Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jejak Guru Ambon di Pasundan

8 Agustus 2022   11:59 Diperbarui: 8 Agustus 2022   12:08 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kutipan kalimat M.A.W Brouwer di perlintasan di Kota Bandung. Brouwer adalah seorang pastor katolik, peneliti dan penulis (Foto:Lex) 

Saya bertemu Hengky di Gereja Persekutuan Oikumene Umat Kristen (POUK) Depok II Timur usai kebaktian sore. Hadir pula Karel Ongirwalu (62) dan M.Masihin (61) teman  seangkatan dari Maluku.  Keduanya pun sudah pensiun.   

Mayoritas Kristen

Ary Kermite, Hengky Wahilaitwan, Karel Ongirwalu dan M. Mahisin adalah  empat dari sekitar 600 orang guru asal  Maluku yang dikirim ke Jawa Barat.  

"Hampir semuanya beragama kristen. Yang beragama Islam bisa dihitung dengan jari, terutama yang dari Pulau Seram. Tetapi waktu itu tidak  ada yang menjadi guru agama Kristen. Kami mengajar terutama Bahasa Indonesia dan Matematika. Dulu namanya Aljabar," terang Hengky lagi.

Dari Maluku mereka naik KM Tombato, kapal dagang yang disewa pemerintah sampai Tanjung Priok.  Perjalanan memakan waktu seminggu. 

"Sekitar bulan September 1977. Kita sebenarnya datang dari pulau-pulau  untuk tes pegawai negeri di Ambon. Mereka yang lulus langsung dapat kerja di sana. Kita yang tidak lulus kemudian ditawarkan jadi guru di Jawa Barat," cerita Karel.

Ketika itu ia masih seoang pemuda tanggung. Berusia antara  22 tahun. Tetapi beberapa orang dari mereka sudah menikah.

Belum pernah ada yang ke Jawa. "Hanya dengar-dengar  nama. Belum pernah ada yang ke Jakarta sebelumnya," kata Karel tertawa.

Tetapi saat mendengar cerita bahwa mereka akan ditempatkan di gunung dan pedalaman, ada yang mengundurkan diri.

"Soalnya di Maluku kita tinggal di pantai. Jadi begitu dengar cerita tentang pedalaman, banyak yang mengundurkan diri. Yang berani itu kebanyakan dari Maluku Utara dan Tenggara," jelas Hengky yang lahir di Pulau Larat.

Agar tidak  makin banyak yang mundur, panitia mewajibkan peserta mengumpulkan ijazah asli. Ijazah ini kemudian dibagikan saat mereka sudah di atas kapal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun