Menanamkan Nilai Islam dengan Cinta dan Keteladanan
Sebagai pendidik di lingkungan madrasah, Ustadz Luthfi sadar bahwa tanggung jawabnya tidak berhenti pada transfer ilmu. Ia harus menanamkan nilai-nilai Islam melalui teladan dan dialog yang menyentuh hati.
"Kalau saya menemukan anak melakukan sesuatu yang kurang baik, saya tidak langsung menegur keras. Saya ajak bicara. Saya dengarkan dulu. Setelah itu baru saya sisipkan nilai-nilai Islam agar dia bisa memahami dengan hati, bukan karena takut," ungkapnya.
Pendekatan ini terbukti berhasil. Banyak siswa yang awalnya keras kepala justru berubah menjadi pribadi yang lebih terbuka dan reflektif. Mereka merasa dihargai, bukan dihakimi. Ditegur dengan kasih, bukan dengan amarah.
Itulah yang membuat hubungan antara Ustadz Luthfi dan murid-muridnya begitu dekat - hubungan yang dibangun atas dasar rasa saling percaya dan cinta karena Allah.
Kolaborasi Guru dan Orang Tua: Sinergi untuk Karakter Anak
Ustadz Luthfi tidak pernah lelah mengingatkan pentingnya kolaborasi antara guru dan orang tua.
Ia menilai, pendidikan karakter adalah proyek bersama antara madrasah dan keluarga.
"Saya selalu menjaga komunikasi dengan orang tua. Karena mereka lebih tahu kehidupan anak di rumah. Kalau saya melihat perubahan perilaku di sekolah, saya langsung menghubungi mereka. Kami bicarakan dengan baik-baik," tuturnya.
Melalui kerja sama yang erat itu, banyak persoalan siswa terselesaikan tanpa konflik. Ia tidak pernah menilai dari satu sisi, tetapi selalu mencari akar masalah.
Pendekatan ini menjadi teladan di lingkungan Al-Azhar Asy-Syarif Sumatera Utara, di mana guru dan wali murid berjalan beriringan, bukan berseberangan, dalam membentuk generasi yang saleh dan cerdas.
Menjadi Pendengar bagi Siswa Bermasalah