasulullah SAW bersujud sampai-sampai para sahabat mengira Rasulullah SAW sedang menerima wahyu dari Allah 'Azza wa jalla'.Padahal yang terjadi sesungguhnya ada cucu yang menaiki punggungnya.

Tentang mencintai anak, Rasulullah SAW pernah bersabda, " Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka. Bila menjajikan sesuatu kepada mereka, tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang memberi mereka rezeki."(H.r.ath Thahawi).

Hari ini, ketika kita mengaku sebagai umat Muhammad, apakah yang sudah kita lakukan pada anak-anak kita?Apakah kita telah mengusap kepala anak-anak kita sebagaimana Rasulullah SAW melakukan? Apakah kita juga telah mengecup kening anak-anak kita yang sangat rindu kasih sayang bapaknya?

Ataukah kita seperti Aqra' bin Habis at-Tamimi yang tak pernah mencium anaknya, sehingga Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi."(H.r.Bukhari).

Inilah sebagaian di antara pertanyaan-pertanyaan yang perlu kita jawab dengan jujur. Bukan kepada orang lain, tetapi kepada diri kita sendiri. Pertanyaan ini pula yang perlu kita jawab ketika kita menginginkan anak-anak yang terbebas dari siksa api neraka.

Sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita atas anak-anak dan istri kita, "jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu: penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."(Q.s. At Tahrim [66]:6).

Seperti kata Buhlul, kita bermain dengan anak, menyayangi mereka, bercanda, bermain kuda-kudaan dan bila perlu membuat rumah-rumahandari tanah liat, adalah untuk mendapatkan akhirat dan seisinya. Kita memberi mereka kebahagiaan dengan menyediakan punggung kita sebagai pelana buat hati kita, semoga terpenuhinya kebutuhan psikis mereka akan menjadikan mereka akan menjadikan mereka tumbuh sebagai pribadi yang kokoh.

Terlalu mengerikan akibatnya bila anak tidak pernah disapa ruang jiwanya oleh orang tuanya, tidak terkecuali bapak. Penelitian-penelitian psikologi menunjukkan, masked-deprivation atau kelaparan terselubung terhadap kasih sayang seorang bapak cenderung melahirkan anak-anak  yang menderita kecemasan, menimbulkan rasa tidak tenteram, rendah diri, kesepian (meski di tengah kerumunan orang banyak), agresivitas, negativisme (kececederungan melawan orang tua), serta berbagai bentuk kelemahan mental lainnya. Sangat panjang efek di runut akibat kelaparan yang dirasakan anak terhadap kasih sayang seorang bapak.

Subhanallah, begitu buruk akibatnya, tetapi alangkah sering kita lupa. Padahal Nabi SAW sudah mengingatkan kita. Nabi SAW juga sudah tak kurang-kurangnya memberi contoh kepada kita. Atau jangan-jangan kita sudah tidak mengenal Nabi, meski sekadar anggota keluarganya?

Astaghfirulaahal 'azhim. Semoga Allah ampuni kezaliman kita. Semoga pula Allah ampuni keangkuhan kita kepada anak-anak kita sendiri. Aku dapati, sebagian bapak enggan mengusapkan tangan ke pipi anaknya yang sedang meneteskan air mata. Mereka juga tidak pernah menyempatkan diri, meski cuma sekali, untuk membaringkan tubuh anaknya yang letih hanya kerena mereka merasa telah banyak berjasa dengan mencari uang tak seberapa.

Mereka ingin di hormati oleh anak-anaknya, tetapi dengan menciptakan jarak sehingga anak tak pernah sanggup mencurahkan isi hatinya kepada bapaknya sendiri. Mereka ingin menjadi bapak yang disegani, tetapi dengan cara membangkitkan ketakutan. Padahal Rasulullah SAW sering mencium putrinya, Fathimatuz Zahra. Bahkan ketika purtinya telah beranjak dewasa.

Mereka ingin disayangi oleh anak-anaknya ketika usianya telah tua, tetapi tidak pernah menanam cinta dan kasih sayang. Mereka ingin dirindukan oleh anak-anaknya di saat renta, tetapi tak pernah punya waktu untuk tertawa bersama.

Mereka merasa, kerja sehari telah cukup untuk membeli semua. Sehingga tidak ada yang mengetahui urusan anak di rumah, kecuali istri. Bahkan yang lebih tragis, istri pun tak tahu sama sekali, sebab telah ada pembantu yang menggantikan semuanya.

 Astaghfirullahal 'ahzim. Alangkah sering kita merasa suci, padahal tak satu pun perilaku Nabi SAW kepada anak atau istri yang sanggup kita contoh.

Kuteringat dengan Aisyah, istri Nabi yang paling dicintai sesudah Khadijah. Ibnu Umar pernah datang kepadanya dan berkata, "Izinkan kami di sini sejenak dan ceritakanlah kepada kami perkara paling mempesona dari semua yang pernah engkau saksikan pada diri Nabi."

Aisyah menarik nafas panjang. Kemudian dengan terisak menahan tangis, ia berkata dengan suara lirih, "Kana kullu amrihi 'ajaba. Ah, semua perilakunya menakjubkan bagiku."

Masih dengan suara lirih, Aisyah bercerita, "Suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, 'Ya Aisyah, izinkan aku beribadah kepada tuhanku.' Aku berkata, 'Sesungguhnya aku senang merapat denganmu, tetapi aku juga senang melihatmu beribadah kepada Tuhanmu.' Dia bangkit mengambil gharaba air, lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar dia terisak-isak menangis hingga airmatanya membasahi janggut. Kemudian dia bersujud dan menangis hingga lantai pun basah oleh air matanya. Lalu dia berbaring dan menangis hingga datanglah Bilal untuk memberitahukan datangnya waktu Subuh."

Jika kita masih merasa bahwa semuanya merupakan tanggung jawab istri tanpa ada bagian sedikit pun, maka sekali waktu tengoklah istrimu yang terbaring penat karena tak ada waktu baginya untuk istirahat. Sesudahnya, ingatlah ketika Nabimu berkata di saat-saat terakhir hidupnya, " 

Takutlah kepada Allah dalam mengurus istri kalian. Aku wasiatkan kalian untuk selalu berbuat baik kepada mereka. "Setelah itu, tengok pula anakmu yang telah tertidur. Cobalah untuk mengusap-usap kepalanya, keningnya dan tak lupa wajahnya.

Sentulah dengan perasaan yang tulus. Dan lihatlah, alangkah sedikit yang telah engkau lakukan. Padahal kitalah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Kitalah yang akan ditanyai di hari kiamat nanti.Atau jangan-jangan kita telah lupa dengan semua itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun