Astaghfirulaahal 'azhim. Semoga Allah ampuni kezaliman kita. Semoga pula Allah ampuni keangkuhan kita kepada anak-anak kita sendiri. Aku dapati, sebagian bapak enggan mengusapkan tangan ke pipi anaknya yang sedang meneteskan air mata. Mereka juga tidak pernah menyempatkan diri, meski cuma sekali, untuk membaringkan tubuh anaknya yang letih hanya kerena mereka merasa telah banyak berjasa dengan mencari uang tak seberapa.
Mereka ingin di hormati oleh anak-anaknya, tetapi dengan menciptakan jarak sehingga anak tak pernah sanggup mencurahkan isi hatinya kepada bapaknya sendiri. Mereka ingin menjadi bapak yang disegani, tetapi dengan cara membangkitkan ketakutan. Padahal Rasulullah SAW sering mencium putrinya, Fathimatuz Zahra. Bahkan ketika purtinya telah beranjak dewasa.
Mereka ingin disayangi oleh anak-anaknya ketika usianya telah tua, tetapi tidak pernah menanam cinta dan kasih sayang. Mereka ingin dirindukan oleh anak-anaknya di saat renta, tetapi tak pernah punya waktu untuk tertawa bersama.
Mereka merasa, kerja sehari telah cukup untuk membeli semua. Sehingga tidak ada yang mengetahui urusan anak di rumah, kecuali istri. Bahkan yang lebih tragis, istri pun tak tahu sama sekali, sebab telah ada pembantu yang menggantikan semuanya.
 Astaghfirullahal 'ahzim. Alangkah sering kita merasa suci, padahal tak satu pun perilaku Nabi SAW kepada anak atau istri yang sanggup kita contoh.
Kuteringat dengan Aisyah, istri Nabi yang paling dicintai sesudah Khadijah. Ibnu Umar pernah datang kepadanya dan berkata, "Izinkan kami di sini sejenak dan ceritakanlah kepada kami perkara paling mempesona dari semua yang pernah engkau saksikan pada diri Nabi."
Aisyah menarik nafas panjang. Kemudian dengan terisak menahan tangis, ia berkata dengan suara lirih, "Kana kullu amrihi 'ajaba. Ah, semua perilakunya menakjubkan bagiku."
Masih dengan suara lirih, Aisyah bercerita, "Suatu malam, ketika dia tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata, 'Ya Aisyah, izinkan aku beribadah kepada tuhanku.' Aku berkata, 'Sesungguhnya aku senang merapat denganmu, tetapi aku juga senang melihatmu beribadah kepada Tuhanmu.' Dia bangkit mengambil gharaba air, lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar dia terisak-isak menangis hingga airmatanya membasahi janggut. Kemudian dia bersujud dan menangis hingga lantai pun basah oleh air matanya. Lalu dia berbaring dan menangis hingga datanglah Bilal untuk memberitahukan datangnya waktu Subuh."
Jika kita masih merasa bahwa semuanya merupakan tanggung jawab istri tanpa ada bagian sedikit pun, maka sekali waktu tengoklah istrimu yang terbaring penat karena tak ada waktu baginya untuk istirahat. Sesudahnya, ingatlah ketika Nabimu berkata di saat-saat terakhir hidupnya, "Â
Takutlah kepada Allah dalam mengurus istri kalian. Aku wasiatkan kalian untuk selalu berbuat baik kepada mereka. "Setelah itu, tengok pula anakmu yang telah tertidur. Cobalah untuk mengusap-usap kepalanya, keningnya dan tak lupa wajahnya.
Sentulah dengan perasaan yang tulus. Dan lihatlah, alangkah sedikit yang telah engkau lakukan. Padahal kitalah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Kitalah yang akan ditanyai di hari kiamat nanti.Atau jangan-jangan kita telah lupa dengan semua itu?