Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Festival Wai Humba: Ziarah Bersama Menyelamatkan "Ibu Bumi"

21 November 2022   10:33 Diperbarui: 26 November 2022   16:16 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyembelih ayam dalam ritual "Kalarat Wai" untuk menghormati Sang Pemilik Hidup yang menjaga sumber air (Foto: Panitia Wai Humba) 

Dan Pater Mike? Ia Direktur Yayasan Kemanusian Donders dalam Kelompok Imam Redemptoris. Ia penyokong utama Festival Wai Humba, sejak awal digelar pada 2012 silam. 

Keterlibatannya dalam pelestarian adat-istiadat dan ritual Marapu di Sumba terbilang total. Padahal ia seorang imam Katolik.

"Bagaimana Anda mengidentifikasi diri saat ini, sebagai imam Katolik atau imam Marapu? Bagaimana agar ajaran dua agama ini tidak tercampur dalam diri Anda?" tanya saya pada Mike.

Mike memandang saya lama. Barangkali belum pernah ada yang bertanya seperti itu kepada dia? Sebab keterlibatan yang sangat dalam bisa membuat seseorang tidak lagi memiliki batas yang jelas atas ajaran yang ia pegang dan yang sedang ia bela atau perjuangkan. Kawan, kau tahu kan Pastor Anthony de Mello, SJ sang penulis ulung itu? Ia diekskomunikasi oleh Vatican akibat dinilai sudah mencampur-campurkan ajaran Katolik dan ajaran Hindu di India.

 "Saya berada dalam kategori melakukan inkulturasi pada tingkat yang paling ekstrim," kata Mike kepada saya.

Diskusi bersama di Bale-Bale (Foto: Panitia Wai Humba) 
Diskusi bersama di Bale-Bale (Foto: Panitia Wai Humba) 

Inkulturasi adalah salah satu nilai utama yang dipegang oleh Gereja Katolik ketika pintu-pintu Gereja dibuka sejak Konsili Vatican II pada 1963. Banyak dokumen gereja yang dihasilkan dari sana, yang intinya adalah Gereja Katolik harus menjadi bagian dalam budaya-budaya lokal di mana pun berada. Bukan untuk "mencaploknya" masuk ke dalam Gereja, tetapi menjadi teman seiring-seperjalanan dalam ziarah bersama di dunia.

Festival Wai Humba yang lahir sebagai bentuk perlawan terhadap eksploitasi industri pertambangan emas yang pernah mengemuka di Sumba pada awal tahun 2012 itu adalah ziarah bersama menyelamatkan Sumba. Oleh seluruh penghuni yang ada di atas pulau ini. Juga teman-teman dari luar yang memiliki hati.

Dan ziarah bersama itu menemukan bentuknya dalam Festival Wai Humba. Kekerasan oleh aparat dan pemilik modal pada masa lalu membuat seluruh Sumba bangkit bersatu melakukan perlawanan terhadap upaya pengrusakan di atas wilayah hidup mereka.

=000=

 Na Tana Beri inamu" (Tanah adalah Ibumu) menjadi tema menantang di tengah keserakahan kaum pemilik modal yang kini merajalela. Juga di Sumba. "Tanah adalah Ibu" menjadi penegasan bahwa tanah di tempat kita berpijak adalah ina/inya/ibu/mama yang melahirkan dan memberi kehidupan. Maka pernyataan keras Mike dalam orasi budaya pada malam pembukaan Festial Wai Humba IX itu sangat mengena:

"Barangsiapa yang merusak bumi Sumba, ia telah berkhianat terhadap ibunya. Barangsiapa yang sudah mulai menjual tanah Sumba, ia sedang "menjual" ibunya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun