Dalam perjalanan hidup setiap siswa, pasti ada satu sosok guru yang begitu berkesan dan meninggalkan jejak mendalam. Bagi saya, sosok tersebut adalah Pak Ari, guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) sekaligus wali kelas saya selama dua tahun di masa sekolah menengah atas. Lebih dari sekadar mengajarkan gerakan dasar olahraga seperti menggiring bola atau berlari dengan teknik yang benar, Pak Ari menyampaikan pelajaran-pelajaran hidup yang sulit dilupakan.
Pertemuan pertama saya dengan Pak Ari terjadi ketika saya duduk di bangku kelas X. Saat itu, kesan pertama yang muncul adalah suara tegas dan postur tubuhnya yang tinggi serta atletis. Namun, dibalik penampilannya yang berwibawa, beliau selalu menyambut kami dengan senyum hangat. Sosoknya bisa menjadi seperti ayah, teman, dan pelatih sekaligus, terutama pada masa remaja yang penuh dengan pencarian jati diri. Meskipun ia tidak pernah bersikap keras, kehadirannya cukup untuk membuat kami menghormatinya.
Sebagai guru olahraga, Pak Ari dikenal karena kedisiplinannya yang tidak kaku. Ia mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, sekaligus menanamkan nilai-nilai penting. Bagi banyak siswa, PJOK mungkin dianggap sebagai mata pelajaran ringan atau ajang bermain. Namun, di bawah bimbingan Pak Ari, pelajaran ini berubah menjadi pengalaman yang bermakna. Ia tak hanya fokus pada fisik, tetapi juga memberikan pelajaran tentang kerja sama tim, kejujuran, tanggung jawab, dan sportivitas.
Yang membuat Pak Ari begitu berkesan bagi saya bukan hanya perannya sebagai pengajar, melainkan juga sebagai wali kelas. Selama dua tahun menjadi wali kelas kami, ia tidak pernah membatasi peran hanya pada tugas administratif seperti mencatat kehadiran atau membagikan rapor. Ia mengenal semua siswanya dengan baik. Ketika saya sedang mengalami kesulitan pribadi yang berdampak pada nilai akademik saya, Pak Ari adalah orang pertama yang menyadarinya dan mengajak saya berbicara secara pribadi. Ia tidak hanya mendengarkan, tetapi juga memberikan dukungan emosional yang membuat saya merasa dipahami.
Dalam suatu kesempatan, saya pernah melakukan wawancara singkat dengan beliau untuk keperluan tugas sekolah. Salah satu pertanyaan saya adalah, "Apa yang membuat Bapak ingin menjadi wali kelas, padahal tugas sebagai guru PJOK sendiri sudah cukup banyak?" Dengan senyum tenang, beliau menjawab, "Kalau mengajar olahraga itu membantu kalian bergerak, menjadi wali kelas adalah mendampingi kalian bertumbuh. Saya ingin hadir bukan hanya di lapangan, tetapi juga dalam proses kalian menjadi pribadi yang kuat." Jawaban itu begitu sederhana, tetapi sangat dalam maknanya. Bagi Pak Ari, guru bukan sekadar profesi pengajar, melainkan teman perjalanan dalam proses tumbuh dewasa.
Pak Ari juga punya cara tersendiri untuk menciptakan kedekatan dengan murid. Ia sering memulai pelajaran dengan menanyakan kabar kami satu per satu. Kadang, ia juga membagikan cerita hidupnya atau menyisipkan lelucon khas bapak-bapak yang walaupun garing, berhasil membuat kami tertawa dan merasa nyaman. Namun, ketika ada siswa yang tidak disiplin atau bermalas-malasan, ia tidak ragu untuk menegur. Tegurannya selalu penuh makna dan bertujuan membangun, bukan menjatuhkan.
Selain mendukung kami di dalam kelas, Pak Ari juga sangat mendorong kami untuk mengeksplorasi minat di luar akademik. Ia memberi semangat kepada siswa yang aktif di organisasi, ikut lomba, atau terlibat dalam kegiatan seni. Ia sering menekankan bahwa sekolah bukan hanya tempat menghafal pelajaran, tetapi wadah untuk mengenal diri sendiri dan berkembang secara menyeluruh.
Salah satu pengalaman yang paling membekas adalah saat Pak Ari mengajak kami belajar di luar kelas, tepatnya di sebuah taman kota. Hari itu kami dibagi menjadi kelompok kecil dan diberi tantangan kerja sama tim. "Kalian akan lebih mengenal satu sama lain di luar ruang kelas," ucapnya. Ternyata benar, kegiatan itu membuat hubungan kami sebagai teman sekelas semakin erat. Pak Ari selalu tahu cara mengajarkan sesuatu tanpa harus membuatnya terasa seperti pelajaran.
Masih dalam wawancara yang sama, saya menanyakan harapan beliau untuk murid-muridnya. Dengan tenang, beliau menjawab, "Saya tidak berharap kalian menjadi juara kelas atau punya nilai sempurna. Saya hanya ingin kalian jadi orang yang berani. Berani jujur, berani peduli, dan berani disiplin. Nilai A itu tidak akan berarti tanpa karakter yang baik." Ucapan itu sangat membekas dan menjadi pengingat sampai sekarang.
Kini, saya menjadi mahasiswa, sudah kuliah, Segala momen bersama Pak Ari mungkin telah menjadi bagian dari masa lalu, tetapi nilai-nilai yang beliau tanamkan akan selalu saya bawa ke mana pun saya melangkah. Ia bukan hanya mengajarkan teknik push-up atau bagaimana menjaga stamina saat lari jauh, melainkan juga mengajarkan bagaimana cara bangkit ketika kehidupan terasa berat dan penuh tekanan.
Bagi saya dan banyak teman lainnya, Pak Ari lebih dari sekadar guru PJOK atau wali kelas. Ia adalah sosok inspiratif yang telah memberikan teladan tentang arti ketekunan, kepedulian, dan pengabdian. Ia membuktikan bahwa guru sejati bukan hanya mereka yang menyampaikan materi, tetapi juga mereka yang hadir untuk mendampingi, menguatkan, dan membimbing muridnya tumbuh menjadi pribadi yang utuh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI