Mohon tunggu...
Alfa Riezie
Alfa Riezie Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengarang yang suka ihi uhu

Muhammad Alfariezie, nama yang memiliki arti sebagai Kesatria Paling Mulia. Semua itu sudah ada yang mengatur. Siapakah dan di manakah sesuatu itu? Di dalam perasaan dan pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Untuk Kesehatan Saja Masyarakat Mesti Membayar

26 Januari 2021   01:57 Diperbarui: 26 Januari 2021   02:34 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image By Muhammad Alfariezie

Masyarakat Lampung sangat menanti-nanti sosok dan golongan yang benar-benar peduli terhadap keberlangsungan hidup. Seperti kemudahan mendapat jaminan kesehatan, sumber pangan dan tempat tinggal. Tapi, untuk kesehatan saja masyarakat mesti membayar iuran. Untuk bertempat tinggal secara layak seperti tidur di rumah sendiri hampir tidak mungkin karena harga yang tidak sesuai dengan upah sebagian karyawan.

Praktek di lapangan, perusahaan-perusahaan luar negeri selalu berdatangan membuka perindustrian, perkebunan, pertanian hingga pertambangan secara besar-besaran. Tentu saja, pemerintah mendapat keuntungan.

Sumber keuangan pemerintah pun berasal dari masyarakat dan kekayaan alam yang ada. Pemerintah menerima pajak tidak dari masyarakat saja. Tapi, dari perusahaan-perusahaan asing. Selain itu, pemerintah memiliki pendapatan dari usaha negara yang kendalinya dipegang BUMN.

Tentu saja penghasilan itu tidak sedikit. Sebab, orang yang menjual bensin eceran pun mendapat keuntungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Apalagi, dari penjualan minyak, gas, hasil kebun, hasil pertanian hingga pertambangan negara. Tapi, kenapa negara masih mengeluh dalam menyejahterakan masyarakat? Bahkan bersikeras mendatangkan investor asing. Kapan masyarakat menikmati keuntungan dari hasil sumber daya alam negaranya? Justru hingga kini, masyarakat dibebani biaya ini itu. Lebih parah lagi, negara mesti berhutang guna pembangunan. Padahal, pergantian pemimpin, menteri dan wakil rakyat tidak berlangsung sekali dua kali selama kita memasuki usia kemerdekaan yang lebih dari 70 tahun.

Dosen FISIP Universitas Lampung Dedy Hermawan mengatakan pendapatnya tentang pergantian kekuasaan dari eksekutif hingga legislatif. Menurutnya, pergantian kepemimpinan tidak pernah berpengaruh bagi kesejahteraan masyarakat. Terbukti, banyak kepala daerah, menteri hingga DPR tertangkap menyelewengkan uang yang diperuntukkan kesejahteraan rakyat.

Hermawan pun mengungkapkan nada pesimisnya terhadap pemilihan kepala daerah. Katanya, ada kepala daerah hanya membuat susah saja. Kebijakan-kebijakan yang dibuat hanya untuk pemberi modal dana merebut kekuasaan.

Praktek di lapangan berkata demikian. Ambil contoh dari Upah Minimum Regional (UMR). Upah yang diterima oleh karyawan pada tahun 2021 hanya 2,4 juta. Upah yang diterima karyawan sungguh tidak cukup untuk membayar cicilan rumah yang harganya 2,9 juta. Apalagi uang muka yang nilainya 10 hingga 15 juta. Lantas, bagaimana untuk mencukupi? Suami dan istri mesti bekerja.

Mereka harus bekerja dari pukul delapan pagi hingga empat sore. Kalau mereka punya anak maka anaknya mesti diasuh oleh nenek. Kalau tidak punya nenek diasuh oleh tante. Jika tante tak mau mesti menyewa pembantu. Bagaimana membayar pembantu jika upah sepasang suami istri itu hanya cukup membayar angsuran rumah dan makan sehari-hari serta bahan bakar?

Segi upah karyawan saja pemerintah eksekutif dan legislatif belum mampu memberi solusi. Bagaimana mungkin dampak normal dari pilkada dirasakan masyarakat?

Wajar jika Hermawan mengatakan, sejarah pilkada kita tidak terlalu menggembirakan terhadap perubahan kemajuan masyarakat. Salah satu dampak pilkada yang normal adalah perbaikan ekonomi daerah. Kenyataan di lapangan, ekonomi kita tidak baik-baik saja.

Jika ada calon pemimpin eksekutif dan legislatif yang mengajak masyarakat untuk jangan golput maka akan lebih baik dan masuk akal bila orang-orang itu becermin. Mungkin, setelah becermin mereka akan merenung. Lalu, menghentikan niatnya untuk maju dalam pilkada. Setelah itu, dana politik atau dana kampanye yang besar disumbangkan untuk kepentingan masyarakat. Seperti mengamalkan harta untuk membeli tanah guna menggarap pertanian rakyat, usaha kuliner rakyat hingga industri kerakyatan. Dari pada maju sebagai calon eksekutif atau legislatif. Setelah terpilih pun hanya memikirkan pengembalian modal atau membayar hutang di bank? Atau balas budi kepada si pemberi modal.

Biaya politik jauh lebih besar dibanding kemajuan daerah. Terbukti dari skala Lampung. Dedy Hermawan menjelaskan, menelaah barometer indeks pembangunan manusia maka kemajuan Lampung terhitung sejak zaman Gubernur Sjachroedin sampai sekarang, kurang lebih 20 tahun, ternyata provinsi ini berada di tingkat ke 3 paling bawah se sumatera.

Minimnya pembangunan teknologi hingga bangunan yang mempengaruhi ekonomi Lampung dikarenakan kepemimpinan yang diraih secara pragmatis. Ada yang bukan dari kalangan aktivis dan tidak mengerti ilmu politik, secara tiba-tiba menjadi calon pemimpin karena mendapat support dari pengusaha guna mengamankan kepentingannya.

"Kematangan dan kedewasan dalam bersikap dan bertindak harus lentur sehingga tidak mudah patah. Untuk itu, menjadi pemimpin tidak bisa instan. Dia harus benar-benar dari awal. Misal, dari pengurus ranting, punya latar belakang sebagai pengurus organisasi, aktivis dan lain-lain," ujarnya di ruang senat unila ketika menjelaskan calon pemimpin yang baik.

"Kemudian, mengikuti pelatihan. Lalu, pertajam materi kepolitikannya tentang demokrasi, hak asasi, kepemimpinan publik hingga ekonomi harus dikuasai. Hal mendasar lain yang harus dipahami tentang politik ialah mengerti tentang konstitusi, keadilan, kemanusiaan," tambahnya.

Kecerdasan pemimpin ketika menimbang dan memutuskan kebijakan demi kepentingan kesejahteraan  masyarakat pada wilayahnya adalah supremasi. Integrasi pembangunan, teknologi, literasi, pendidikan dan kebudayaan hingga ekonomi mesti dilakukan guna mewujudkan humanisasi.

Anarkis bukan mustahil terjadi jika pada suatu hari nanti, calon-calon pemimpin eksekutif hingga legislatif yang lesu pengetahuan dan pengalaman justru memenangkan pertarungan. Masyarakat sudah mengalami berbagai fase sulit. Masyarakat perlu makan, dana kesehatan dan tempat tinggal demi hidup rukun bersama keluarga, tetangga dan kawan.

2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun