Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Menilik Sikap AS terhadap FaceApp dan Data Privasi

18 Juli 2019   19:39 Diperbarui: 19 Juli 2019   07:29 6546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi FaceApp: Pixabay

FaceApp kembali viral di kalangan netizen. Aplikasi FaceApp belakangan menjadi sangat populer karena kemampuan mengubah foto wajah seseorang menjadi wajah tua secara cepat dan instan.

Aplikasi ini dikelola oleh perusahaan Rusia Wireless Lab yang sudah diluncurkan sejak tahun 2017 silam. FaceApp menerapkan teknologi Artificial Intelligence (AI) dalam mengubah foto wajah penggunanya.

Akan tetapi ada beberapa pihak yang mempertanyakan potensi ancaman yang mungkin timbul akibat penggunaan aplikasi ini terutama berkaitan soal privasi pengguna.

Pengguna wajib menyetujui permintaan FaceApp dalam mengakses foto, lokasi, serta riwayat pencarian di internet sebelum digunakan. Timbul kekhawatiran terhadap informasi dan foto pribadi yang mesti diakses oleh FaceApp.

Aplikasi FaceApp sendiri sudah diunduh lebih dari 100 juta kali di Play Store dan menempati posisi teratas di 121 negara melalui iOS App Store. Dapat dibayangkan sudah berapa banyak foto yang telah diedit dan dikoleksi oleh aplikasi tersebut.

Dikutip melalui Reuters, seorang politisi asal Amerika Serikat (AS), Chuck Schumer, meminta kepada Federal Bureau of Investigation (FBI) dan Federal Trade Commission (FTC) untuk meninjau perizinan aplikasi FaceApp yang populer saat ini.

Pengguna wajib menyerahkan akses penuh terhadap data dan foto pribadi sebelum menggunakan FaceApp. Data berupa foto pengguna akan diproses oleh negara asal yang dimana FaceApp memiliki basis di Rusia.

Alasan inilah yang menyebabkan aplikasi FaceApp berpotensi menjadi ancaman bagi keamanan data pribadi terkhusus privasi warga Amerika Serikat. Bukan kali ini saja otoritas Amerika Serikat kerap melontarkan pernyataan miring soal teknologi.

Sumber: suryamalang.tribunnews.com
Sumber: suryamalang.tribunnews.com

Hubungan yang memanas antara AS dan China apabila ditelusuri lebih lanjut disebabkan persaingan di sektor teknologi. China dituding melakukan aktivitas spionase melalui operasi perusahaan Huawei milik Negeri Tirai Bambu.

Babak baru persaingan Amerika Serikat dan Rusia dapat dimulai melalui eksistensi FaceApp saat ini. Berbagai opini negatif muncul dari pihak AS dimana FaceApp diklaim sebagai "topeng baru" asal Rusia.

Menjelang Pemilu AS 2020 mendatang, Komite Nasional Demokrat memperingatkan para kandidat presiden beserta staff dari Partai Demokrat untuk tidak mengakses aplikasi FaceApp.

Pada Pemilu 2016 dimana Donald Trump sebagai pemenang, ada indikasi keterlibatan Rusia dalam pemilu tersebut. Rusia dituding menyebarkan konten hoaks melalui media sosial sehingga menguntungkan pihak Trump.

Partai Demokrat pada pemilu itu bisa dibilang kalah secara mengejutkan. Banyak survei yang telah dilakukan menyatakan bahwa Partai Demokrat akan mengungguli Partai Republik pada Pemilu 2016.

Kekalahan Partai Demokrat disebutkan adanya keterlibatan pihak asing dalam hal ini Rusia yang mengacaukan sistem teknologi yang mengelola data pemilu. Pernyataan yang disebutkan Komite Nasional Demokrat semakin mempertegas keterlibatan Rusia.

Dilansir dari TechCruch, tim pengelola aplikasi membantah semua komentar miring tersebut. Pihaknya menyatakan semua foto akan dihapus dari server pusat dalam waktu 48 jam sejak foto diunggah.

Selain itu tuduhan berupa data pengguna yang diserahkan ke Rusia juga tidak tepat. Hingga kini belum ada bukti yang menyatakan bahwa data pengguna FaceApp dikelola oleh otoritas Rusia.

Beragam komentar kontroversi tanpa bukti konkret kerap dilontarkan oleh Amerika Serikat. Berawal dari pernyataan otoritas setempat ternyata dapat dengan segera memengaruhi "teman dekat" AS di belahan dunia.

Disamping itu, ada poin penting yang bisa dipetik dari Amerika Serikat. Pemikiran dan sikap kritis terhadap apapun yang berpeluang menjadi ancaman terhadap keamanan nasional.

AS menyadari betul di era digitalisasi ancaman akan timbul tidak sama halnya dengan Perang Dunia II yang mengandalkan kekuatan senjata militer dan kontak fisik. Justru yang lebih mengancam hadir dari balik layar sebuah teknologi digital.

Otoritas AS akan terus berusaha memperlambat bahkan menghentikan laju apa saja yang menjadi penghambat kepentingannya. Maka, privasi terkait keamanan data warga negara menjadi prioritas utama seiring perkembangan teknologi.

Bogor, 18 Juli 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun