Mohon tunggu...
Alfian Wahyu Nugroho
Alfian Wahyu Nugroho Mohon Tunggu... Penulis Artikel

Selamat membaca beragam tulisan yang menganalisis berbagai fenomena dengan teori-teori sosiologi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Rakyat dalam Teori Kritis Sosial Pendidikan

26 Juni 2025   14:43 Diperbarui: 26 Juni 2025   14:43 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekolah Rakyat (Sumber: https://campusnet.news/sekolah-rakyat-cara-menghidupkan-kembali-konsep-pendidikan/)

Pada Juli 2025 nanti, kita sudah tahu tentang wacana bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto meluncurkan program ambisius, yaitu Sekolah Rakyat. Merupakan sebuah inisiatif pendidikan berasrama yang ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem. Program ini dirancang untuk menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas, mencakup jenjang SD, SMP, dan SMA, dengan harapan memutus rantai kemiskinan antargenerasi. Dari berbagai sumber saya dapatkan, sebanyak 200 Sekolah Rakyat direncanakan akan dibangun di seluruh Indonesia, dengan 53 unit di antaranya ditargetkan selesai dan siap beroperasi pada tahun ajaran 2025/2026. Program ini tidak hanya menyediakan fasilitas pendidikan, tetapi juga mencakup kebutuhan dasar siswa seperti tempat tinggal, makanan, dan perlengkapan belajar, termasuk penggunaan teknologi seperti iPad untuk mendukung proses pembelajaran. Meskipun program ini mendapat sambutan positif dari banyak pihak, sejumlah akademisi dan pakar pendidikan mengajukan pertanyaan kritis mengenai dasar teori dan implementasi jangka panjangnya. Prof. Tuti Budirahayu, Guru Besar Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga, mempertanyakan dasar teori dari Program Sekolah Rakyat tersebut, menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap fungsi sosial pendidikan dalam masyarakat. Banyak ahli juga yang menyoroti bahwa program ini mungkin mengulang pola pendidikan masa kolonial yang membedakan sistem pendidikan berdasarkan status sosial, serta mempertanyakan keberlanjutan dan efektivitas program dalam jangka panjang. 

Seperti yang sudah dijelaskan diberbagai artikel lain tentang Sekolah Rakyat, konsep program ini di Indonesia memiliki akar sejarah yang panjang, bermula dari masa pemerintahan Hindia Belanda.  Dari berbagai sumber yang saya kumpulkan, pada tahun 1892, pemerintah kolonial mendirikan sekolah dengan nama Volkschool di Bandung, yang ditujukan untuk anak-anak pribumi lulusan sekolah rendah tingkat dua (ongko loro). Tujuan utama dari pendirian Volkschool adalah meningkatkan literasi di kalangan masyarakat lokal, meskipun aksesnya masih sangat terbatas dan kurikulumnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan administrasi kolonial. Selama masa pendudukan Jepang (1942--1945), sistem pendidikan mengalami perubahan signifikan.  Volkschool diubah namanya menjadi Kokumin Gakko, dengan penekanan pada pendidikan yang mendukung ideologi dan kebutuhan militer Jepang.  Meskipun demikian, inti dari pendidikan massa untuk rakyat tetap dipertahankan, meski dalam kerangka yang berbeda. Setelah Indonesia merdeka, konsep Sekolah Rakyat mengalami transformasi.  Pemerintah Indonesia berupaya menjadikan pendidikan sebagai alat untuk mempersatukan bangsa yang beragam. Sekolah Rakyat menjadi simbol perjuangan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan kurikulum yang menekankan pada nilai-nilai kebangsaan dan pembangunan karakter. Namun, dalam praktiknya, pendidikan di Indonesia pasca-kemerdekaan masih menghadapi tantangan besar, seperti ketimpangan akses, kualitas pendidikan yang rendah di daerah terpencil, dan kurangnya tenaga pengajar yang berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada perubahan dalam tujuan dan pendekatan, tantangan dalam penyelenggaraan pendidikan untuk rakyat tetap ada. Pada tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto menghidupkan kembali konsep Sekolah Rakyat sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan.  Program ini dirancang sebagai sekolah berasrama yang menyediakan pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem, khususnya mereka yang termasuk dalam desil 1 dan 2 Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Program Sekolah Rakyat ini tidak hanya menyediakan fasilitas pendidikan, tetapi juga mencakup kebutuhan dasar siswa seperti tempat tinggal, makanan, dan perlengkapan belajar. 

Saya pribadi tentu mendukung program ini karena secara fungsional memang memiliki dampak positif yang signifikan. Saya mencoba menulis artikel ini dengan tujuan untuk mengkaji Sekolah Rakyat melalui lensa teori-teori sosiologi pendidikan, baik klasik maupun kontemporer. Hal utama yang akan dieksplorasi tentu merujuk pada pertanyaan apakah Sekolah Rakyat merupakan solusi jangka panjang untuk ketimpangan pendidikan.

Dinamika Prespektif Teori Sosial Pendidikan dalam Menganalisis Sekolah Rakyat

Program Sekolah Rakyat dapat dilihat sebagai upaya negara untuk mengintegrasikan anak-anak dari keluarga miskin ke dalam struktur sosial yang lebih luas melalui pendidikan formal. Dari perspektif struktural fungsionalisme, pendidikan berperan sebagai mekanisme sosialisasi yang mentransmisikan nilai-nilai dan norma-norma sosial untuk menjaga stabilitas dan kohesi masyarakat. 

Dengan menyediakan pendidikan gratis dan berasrama, program ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan kesempatan bagi semua warga negara, yang sejalan dengan fungsi manifest pendidikan dalam teori ini. Namun, perlu dicermati apakah program ini juga menghasilkan fungsi laten, seperti penciptaan ketergantungan pada negara atau penguatan stratifikasi sosial melalui labelisasi peserta didik sebagai "penerima bantuan". 

Teori reproduksi sosial, yang dikemukakan oleh Bourdieu dan Passeron, memandang pendidikan sebagai alat yang mereproduksi struktur kelas sosial yang ada melalui mekanisme seperti habitus dan kapital budaya. Dalam konteks Sekolah Rakyat, meskipun program ini bertujuan untuk memutus rantai kemiskinan, terdapat risiko bahwa sekolah ini justru mereproduksi posisi sosial peserta didik sebagai kelompok marginal. Dengan kurikulum nasional yang seragam dan pendekatan pendidikan yang tidak mempertimbangkan konteks lokal peserta didik, program ini mungkin tidak memberikan ruang bagi pengembangan kapital budaya yang relevan dengan latar belakang mereka. Hal ini dapat menghambat mobilitas sosial vertikal dan mempertahankan status quo ketimpangan sosial. 

Teori pendidikan kritis, yang dipelopori oleh Paulo Freire, menekankan pentingnya pendidikan sebagai alat emansipasi yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kesadaran kritis (conscientization) terhadap realitas sosial mereka. Dalam konteks Sekolah Rakyat, muncul pertanyaan apakah program ini memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengkritisi dan mengubah kondisi sosial mereka, ataukah justru menanamkan nilai-nilai dominan yang mempertahankan struktur kekuasaan yang ada. Jika pendekatan pedagogis dalam Sekolah Rakyat bersifat top-down dan tidak melibatkan partisipasi aktif peserta didik dalam proses pembelajaran, maka program ini berisiko menjadi alat kontrol sosial yang menundukkan peserta didik pada ideologi negara. Sebaliknya, jika program ini mampu mengembangkan kurikulum yang kontekstual dan memberdayakan, maka Sekolah Rakyat berpotensi menjadi ruang emansipasi bagi kelompok marginal. 

Analisis ini menunjukkan bahwa program Sekolah Rakyat dapat memiliki implikasi yang berbeda tergantung pada pendekatan teoritis yang digunakan. Penting bagi perancang dan pelaksana program untuk mempertimbangkan berbagai perspektif ini agar tujuan pemberdayaan melalui pendidikan dapat tercapai secara efektif dan berkelanjutan. 

Masalah Struktural dalam Program Sekolah Rakyat bagi Masyarakat 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun