"Suatu hari ketika fajar baru mengembang, bapak memasuki hutan dan hanya berbekal parang serta senter. Satu minggu dia di sana. Ketika pulang, wajahnya memerah. Kemudian dia meletakkan parang, center lalu bergegas mencuci baju. Dari situ dia pergi. Entah ke mana. Mungkin menemui sahabatnya untuk merundingkan sesuatu," katanya seraya berdiri dan mengirup udara pegunungan.
Menurut Dewi, setelah pergi dan lalu pulang. Bapaknya tidak beristirahat. Tapi, mengasah parang lalu membawa benda itu dan tak lupa center.
"Aku tidak mengetahui apa yang terjadi. Aku hanya diam lalu mencoba tidur,"
Dewi menjelaskan. Tak lama mata terpejam. Terdengar suara larangan warga. Para warga melarang bapaknya Dewi dan lima orang rekannya untuk memasuki hutan itu. Meski, bapaknya Dewi sudah menjelaskan, di sana terdapat alat berat dan peralatan tambang serta pengawalan dari aparat keamanan.
"Bapak dan kawan-kawannya tidak sampai memasuki hutan. Para preman yang mungkin orang suruan pemilik tambang, mereka datang. Jumlahnya puluhan dan ada yang membawa senapan serta pedang," Dewi kembali duduk dan merendam tubuh ke dalam dua lututnya. Suaranya terisak. Air matanya jatuh ke tanah merah yang masih basah.
Menurutnya, perkelahian terjadi. Jelas preman itu memenangkan pertarungan.
Tak ada lagi warga yang bertanya-tanya tentang tambang di dalam gunung Suka Hilang. Meski, di daerah penyanggahnya sempat terjadi gempa selama satu bulan. Para pakar dari luar negeri menyatakan melalui berita, gempa tersebut dikarenakan keberlangsungan tambang. Tapi, tetap tak ada yang berani menanyakan. Semua diam. Semua percaya kalau gunung itu mampu menghilangkan orang.
"Aku hidup sendiri, saat ini. Aku ingin ke kota. Mungkin bisa melupakan hal pelik tragedi sekaligus komedi ini," katanya seraya tersenyum kecil.
Semoga Harimu Menyenangkan...