Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi untuk Bahar dan Siti Fadilah, Napi Itu Tempatnya di Lapas dengan Aturannya

26 Mei 2020   13:22 Diperbarui: 27 Mei 2020   16:34 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbagai komentar dan tuntutan tentang pembebasan Napi Bahar bin Smith dan Siti Fadilah membahana keras. Dan tuntutan ini juga telah dimanfaatkan para politisi  seperti Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono yang meminta Siti Fadilah dibebaskan. Juga Fahri Hamzah Wakil Ketua Umum Partai Gelora, yang baru resmi sebagai partai politik baru.

Permintaan pembebasan Bahar bin Smith juga bergema. Para pengacaranya mengadu ke Komisi III DPR. Berbagai tuntutan untuk membebaskan napi asimilasi ini terus bergaung. Apalagi setelah Bahar dipindahkan ke Nusakambangan. Disana dia sekarang memiliki model baru, rambut plontos sesuai dengan SOP di Lapas Nusakambangan. Konon kabarnya, dia sukarela diplontos. Katanya, tidak ada yang bisa memaksa dia.

Kenapa Siti Fadilah harus masuk lagi?

Bukankah dia sudah ikut dalam status napi asimilasi yang dikeluarkan dari Rutan Pondok Bambu? Karena alasan kesehatan penyakit asmanya, dia opname di RSPAD Gatot Subroto. Aman sudah. Status napi yang seharusnya di Lapas atau Rutan, bisa menikmati fasilitas VIP di RSPAD Gatot Subroto. Lalu kenapa?

Inilah salah satu hakekat keinginan dan hasrat kemanusiaan kita. Diberi kelonggaran, ingin kebebasan, deberikan kekbebasan ingin kesewenang-wenangan. Tak ada batas. Diberikan hati, ingin jantung, diberikan jantung, ingin semuanya.

Dia melakukan wawancara dengan Deddy Corbuzier di ruang rawat inap RSPAD. Menurut keterangan Jubir Ditjen Pas berdasarkan laporan dari Kepala Rutan Pondok Bambu yang menempatkan petugas di RSPAD, wawancara dilakukan malam hari. Ada tamu empat orang, dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. Mereka langsung masuk kamar rawat inap, dan kemudian pintu langsung dikunci. Petugas rutan tidak sempat bertanya dan tidak bisa mencegah wawancara tersebut.

Memangnya napi tidak boleh wawancara? Boleh, tapi ada aturannya.

Menurut Peraturan Menkum HAM RI no:M..HH.01.IN.04.03, tanggal 5 Oktober 2011 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Kemenkum HAM dan UPT Kemasyarakatan PAS mengatur hal-hal yang terkait dengan masalah ini, anatar lain:

Pasal 28 (1) :  bahwa peliputan untuk kepentingan penyediaan informasi dan dokumentasi      harus mendapat izin tertulis dari Ditjen Pas.

Pasal 30 (3) :  bahwa peliputan hanya dapat dilakukan pada hari kerja dan jam kerja yang ditentukan oleh masing-masing unit satuan kerja.

Pasal 30 (4) : bahwa pelaksanaan peliputan harus didampingi pegawai pemasyarakatan dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

Pasal 32 (2) : bahwa wawancara terhadap narapidana hanya dapat dilakukan jika berkaitan dengan pembinaan narapidana.

Ketentuan-ketentuan sebagaimana dikutip diatas jelas dilanggar oleh napi Siti Fadilah. Karena dia melanggar aturan yang berlaku bagi napi, khususnya napi asimilasi, maka otomatis dia dimasukkan lagi ke Rutan. Kebebasan yang diberikan telah disalahgunakan dan melanggar peraturan yang berlaku di Lapas dan Rutan.

Jika memang sangat penting wawancara dan pemikirannya disampaikan, kenapa tidak meminta izin dari Ditjen Pas dan didampingi petugas? Takut tidak diberikan izin? Masih berbeda. Namun kejadian ini seperti main kucing-kucingan dengan petugas, lalu terjadilah wawancara tersebut. Disebarluaskan, lalu?

Seandainya kesalahan ini tidak ditindak? Tuduhan akan dialamatkan ke Ditjen Pas Kemenkumham. Pejabat kita diskriminatif. Mentang-mentang napi itu mantan menteri boleh melanggar aturan, tapi coba kalau yang lain melakukan, pasti ditindak. Ketika ditindak, datang tuduhan. Ini pembunuhan. Ini tindakan yang tidak menggunakan pikiran jernih.

Jadi para politisi seharusnya memahami dulu aturan dan peraturan yang berlaku bagi napi, dan apakah ada pelanggaran yang dilakukan napi? Atau pejabatnya sewenang-wenang. Dalam hal ini napi Siti Fadilah menyalahi aturan, lalu dia dimasukkan kembali ke Rutan Pondok Pambu.

Bagaimana dengan Bahar bin Smith?

Mirip saja. Sebagai napi asimilasi dengan segala syarat dan ketentuannya melakukan pelanggaran juga. Berceramah provokatif. Menyampaikan ujaran kebencian kepada pemerintah. Berkumpul dengan banyak orang. Intinya melanggar aturan tentang napi asimilasi yang diberikan kepadanya.

Ketika mau dimasukkan lagi ke rutan, masih sempat minta merokok sebatang, namun akhirnya dimasukkan ke Lapas. Para pendukungnya mendatangi Lapas Gunung Sindur. Berkerumun dan melanggar ketentuan PSBB. Dengan pertimbangan keamanan dan mencegah kerumunan yang melanggar PSBB, akhirnya dipindahkan ke Lapas Nusakambangan. Kemudian pengacara dan pendukungnya meminta pembebasan Bahar bin Smith. Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon juga memberikan komentar.

Apa yang bisa kita renungkan dan sebagai bahan refleksi kita dari kasus kedua napi diatas?

Pertama, negara kita adalah negara hukum. Segala sesuatu harus diatur dengan hukum, termasuk hak dan kewajiban para narapidana atau napi.

Kedua, semua napi harus tunduk terhadap aturan hukum yang berlaku di lingkungan Ditjen Pas Kemenkumham. Setiap pelanggaran ada sanksi yang harus diterima. Kepatuhan kepada peraturan dan perilaku baik napi itu selalu diberi hadiah berupa remisi atau pengurangan hukuman. Bisa mendapatkan asimilasi atau pembebasan bersyarat.

Ketiga, pemberian status napi asimilasi atau pembebasan bersyarat adalah hadiah, bukan hak yang harus diberikan. Kalau pejabat Ditjen Pas tidak memberikan, tidak ada salahnya. Kalau diberikan, itu berarti sebuah hadiah atas kebaikan napi selama di Lapas atau Rutan.

Keempat, status napi asimilasi harus mematuhi syarat dan ketentuan asimilasi. Jika dilanggar, maka status itu dibatalkan, dengan demikian konsekwensinya harus kembali ke Lapas atau Rutan.

Kelima, napi itu tempatnya di Lapas atau Rutan untuk menjalani hukuman sesuai putusan pengadilan yang harus dijalaninya. Waktu bebasnya adalah jika masa hukuman sudah dilalui dengan perhitungan pengurangan hukuman atau remisi yang diperolehnya.

Dengan demikian, apapun komentar tentang dua napi ini, dan siapapun yang berkomentar itu boleh saja. Hak berbicara dan berpendapat di negeri ini ada dan dijamin konstitusi. Namun pendapat yang dikemukakan haruslah juga mempunyai landasan hukum, apalagi menyangkut napi.

Kita harus membayangkan kehidupan di Lapas atau Rutan yang penuh dengan para penjahat, para pelaku kejahatan baik yang sengaja maupun tidak sengaja tanpa peraturan yang ketat.  Bertemu berbagai latar belakang tindak kejahatan yang dilakukan. Ada kejahatan kerah putih, pencurian, penganiayaan, perampokan, narkoba dan lain sebagainya.

Pemberlakuan aturan yang ketat merupakan sesuatu keharusan. Pelanggaran juga masih terjadi. Pelakunya bukan hanya napi saja, bisa juga dilakukan sipir atau pegawai Lapas atau Rutan.

Jadi bagi penuntut pembebasan bagi napi Bahar bin Smith dan Siti Fadilah mungkin harus bersabar. Menunggu mereka menjalani hukumannya.

Memang, sekiranya Bahar bin Smith tidak melanggar aturan asimilasi, dia bisa bebas tinggal di luar Lapas. Seandainya Siti Fadilah tidak melanggar aturan wawancara, mungkin dia masih bisa menikmati pelayanan di RSPAD Gatot Subroto. Namun apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Kesalahan sudah terjadi dan akibat hukumnya kembali ke Lapas dan Rutan.

Pilihan bangsa ini menjadi negara hukum membawa konsekwensi bahwa kita semua warga negara harus mematuhi hukum, termasuk dua napi kita ini.

Napi itu tempatnya di Lapas atau Rutan untuk menjalani hukuman yang sudah diputuskan pengadilan terhadapnya. Lapas dan Rutan mempunyai aturan tersendiri. Itu juga harus dipatuhi. Itulah resiko sebagai napi.

Makanya mari kita semua berhati-hati, agar terhindar dari masalah dan bisa menjadi napi. Ingat pesan Bang Napi, "Waspadalah, waspadalah." Sekian dulu.

Terima kasih. Salam dan doa.

Aldentua Siringoringo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun