Mohon tunggu...
Alfian Wahyu Nugroho
Alfian Wahyu Nugroho Mohon Tunggu... Penulis Artikel

Selamat membaca beragam tulisan yang menganalisis berbagai fenomena dengan teori-teori sosiologi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berbagai Kritik Radikal Tokoh Sosiologi Pendidikan dalam Memandang Sistem Universitas

18 Mei 2025   14:57 Diperbarui: 20 Mei 2025   18:39 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Henry Giroux (Sumber: https://monthlyreview.org/press/gangster-capitalism-nostalgic-authoritarianism-in-trumps-america-henry-giroux-via-salon/)

Konsep McDonaldization pertama kali dikemukakan oleh sosiolog George Ritzer pada tahun 1993 dalam bukunya The McDonaldization of Society. Ritzer mengambil analogi dari sistem restoran cepat saji McDonald's untuk menjelaskan bagaimana berbagai aspek kehidupan modern, termasuk pendidikan, mengalami proses rasionalisasi yang menekankan efisiensi, prediktabilitas, kalkulabilitas, dan kontrol. Konsep ini adalah perluasan teori Max Weber tentang rasionalisasi dalam masyarakat modern, namun lebih menyoroti budaya konsumsi dan organisasi yang menyeragamkan pengalaman. Dalam konteks pendidikan, McDonaldization merujuk pada bagaimana universitas dan institusi pendidikan tinggi mengadopsi prinsip-prinsip produksi massal dan standar efisiensi yang mirip dengan sistem manufaktur atau jasa cepat saji. Fokusnya adalah pada pengukuran kuantitatif hasil belajar, standarisasi kurikulum, pengajaran yang cepat dan mudah diakses, serta penggunaan teknologi untuk mengontrol dan mengawasi proses belajar mengajar. Pendekatan ini seringkali mengorbankan kualitas pembelajaran yang mendalam dan kritis demi kecepatan dan keseragaman. Prinsip efisiensi misalnya terlihat pada sistem kredit semester dan jadwal kuliah yang ketat sehingga mahasiswa didorong untuk menyelesaikan studi dalam waktu sesingkat mungkin. Prediktabilitas tercermin dalam metode pengajaran yang seragam dan evaluasi berbasis ujian standar. Kalkulabilitas diimplementasikan lewat pengukuran kuantitatif seperti IPK dan kuantitas publikasi akademik. Kontrol muncul melalui pengawasan digital, penggunaan sistem pembelajaran online, dan aturan ketat yang membatasi kebebasan akademik.

George Ritzier (Sumber: https://www.slowfoodeditore.it/en/42_ritzer-george)
George Ritzier (Sumber: https://www.slowfoodeditore.it/en/42_ritzer-george)

Contoh konkritnya adalah fenomena massification atau pendidikan massal yang membuat universitas bertransformasi dari institusi elit menjadi institusi yang melayani jutaan mahasiswa. Hal ini menuntut universitas untuk mengoptimalkan sumber daya secara maksimal, sehingga muncul praktik "produksi" lulusan dengan standar minimum yang sama, bukan fokus pada pengembangan intelektual dan kritis secara individual. Dampaknya, mahasiswa menjadi lebih sebagai "produk" yang diproses secara efisien, bukan sebagai individu yang dibebaskan potensinya.

Kritik terhadap McDonalddisasi pendidikan menyoroti bagaimana standar dan prosedur yang seragam bisa menghambat kreativitas, berpikir kritis, dan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa. Sistem yang terlalu birokratis dan fokus pada kuantitas juga berisiko mengabaikan keberagaman kebutuhan dan potensi mahasiswa, serta mereduksi pendidikan menjadi sekadar formalitas administratif dan rutinitas teknis. Dengan demikian, konsep McDonalddisasi membuka diskusi penting tentang bagaimana sistem pendidikan modern menghadapi tantangan globalisasi dan tekanan ekonomi, namun sekaligus mengingatkan bahaya homogenisasi dan mekanisasi pendidikan yang mengorbankan kualitas dan makna pendidikan itu sendiri.

Universitas sebagai Tempat Reproduksi Kekuasaan menurut Pierre Bourdieu 

Pierre Bourdieu adalah salah satu tokoh sosiologi paling berpengaruh dalam kajian pendidikan dan stratifikasi sosial. Teorinya tentang kapital / modal dan habitus sangat penting untuk memahami bagaimana sistem pendidikan bukan sekadar tempat transfer ilmu, tetapi juga arena reproduksi dan legitimasi kekuasaan kelas. Dalam konteks pendidikan, Bourdieu melihat institusi pendidikan sebagai alat utama untuk mempertahankan struktur sosial yang ada melalui distribusi modal budaya dan modal sosial. Bourdieu menjelaskan bahwa ada tiga jenis modal utama, modal ekonomi (uang dan kekayaan), modal sosial (jaringan sosial dan hubungan), dan modal budaya (pengetahuan, kemampuan, dan disposisi budaya). Pendidikan berperan sebagai mekanisme distribusi dan pengukuhan modal budaya, yang sering kali tidak diakui secara eksplisit, tetapi sangat menentukan keberhasilan individu dalam sistem sosial. Modal budaya yang dimiliki oleh kelas dominan lebih sesuai dengan kurikulum dan nilai-nilai pendidikan formal, sehingga mereka lebih mudah sukses di dunia pendidikan. Konsep habitus Bourdieu menggambarkan cara berpikir, merasakan, dan bertindak yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial seseorang. Dalam dunia pendidikan, habitus kelas menengah dan atas yang sudah terbentuk sejak dini memungkinkan mereka beradaptasi dan berhasil di sistem universitas yang didesain oleh kelas dominan. Sebaliknya, siswa dari kelas bawah sering mengalami ketidakcocokan dan kesulitan, yang membuat mereka terpinggirkan atau bahkan gagal.

Pierre Bourdieu (Sumber: https://www.wikiwand.com/fr/articles/Pierre_Bourdieu)
Pierre Bourdieu (Sumber: https://www.wikiwand.com/fr/articles/Pierre_Bourdieu)

Bourdieu mengkritik sistem pendidikan yang ia lihat sebagai alat reproduksi sosial karena memberikan legitimasi pada ketidaksetaraan. Pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu, tapi juga melegitimasi perbedaan kelas melalui proses yang disebut symbolic violence, suatu bentuk kekerasan simbolik yang halus, di mana kelas bawah dianggap kurang berkompeten secara alami. Misalnya, bahasa, gaya bicara, dan kebiasaan budaya kelas atas dianggap standar yang benar, sementara yang lain dianggap inferior. Contoh konkret penerapan teori Bourdieu dalam pendidikan adalah fenomena di mana anak-anak dari keluarga kaya dan berpendidikan tinggi mendapatkan akses lebih mudah ke perguruan tinggi elite melalui jaringan dan bimbingan yang sesuai dengan nilai-nilai akademik. Sedangkan anak-anak dari latar belakang kurang beruntung menghadapi hambatan bahasa, norma sosial, dan kurangnya dukungan, yang membuat mereka sulit bersaing secara adil meskipun secara intelektual potensial.

Dalam praktiknya, hal ini bisa dilihat dari data disparitas pendidikan di berbagai negara, di mana kelas sosial atas lebih dominan dalam institusi pendidikan tinggi ternama, sementara kelas bawah mengalami kesulitan masuk dan bertahan di universitas. Sistem beasiswa, seleksi masuk, dan standar akademik sering kali tidak cukup mengatasi ketimpangan ini, karena modal budaya dan habitus juga berperan besar dalam keberhasilan akademik. Dengan analisis Bourdieu, kita bisa memahami bahwa kritik terhadap universitas bukan hanya soal kualitas pengajaran atau fasilitas, tetapi juga soal struktur sosial yang direproduksi secara sistemik melalui pendidikan. Pendidikan menjadi arena perjuangan simbolik yang memperkuat dominasi kelas tertentu dan meminggirkan kelompok lain, menjadikan universitas sebagai institusi yang tidak netral secara sosial.

Louis Althusser Menganggap Pendidikan sebagai Ideological State Apparatus

Louis Althusser, seorang filsuf Marxis asal Prancis, memberikan kontribusi penting dalam kajian pendidikan melalui konsep Ideological State Apparatuses (ISA). Dalam pandangan Althusser, pendidikan tidak netral, melainkan merupakan salah satu perangkat negara yang digunakan untuk mempertahankan kekuasaan kelas penguasa. Bersama dengan institusi seperti agama, keluarga, dan media, sekolah dan universitas menjadi sarana utama untuk menyebarkan ideologi dominan dan memastikan stabilitas kapitalisme. Althusser membedakan antara Repressive State Apparatus (RSA) dan Ideological State Apparatus (ISA). RSA seperti polisi atau militer mempertahankan kekuasaan melalui kekerasan atau paksaan, sementara ISA bekerja melalui ideologi, dan cenderung "halus" namun sangat efektif. Pendidikan, sebagai bagian dari ISA, memiliki peran sentral karena menjadi tempat pertama dan paling lama di mana individu dilatih untuk "patuh" dan menerima struktur sosial yang ada sebagai sesuatu yang wajar dan tidak dapat dipertanyakan. Dalam konteks universitas, Althusser menganggap bahwa pendidikan tinggi menginternalisasi ideologi dominan melalui kurikulum, sistem evaluasi, disiplin keilmuan, dan relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa. Universitas bukan sekadar tempat belajar, tetapi merupakan tempat di mana mahasiswa "diinterpelasi" sebagai subjek ideologis, mereka diberi identitas sebagai "warga negara yang baik", "calon profesional", atau "tenaga kerja masa depan" yang harus berfungsi dalam sistem kapitalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun