Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

WFO pada Masa PPKM Darurat, Dilematisnya Menjadi Seorang Karyawan

7 Juli 2021   15:32 Diperbarui: 9 November 2021   22:00 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja berangkat ke kantor. Foto: Kompas.com

WFO atau bekerja di kantor menjadi dilema tersendiri bagi para karyawan. Saya sendiri masih beruntung, walaupun perusahaan tempat kerja saya masuk sektor kritikal (karena masuk dalam bidang energi), manajemen memberlakukan Work from home (WFH) 50 persen selama pemberlakuan PPKM Darurat. Mekanismenya, satu hari WFO dan satu hari WFH. Diselang-seling supaya protokol kesehatan bisa lebih terkontrol. 

Di beberapa pabrik lain, aturan PPKM ini banyak dilanggar. Tak usahlah jauh-jauh melihat berita di media massa. Sebagai pekerja di kawasan industri, saya melihat sendiri bagaimana ramainya situasi kawasan ditengah pemberlakuan PPKM darurat. Begitulah nasib karyawan yang serba dilematis. Kalau nekad tidak masuk kerja, gaji bisa dipotong. 

Mana ada karyawan yang mau gaji dipotong. Potongan gaji satu hari itu tidak sedikit untuk ukuran karyawan. Cicilan rumah, cicilan kendaraan, atau biaya sekolah anak bisa terganggu. 

Tetapi jika tetap masuk kerja menunaikan kewajiban, Covid-19 menghantui. Faktanya, tidak sedikit pekerja yang terpapar dan harus isolasi mandiri. Di tempat kerja saya sendiri sudah ada beberapa orang yang terpapar. Masih beruntung kalau hanya isolasi mandiri. Banyak juga yang harus dirawat karena gejala berat.

Risiko terbesar menurut saya bukan ketika berada di kantor. Saya percaya banyak perusahaan yang sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat di lingkungan kerja seperti pengisian assesment Covid-19, penataan area kerja untuk physical distancing, swab antigen secara berkala, pemberian multivitamin, sampai pada kewajiban tamu untuk menunjukkan hasil swab antigen saat akan memasuki area perusahaan. 

Contoh di tempat saya bekerja, setiap karyawan yang mengeluh meriang/batuk/pilek/pusing tidak boleh masuk ke area kerja. Mereka akan langsung diarahkan untuk swab antigen oleh satgas Covid-19. 

Potensi terbesar terpapar justru berada di sepanjang perjalanan menuju tempat kerja. Lihatlah bagaimana kemacetan malah mengular saat PPKM diberlakukan. Penyekatan yang dilakukan justru menimbulkan masalah baru. Potensi lainnya adalah ketika menaiki transportasi umum. Kemungkinan untuk terpapar cukup tinggi. 

Belum lagi banyaknya oknum masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Pedagang-pedagang kecil dipinggir-pinggir jalan yang tak mau memakai masker. Kita menyatu dengan orang-orang yang tidak percaya akan Covid-19. Celakanya, oknum masyarakat seperti itu tidak sedikit.

Sebagai karyawan, harus bagaimana?

Ya tentu saja karyawan hanya bisa pasrah pada kebijakan pimpinan. Bagaimanapun yang menggaji karyawan itu adalah pengusaha. Kasarnya, pengusahalah yang memberi makan. 

Mau tak mau harus tunduk pada putusan pimpinan. Bekerja merupakan tujuan mulia guna memenuhi kebutuhan hidup. Yang bisa hanya dilakukan hanyalah menjaga diri sebaik mungkin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun