Mohon tunggu...
Mustafa Kamal
Mustafa Kamal Mohon Tunggu... Guru - Seorang akademisi di bidang kimia dan pertanian, penyuka dunia sastra dan seni serta pemerhati masalah sosial

Abdinegara/Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesaksian Mantan Bodygard Presiden

4 Januari 2012   17:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:19 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

cerpen. Mustafa Kamal

Lelaki 40-an itu telah menghabiskan rokok berbatang-batang. Ruangan kerja yang sempit itu penuh dengan asap. Dia sedang mengetik sesuatu di laptopnya:

Saya adalah mantan bodygard. Bahaya yang mengintai bodygard tergantung dari siapa yang dikawalnya. Saya akan menceritakan kepada anda tugas terakhir saya. Tugas yang mengantarkan saya jauh dari riuh rendahnya kehidupan metropolis ke sepi dan laranya kaki pegunungan di ujung negri sana. Awalnya Saya menjadi security di sebuah kantor perusahaan besar di Jakarta, tapi saya bekerja dibawah naungan sebuah Perusahaan yang melayani jasa security. Sebelum diperkerjakan, saya dan kawan-kawan waktu itu dilatih dulu selama kurang lebih enam bulan tentang disiplin, beladiri, dan senjata serta teknologi komunikasi.

Hingga pada suatu ketika, pada suatu malam saya dijemput oleh anggota elit militer. Saya dibawa ke kamp militer, bersama saya ada sekitar 19 orang terpilih dikumpul disana, semua mereka adalah security dari perusahaan berbeda. Menurut komandan meliter, kami akan diseleksi selama 3 hari, 10 orang terbaik akan dipilih untuk tugas khusus dengan sandi "bela negara". Setelah seleksi, terpilihlah 10 orang termasuk saya, kami disuruh menandatagani surat pernyataan keluarga tidak akan menuntut jika ada kematian dalam tugas negara ini. Hebatnya kami tidak bisa protes, karena doktrin membela negara yang ditanamkan kepada kami selama 3 hari itu sangat kuat.

Besok harinya kami diantar ke rumah seorang menteri yang juga seorang mantan perwira militer yang mundur dari kabinet penguasa pada waktu itu. Pasca kemunduran perwira tersebut, penguasa waktu itu melarang perwira tersebut dikawal oleh militer maupun kepolisian. Dicurigai perwira tersebut akan dibunuh. Dan inilah alasan kenapa anggota militer yang loyal kepada perwira tersebut merekrut kami untuk mengawal beliau.

Seminggu kami bertugas di rumah beliau, pada tengah malam yang sepi beberapa perwira tinggi pasukan elit militer berkumpul dikediaman beliau. kami juga diikutsertakan pada pertemuan itu. Pada pertemuan singkat itu perwira itu mengumumkan keikutsertaannya untuk mencalonkan diri menjadi presiden pada pemilu yang akan berlangsung. kami diminta untuk menjaga beliau dan keluarga secara maksimal, kami tidak boleh pulang dan berkumpul bersama keluarga. Keluarga sudah dikabarkan oleh utusan khusus jadi kami tidak pelu khawatir kata beliau waktu itu. Disanalah saya baru tahu perwira ini berani mencalonkan diri karena didukung oleh pasukan elit militer. Kami bekerja mengawal beliau kurang lebih satu tahun satu bulan. Kemana saja beliau kami selalu mendampingi dengan menyamar. Baik urusan partai, kunjungan kedaerah-daerah, kampanye dan sebagainya. Waktu pemilu makin dekat, dan disibukkan dengan kampanye-kampanye semakin banyak anggota yang direkrut, masing-masing kami membawahi 25 orang anggota dengan tugas berbeda. Saya sendiri adalah komandan devisi F yang bertugas di ring 1. Selama itu ada dua kejadian percobaan pembunuhan terhadap beliau yang berhasil kami gagalkan, semua pelaku tersebut berhasil kami habisi. Namun kejadian ini tidak pernah dibuka ke publik.

Setelah perwira ini memenangkan pemilu dan dilantik menjadi presiden. Tugas kami diambil alih oleh paspampres. Namun kami tetap ditugaskan sebagai "pengawal rahasia", namun jumlah kami diciutkan kembali menjadi 10 orang, sedang teman-teman yang lain kami tidak tahu sama sekali, belakangan kami ketahui mereka yang pernah menjadi anak buah kami tersebut bukanlah security seperti kami tapi adalah anggota kepolisian dan militer yang "sengaja" dibebastugaskan. Mereka sudah kembali ke satuan masing-masing.

Setahun kami bertugas mengawal presiden, tiba-tiba kami dijemput dan dibawa ke kamp militer tempat pertama kali kami dikumpulkan. Komandan yang sebelumnya mendoktrin kami, menyampaikan tugas kami selesai dan akan digantikan oleh anggota baru untuk penyegaran. Masing-masing kami akan diantar pulang, dan di doktrin untuk menyimpan rahasia-rahasia yang kami ketahui selama bertugas. Kami tidak menerima honor sepersenpun selama kami bertugas, hanya ucapan terimakasih telah berbakti kepada bangsa dan negara. Saya sendiri diantar oleh lima orang tentara tidak berseragam malam harinya, begitu juga teman-teman lainnya. Namun saya pribadi mulai timbul kecurigaan, sepertinya kami yang sepuluh orang ini akan dihabisi.

Kecurigaan saya ternyata benar, setelah sampai dirumah dan bertemu orangtua, anak dan istri dan tim pengantar sudah pulang. Saya merasakan pusing yang teramat sangat, kemudian saya terjatuh dan tak sadarkan diri. Ternyata Tuhan masih memberi umur panjang, menurut orangtua saya, saya keracunan namun berkat ramuan sinshei tetangga saya, saya bisa selamat. Saya kemudian berinisiatif membawa seluruh keluarga pindah dari rumah kami. Saya membawa keluarga untuk menetap di pelosok negri ini, dengan alasan keamanan. Setelah itu saya mencari info keberadaan teman-teman saya, ternyata lima meninggal, tiga lagi selamat menjadi pengikut gerakan menuntut merdeka dan satu orang tidak diketahui kabarnya. Dari lima yang meninggal itu penyebabnya macam-macam, ada yang kecelakaan, ada yang kena santet, dan ada yang dibunuh rampok.

Sekian lama saya bertugas dan mencermati setiap kejadian barulah saya sadar dan memahami apa yang terjadi, alasan "pemecatan" kami sebagai pengawal presiden. Ternyata pasukan elit militer kecewa karena tuntutannya untuk kesejahteraan anggota tidak dipenuhi presiden, juga hak atas badan usaha yang dimiliki oleh jenderal-jenderal di kesatuan lain. Kemudian atas restu mantan jenderal mereka yang bekas menantu penguasa negri ini, mereka mencoba melakukan intrik politik seperti munculnya teroris dan pemberontak, belakangan pemberontak yg mereka latih tidak terkontrol dan memberontak beneran. Intrik politik tersebut ternyata diketahui presiden lewat Badan intelejen negara karena kepala intelijennya teman seangkatan dengan presiden, begitu juga dengan kepala polisi yang beliau angkat. Presiden kemudian melakukan jumpa pers bahwa ada sekelompok orang akan melakukan pembunuhan terhadap beliau disertai bukti berupa foto beliau yang dilobangi dikepalanya.

Setelah kejadian itulah kami dibebastugaskan, mungkin mereka menganggap kami batu sandungan bagi mereka. Namun sehebat-hebtnya mereka ternyata sang presiden lebih hebat lagi. Makanya sampai saat ini pasukan elit militer tidak berkutik atas Presiden. Nama kesatuan merekapun seperti tenggelam. tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada pemilu selanjutnya, ketika presiden berdasarkan konstitusi tidak bisa lagi mencalonkan diri. Masih ingatkah eks jenderal pasukan elit ini? hmm......ini semua spekulasi saya pribadi. Mari kita tunggu.....

Lelaki itu kemudian menyimpan file ketikannya. Men shutdown lapotopnya, dan memilih tidur dilantai dibawah kursi meja kerjanya.

Kaki Gunung Bintan, 5 Januari 2011.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun