Mohon tunggu...
Albertus Riko
Albertus Riko Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STFT dan Frater Projo Giovanni

Mahasiswa filosof Muda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

September Mengantarku Mengagumi Si Senja

7 Desember 2021   15:16 Diperbarui: 14 Desember 2021   16:34 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu itu, awal bulan september, beberapa bulan yang lalu, saat-saat dimana semuanya bermula dan dimulai suatu lembaran baru, sebut saja itu "sebuah kekaguman". 

Kekaguman itu berawal dari perkenalan singkat dan percakapan singkat yang mengesankan di media sosial, apa bentuknya media sosial itu? Biarkan aku dan dia saja yang mengetahuinya. 

Dalam perjalanan waktu, semakin jauh percakapan kami, aku semakin hanyut terpana mengagumi dia. Pada saat itu lembayu senja menyelimuti bumi dan matahari pun mulai melenyapkan cahayanya, seakan-akan dia mengerti ini adalah waktu membiarkan bulan dan bintang bersama-sama menyinari bumi. 

Peralihan eksistensi ini ternyata memberi aku ruang diselah kesibukan untuk beralih ke peraduan, dan sejenak memiliki waktu khusus dengannya. 

Saat yang ditunggu-tunggu tiba, bercakap dengan orang yang dikagumi ternyata sungguh menyenangkan. Aku seolah-olah bertemu dalam realitas denganya, jarak dan waktu seakan-akan tak mampu membendung kekagumanku kepadanya. 

Mungkin seperti inilah suatu ungkapan rasa yang dikiaskan itu, "kuat bagaikan maut lah cinta, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api Tuhan, air banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak mampu menghanyutkannya. Deru gelomabang sekalipun tak akan mampu menghempaskannya." 

Ungkapan ini sungguh memberi aku gambaran, ternyata begitu dahsyatnya aku memiliki rasa kagum kepada si dia. Siapakah si dia yang aku kagumi itu? Dialah yang aku sebut "Si Senja" itu. 

Kiasan ini aku berikan sebagai bentuk kekagumanku kepadanya. Aku bagaikan orang yang menantikan senja di sore hari, "saat matahari setengah berhasrat turun ke peraduan, di remang langit," di sinilah terjadi sebuah momen di mana banyak orang ngobrol santai, menanti dan hanya duduk atau berdiri sambil menikmati cemilan dan secangkir kopi atau teh hangat.

Jika dipikir-pikir, aku seperti orang yang dibodohi kekaguman. Namun pada realitasnya, orang yang menantikan senja di sore hari, bukanlah orang yang dibodohi. 

Akan tetapi disinilah mereka meluangkan waktunya.  Dan Sejenak untuk menarik diri menikmati keindahan pemandangan alam yang diciptakan Tuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun