Kata "kemerdekaan" adalah nilai berharga melebihi tonasi gramasi emas seberat apapun. Inilah mahalnya sebuah perjuangan menujunya.
Lalu kita memaknai kemerdekaan adalah kemandirian. Sepantasnya makna ini menjadi sebuah karakter. Saya pun menawarkan isitilah: "mentalitas emas".Â
Kita tidak membahas fenomena antri membali emas yang berseliweran di media sosial (viral). Uraian kali ini reflektif melihat emas secara historis, filosofis juga aplikatif.Â
Mari kita lihat sekelumit dari sejarah bangsa ada pengorbanan tidak hanya perjuangan raga tapi juga harta kekayaan. Nanti, kita urai juga ketahanan finansial keluarga hingga sikap generasi baru dan pelajaran berharga apa untuk kita semua. Selamat membaca ulasan sederhana.
Emas dalam Sejarah Perjuangan Bangsa
Sejak zaman kerajaan Nusantara hingga masa kolonial, emas bukan hanya alat tukar, tapi lambang kekuasaan dan harga diri. Era penjajahan, rakyat menyembunyikan emas sebagai bentuk perlawanan.
Pada masa revolusi, para pejuang bahkan menyumbangkan perhiasan emas demi membiayai perjuangan kemerdekaan. Hamangkubuwono ke 9 pemimpin Yogyakarta pada tahun 1949 itu menyumbangkan 6,5 Juta Golden kekayaan demi keberlangsungan Republik Indonesia.Â
Pengorbanan nyata dalam catatan sejarah. Sumbangan di atas jika dikonversi menjadi emas dengan nilai yang disesuaikan tahun 2025 kini itu setara dengan sumbangan 3,93 ton emas.
Sejatinya banyak sumbangan dari berbagai wilayah yang bentuknya beragam termasuk emas. Bayangkan betapa kayanya kita jika sebagian saja kekayaan kala itu dihimpun menjadi gramasi emas.
Ketahanan Keluarga dari Krisis
Keluarga kecil kita akan selalu terdampak jika ada goncangan ekonomi. Ini fakta dalam sebuah bangunan rumah tangga pernikahan.Â