2. Perspektif Nietzsche: Melampaui Baik dan Jahat
Dalam Beyond Good and Evil, Nietzsche (1886/2002) mengkritik moralitas tradisional yang membagi realitas secara dikotomis: baik vs jahat. Baginya, moral semacam itu bukanlah kebenaran universal, tetapi produk sejarah dan kehendak kuasa (will to power).
Jika kita menerapkan perspektif Nietzsche ke dalam fenomena tax haven, maka kita dapat memahami bahwa pembentukan dan pemanfaatan surga pajak bukanlah sekadar kejahatan fiskal, tetapi manifestasi dari kehendak untuk berkuasa dalam dunia ekonomi global. Korporasi besar menciptakan sistem, mempermainkan hukum, dan mendefinisikan sendiri apa yang "baik" bagi kepentingan mereka.
Nietzsche menyatakan:
"There are no moral phenomena at all, only a moral interpretation of phenomena." (Nietzsche, 2002, hlm. 108)
Dengan demikian, tax haven bukan entitas netral, melainkan simptom dari kehancuran etika yang dikendalikan oleh kuasa ekonomi. Kita tidak sedang menyaksikan pelanggaran moral, tetapi perubahan moral itu sendiri yang kini dikuasai oleh logika akumulasi modal.
3. Heidegger dan Esensi Teknologi: Tax Haven sebagai Enframing
Martin Heidegger, dalam esainya The Question Concerning Technology (1954/1977), tidak melihat teknologi semata sebagai alat, melainkan sebagai cara dunia ditampilkan (revealing) kepada manusia. Esensi teknologi modern disebut Heidegger sebagai Gestell atau Enframing, yakni cara berpikir yang mereduksi segala sesuatu menjadi "sumber daya" atau "stok" (standing-reserve).
"Enframing means the gathering together of that setting-upon which sets upon man, i.e., challenges him to reveal the real, in the mode of ordering, as standing-reserve." (Heidegger, 1977, hlm. 20)
Dengan kacamata Heidegger, tax haven adalah salah satu bentuk enframing dalam sistem keuangan global. Negara, hukum, manusia, dan bahkan etika tidak lagi dipandang sebagai entitas bernilai intrinsik, melainkan sekadar sumber daya fiskal yang bisa dikelola, dimanipulasi, atau dieksploitasi.
Negara-negara tax haven tidak hanya menjadi lokasi, tetapi alat teknologi ekonomi global. Mereka berfungsi sebagai mesin optimalisasi pajak, mengatur kehadiran hukum agar hukum itu sendiri menjadi komoditas. Ini bukan sekadar tindakan immoral, melainkan bentuk radikal dari cara dunia diungkapkan secara teknologis---di mana manusia menjadi pengelola sistem akumulasi dan bukan lagi makhluk etis.