Mohon tunggu...
Alfa Riezie
Alfa Riezie Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengarang yang suka ihi uhu

Muhammad Alfariezie, nama yang memiliki arti sebagai Kesatria Paling Mulia. Semua itu sudah ada yang mengatur. Siapakah dan di manakah sesuatu itu? Di dalam perasaan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kuntilanak dan Bajil Berjalan ke Arahku

1 Maret 2021   00:55 Diperbarui: 1 Maret 2021   07:57 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image By Muhammad Alfariezie

Gigi kuntilanak itu seperti milik ikan hiu atau buaya. Sungguh tidak rata.

Bibir kuntilanak itu terlihat amat merah. Wajahnya pucat, kotor dan berwarna putih. Dan, tingginya berubah-ubah. Awal aku melihat, dia setinggi atap rumah berlantai dua. Lalu, saat aku melihat lagi, tingginya sama seperti manusia normal.

Aku langsung berlari ke arah satpam yang sejak awal masuk ke sini sudah pingsan. Ketika kami berhasil memanjat pagar, langsung membuka pintu. Saat kami berhasil membuka dan masuk ke rumah ini, terlihat pintu kamar tempat perempuan gantung diri, sudah terbuka.

Kami pun bergegas menuju tempat bunuh diri untuk mencari sesuatu guna penyelidikanku. Namun, saat kami baru berjalan tiga meter, pintu rumah tertutup kencang. Saat kami membalikkan badan, kuntilanak dan bajil sudah berada di depan pintu.

Aku berlari menuju tangga karena melihat satpam kompleks yang pingsan sedangkan di depan ada makhluk yang tangannya melambai-lambai ke arahku. Tapi, belum sempat sampai tujuan, perempuan dan bayi hantu tersebut sudah berada di depan tangga. Sontak aku terjatuh dan langsung merangkak ke sudut tangga.

Setengah jam kami sudah di rumah ini. Tapi, malam berlalu lama sekali. Perasaanku mengatakan, kami di sini baru menghabiskan waktu satu menit.

Aku tak menyangka bisa terjebak di rumah yang gelap dan penuh sarang laba-laba. Saat tak sengaja memandang langit-langit rumah, aku melihat ada seratus sarang laba-laba. Sarang-sarang yang lengket itu tergantung di atas besi tempat lampu hingga ke sudut-sudut ruang.

Selain itu, besi penyanggah rumah ini sudah berkarat. Tapi, meski rumah ini sudah tidak menjadi tempat tinggal manusia, masih terlihat beberapa lukisan abstrak di dindingnya serta beberapa foto hitam putih di lemari yang sudah agak lapuk.

Aku mencoba membangunkan satpam. Tapi, tidak ada jawaban. Padahal, aku sudah menampar-nampar pipinya, aku sudah menggoyang-goyangkan tubuhnya. Sedangkan, saat aku melihat ke arah tangga, semakin berdegublah jantungku karena melihat kuntilanak dan bajil gontai menuju kami.

Aku berusaha mengangkat tubuh satpam yang berbadan buncit ini. Tapi, sia-sia. Tenagaku tidak sanggup membopong orang yang pingsan. Namun, aku tak mau selalu diam di rumah ini. Aku ingin keluar dari sini.

"To.to.to," suaraku seperti ada yang menahan. Aku tidak bisa berteriak. Aku menjadi orang yang gagap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun