Mohon tunggu...
Alan Malingi Malingi
Alan Malingi Malingi Mohon Tunggu... -

PNS, Penulis, Blogger, Pewarta Kampung Media Sarangge dan Pemerhati Budaya. Salah Satu Novel dengan Judul Nika Baronta meraih International Ubud Writers And Readers Festival 2011.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kehidupan Di Lereng Tambora

11 April 2013   09:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:23 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1365646792688813022

Saat ini, di lereng Tambora hidup masyarakat Bima dan Dompu maupun warga transmigran asal pulau Bali dan Lombok. Mereka tersebar di tiga kecamatan yaitu di kecamatan Pekat Kabupaten Dompu di sisi selatan, kecamatan Tambora di sisi barat dan Kecamatan Sanggar di sisi timur. Kecamatan Tambora dan Sanggar masuk dalam wilayah administratif kabupaten Bima. Wilayah Tambora merupakan wilayah terluas di kabupaten Bima maupun Dompu. Namun luas wilayahnya tidaklah sebanding dengan jumlah penduduknya yang masih sedikit. Banyak lahan-lahan kosong yang dijumpai sepanjang perjalanan menuju Tambora baik melalui lingkar selatan di wilayah Kempo, maupun di lingkat utara melalui Piong menuju Labuan Kananga.

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di kecamatan Sanggar sebanyak 11.838 jiwa, di kecamatan Tambora sebanyak 6.575 Jiwa. Kecamatan Pekat Dompu dengan luas wilayah sekitar 875, 17 Km2 ( Atau 37, 65 %) dari luas Kabupaten Dompu. Kecamatan Pekat berada pada ketinggian 20 meter di atas permukaan laut. Di wilayah ini terdapat 10 desa dan 61 dusun. Mata pencaharian warganya adalah bertani dan berladang, berburu, pencari madu, serta nelayan. Warga transmigran yang sudah berbaur dengan penduduk setempat memanfaatkan lahan transmigrasi itu dengan menanam berbagai jenis buah-buahan serta sayur-sayuran.

Luas Kecamatan Sanggar sekitar 72.000 Ha atau 16 porsen dari luas kabupaten Bima. Daerah ini adalah bekas kerajaan Sanggar yang pernah berjaya pada sekitar tahun 1500 sebelum letusan Tambora pada tahun 1815. Disamping dikenal sebagai daerah pegunungan dengan hasil madunya, Sangggar juga merupakan daerah pesisir dengan produksi ikan mencapai 20 ribu ton per tahun. Sedangkan nener mencapai 1 juta ekor per tahun. Untuk komoditi pertanian juga cukup besar berupa komditi padi, kedelai dan kacang tanah. Di Sanggar juga sangat cocok untuk pengembalaan ternak karena wilayah di sebelah baratnya hingga lereng Tambora terdapat padang Savana yang luas untuk pengembalaan.

Sedangkan luas wilayah kecamatan Tambora 500.500 Ha. Komoditi unggulan yang dikembangkan di wilayah ini antara lain asam, kemiri, jambu mete, kopi dan kelapa. Disamping itu, potensi peternakan di wilayah ini juga cukup besar seperti peternakan Sapi, kerbau, kuda, kambing, dan Domba.

Tambora Sebelum 1815

Hanya sedikit sekali sumber sejarah yang dapat menjadi rujukan dan memberikan informasi tentang keadaan Tambora sebelum  letusannya pada tahun 1815. Dari sumber-sumber sejarah Bima, diketahui bahwa di sekitar lereng Tambora terdapat tiga sampai lima kerajaan telah berdiri. Kerajaan tersebut adalah kerajaan Tambora, Pekat dan Sanggar.

Meskipun masih belum ada data pendukung, ada juga sumber yang mengemukakan bahwa disamping tiga kerajaan tersebut juga terdapat dua kerajaan kecil di sisi utara dan sebelah timur lereng Tambora, yaitu kerajaan Aga dan Cempaka.

Sedangkan Bernice De Jong Boers, ilmuwan asal Denmark dalam makalah revisinya  bertajuk “Mount Tambora in 1815: “A Volcanic Eruption in Indonesia and Its Aftermath” menggambarkan, Pulau Sumbawa sebelum meletusnya Gunung Tambora sebetulnya dalam keadaan cukup baik secara ekonomi. Jauh sebelumnya, di Sumbawa jauh lebih lebat hutannya. Ketika orang pertama datang, sebagian dari hutan ditebang untuk berladang. Sekitar tahun 1400, orang- orang Jawa memperkenalkan cara bertanam padi di sawah dan mulai mengimpor kuda. Semakin lama jumlah penduduk berkembang. Orang mengandalkan hidup terutama dari beras, kacang hijau, dan kuda. Sementara dari perkebunan orang mengandalkan kopi, lada, dan kapas yang bisa tumbuh subur. Di kawasan itu telah terdapat pula hubungan dagang. Pada masa itu Kerajaan Bima umumnya terbuka dari dunia luar. Dari segi ekonomi, perniagaan merupakan penghasilan utama dengan komoditas ekspor utama sebelum 1815 ialah beras, madu, kapas, dan kayu merah.(Dikutip Dari : Jelajah Kekayaan Tambora, Alan Malingi).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun