Kalau dulu lembur cukup ada perintah dari atasan, sekarang tidak. Contohnya harus ada target yang jelas, apa saja yang dikerjakan, berapa jam lembur, dan lain-lain. Ya hal-hal itu wajar sih. Namun dulu tidak seribet itu.
2. Perlu persetujuan dari level tinggi
Mungkin dulu persetujuan lembur cukup dari supervisor, sekarang bisa approval atau persetujuannya bisa sampai level direktur. Intinya tidak bisa sembarangan. Level manager pun tak berani untuk memberikan perintah lembur.
Tujuannya hanya satu: menekan biaya overtime (lembur). Menekan biaya lembur sama dengan usaha efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan. Karena biaya lembur ditekan, maka muncullah kebijakan baru dimana lembur itu tidak membuat perusahaan mengeluarkan biaya ekstra: Lembur ganti hari.
Bagaimana mekanisme lembur ganti hari?
Sebenarnya sama saja. Prinsipnya pekerja diminta melakukan kerja ekstra untuk mengejar target produksi. Namun kompensasinya tidak dibayarkan dengan uang melainkan penggantian / tukar hari libur.
Misalnya, saya melakukan lembur selama 2 hari berturut-turut. Per harinya 4 jam. Maka 2 hari saya memiliki "tabungan" 8 jam kerja. Tabungan jam ini bisa saya gunakan untuk libur di hari efektif selama 1 hari (8 jam kerja). Sederhananya, saya mendapatkan libur sebagai pengganti jam lembur saya. Itulah mengapa disebut lembur ganti hari.Â
Karena lembur itu sudah dibayar dengan penggantian hari, otomatis sudah tak mendapatkan lagi uang lembur.
Seperti yang sudah dituliskan oleh Kompasianer mas Agil S Habib dalam artikelnya, saya mengamini bahwa apa yang dituliskan itu benar adanya. Lembur ganti hari itu gampang diinstruksikan tetapi sukar saat diminta. Sudah capek-capek lembur eh ketika diminta penggantian hari selalu saja alasan dari atasan. Misalnya saja karena load produksi sedang ramai, ada yang tidak bisa ditinggal, ataupun alasan subyektif atasan.
Lembur ganti hari, apa implikasinya?
Kebijakan lembur ganti hari ini sebenarnya cukup menyulitkan para pimpinan di lapangan. Kebijakan ini kurang populer di kalangan pekerja level bawah. Maklum, kerja ekstra ini tidak membuat mereka mendapatkan tambahan penghasilan. Karyawan itu lebih kompensasi uang lembur daripada diberi libur kerja.Â
Makanya para pimpinan lapangan yang berhadapan langsung dengan mereka jadi agak sulit. Serba dilematis. Di satu sisi pimpinan lapangan ini harus tunduk pada atasannya sekaligus membantu menjaga kondisi keuangan perusahaan agar tetap sehat, tetapi disisi lain mereka juga harus mendengarkan keluhan para bawahannya. Harus diingat, menghadapi orang itu tidak seperti menghadapi robot. Tidak mudah.