Mohon tunggu...
Alea Zakki
Alea Zakki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya hobi menulis dan membaca buku. Itu sesuai dengan kepribadian saya yang introvert. Tulisan yang saya sukai adalah fiksi romantisme. Lagu yang saya favoritkan adalah lagu religi dan romansa anak remaja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hati-Hati di Jalan

16 April 2024   12:54 Diperbarui: 16 April 2024   19:01 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Vespa. Sumber gambar: Herrfilm dari Pixabay

Lima hari berlalu semenjak wanita itu terbaring di rumah sakit. Dia sudah keluar dari masa komanya. Dan kini ditemani oleh calon pendamping hidup. Radit menyuapi tunangannya itu bubur hangat. "Makan yang banyak agar kamu lekas sembuh." Tuturnya lembut memperhatikan semua kebutuhan Sinta. "Iya, makasih banyak kamu udah mau ngurus aku." Balas Sinta bernada lembut masih nampak malu-malu. "Kita kan sudah bertunangan. Tidak perlu malu-malu begitu. Kamu manja pun aku akan tetap ada disisi kamu." Ujar Radit mengukir senyuman di wajahnya.

Dia meyakinkan Sinta, bahwa bidadari turun untuk seorang lelaki yang dicinta. Lelaki itu adalah Radit, yang sabar memberi seluruh waktunya untuk bidadari Sinta.

Dari balik pintu kamar, sang ayah membuka pintu sedikit. Pria tua itu mengintip anak dan calon menantunya yang terlihat mesra. "Papah lihat apa?" Tanya istrinya sontak mengejutkan pria tua itu dengan penyakit jantungnya. "Ibu, ini. Kalo bapak jantungan gimana?" Ucap Ayah Sinta sedikit kesal dan balik bertanya karena takut penyakit jantungnya kumat. "Maaf, Pah." Ujar Sang istri setelahnya penasaran dan ikut mengintip dari balik pintu. "Mereka so sweet ya, Pah. Manis unyu-unyu gimana gitu." Ujarnya lagi gemas melihat kelengketan calon suami istri itu. Ayah dan Ibu Sinta tersenyam-senyum sendiri melihat mereka berdua dari balik pintu itu, sampai Radit berbalik arah melihat kedua orang tua itu di pintu yang sedikit terbuka.

"Om? tante?" Sapa Radit menangkap basah keduanya sedang mengintip bersama. "Nggak apa-apa, lanjutkan saja." Kalimat itu terlontar bersama dari keduanya seraya tersipu malu. Mereka pelan menutup kembali pintu kamar itu rapat. Sontak memicu gelak tawa Sinta yang tak habis pikir dengan perilaku orang tuanya. "Udah eh, itu orang tua kita, kok kamu ketawain." Ujar Radit ikut terkekeh menanggapinya.

Hari-hari mereka lalui bersama. Butuh waktu empat bulan sampai Sinta benar-benar pulih kembali. Dua bulan sudah terjamah dengan perkembangan yang sangat baik. Wanita itu sekarang sudah bisa berobat jalan dari rumah. Sehari-hari menggunakan kursi roda ditemani oleh keluarga di rumah. Tiap-tiap hari Radit datang hanya untuk sekedar menemani tunangannya itu dan meluangkan waktu untuk mengurusinya setengah hari. Pagi itu sama seperti pagi-pagi kemarin. Sinta selalu diajak berkeliling komplek oleh Radit. Pria itu sering melempar candaan atau rayuan kepada bidadari cantik itu. Hanya untuk mengukir senyum di wajahnya, untuk lebih semangat dan lebih termotivasi untuk segera menjalani kehidupan normalnya semula.

"Radit, aku haus." Beritahu wanita itu, tenggorokkanya terasa kering. "Kamu tunggu sini, ya." Radit menaruh kursi roda Sinta di pinggir jalan dekat dengan bangku kayu yang panjang. Sinta melihat sekeliling dan merasa sangat gembira dapat menghirup udara segar setiap harinya. Senang juga melihat pepohonan dan rumput hijau taman dengan anak-anak yang bermain di sana. Lebih senang lagi, melihat Radit yang seperti awal pertemuan mereka. Pria itu menghampiri tunangannya dengan membawa dua botol air yang dirinya beli.


Belum sampai ke sana, dari arah kiri jalan sebuah mobil mengebut kencang. Mobil minibus itu tidak dapat mengerem dan malah menabrak sisi trotoar tempat Sinta Berada. Sampai menabrak tiang listrik di sana. "Sinta!" Panggil Radit melihat wanita itu terpental beberapa meter dengan kursi roda yang hancur. Dirinya segera mendekap tubuh Sinta yang terluka parah. Darah mengucur dari kepala dan hidungnya. "Sinta, kamu harus sadar Sinta!..." Radit menggenggam tangannya seraya tangisnya pecah.

"Sinta!" Panggilnya lagi nama wanita itu, yang terakhir didengar oleh Sinta. Semua berakhir di sana. Padahal dalam waktu dekat ini, mereka akan melangsungkan pernikahan. Kisah yang pilu dari sepasang insan berkasih. Mengucap hati-hati di jalan, ternyata ada perpisahan di sana.

Bidadari Sinta kembali ke kayangan, meninggalkan pria yang dia kasihi. Akankah mereka bertemu di sana kembali?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun