Mohon tunggu...
Alam TukhotMakabe
Alam TukhotMakabe Mohon Tunggu... Mahasiswa - BIARAWAN

Biarawan dari Ordo Kapusin. Saat ini sedang menjalani program S2 Filsafat di Fakultas Filsafat UNIKA Medan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Etika dan Kosmologi "Halak" Simalungun

22 Februari 2023   11:41 Diperbarui: 22 Februari 2023   11:45 1962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Suber poto: budayadansejarahsimalungun.wordpress.com)

Falsafah habonaron do bona mendasari dan meresapi seluruh kehidupan halak Simalungun. Nilai filosofis yang terdapat dalam falsafah ini meyentuh seluruh sendi kehidupan halak Simalungun. Dengan demikian segenap tingkah laku dan etika halak Simalungun harus menjungjung tinggi kebenaran. Nilai-nilai yang terdapat dalam pemikiran filosofis ini menjadi tujuan setiap halak Simalungun. Selain itu kebijaksanaan hidup dan kehati-hatian dalam bertindak sungguh ditekankan dalam filosofi ini. Tujuannya adalah agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Konsekuensinya halak Simalungun menjadi lambat dalam betindak. Segala sesuatu sebelum diputuskan harus didiskusikan terlebih dahulu. Akhirnya ada kecenderungan halak Simalungun lebih banyak berdiskusi daripada bertindak. Hal itu sangat tampak dalam pelaksanaan adat.

Sistem kekerabatan halak Simalungun dikenal sebagai tolu sahundulan dan lima saodoran. Dalam menentukan suatu keputusan ditentukan oleh kesepakatan dari tiga pihak keluarga. Ketiganya adalah suhut (pihak tuan rumah), tondong (pihak keluarga istri), dan boru (pihak keluarga suami). Dalam kasus yang lebih besar lingkup keluarga yang terlibat juga akan semakin banyak, yakni tondong ni tondong dan boru ni boru.

Hormat martondong, elek marboru, pakkei marsanina adalah relasi yang harus ada dalam ketiga status kekerabatan tersebut. Boru harus hormat kepada tondong (terutama tulang pamupus) serta tulang harus manganju dan elek  terhadap panagolannya. Sistem kekerabatan tolu sahundulan, lima saodoran ditimba dan bersumber dari falsafah habonaron do bona. Artinya semangat yang mendorong halak Simalungun untuk setia dan mampu melaksanakan etika hidup tersebut adalah falsafah habonaron do bona yang dianggap merupakan kehendak Naibata. Maka secara tidak langsung perintah tersebut adalah keinginan Naibata sehingga harus diamalkan.

Dalam pesta adat, sikap hormat martondong salah satunya diungkapkan dengan tortor sombah. Awalnya tarian ini dipersembahkan oleh rakyat sebagai bentuk penghormatan, sujud, dan janji setia kepada raja. Tortor somba dialamatkan kepada tondong karena mereka dianggap sebagai naibata na taridah (tuhan yang kelihatan). Sebagai naibata na taridah, tondong menjadi mediator penyampaian pasupasu (berkat) Naibata kepada boru.

Dalam tortor Simalungun, bila telapak tangan kiri menghadap ke atas maka telapak tangan kanan selalu menghadap ke bawah; bila telapak tangan kiri menghadap ke wajah maka telapak tangan kanan membelakangi wajah. Gerakan ini menyimbolkan keseimbangan hidup yang harus dimiliki oleh setiap orang. Ada perasaan sepenanggungan dan saling membantu. Manusia tidak boleh hanya menerima tetapi juga harus memberi.

8.3. Tujuh Makna Falsafah Habonaron do Bona


8.3.1 Berpandangan Yang Benar

Halak Simalungun diajarakan untuk teguh berpandangan yang benar. Niat jahat tidak boleh menguasai hati manusia. Keinginan untuk mencari kesalahan orang lain harus dihilangkan. Saling mempersalahkan adalah perilaku yang tidak membangun dalam hidup bersama. Hidup yang harmonis dan damai adalah cita-cita setiap halak Simalungun.

Halak Simalungun tidak suka membebani hidup orang lain (ulang songon borong, hombar manliliti). Hidup harus senantiasa bermakna dan berguna bagi sesama (ulang songon  rintagtag na manektek bani unong). Hal itu bisa terjadi jika manusia memiliki pandangan yang objektif tentang orang lain. Tidak hanya mempokuskan diri pada kelemahan dan melupakan segala kebaikan (ulang songon na mamilih tobu manorihi turiakni). Mengalah bukanlah hal yang buruk. Jika setiap orang saling mementingkan egonya, maka akan terjadi kehancuran (ulang songon balang na iparsaokan).

8.3.2 Memiliki Niat Yang Benar

Falsafah habonaron do bona mengajarkan halak Simalungun untuk tidak menjadi pribadi yang profokatif dan hidup tanpa aturan. Setiap rencana harus diperhitungkan dengan baik. Sikap profokatif hanyalah akan membawa konflik dan pertentangan yang menggangu keharmonisan serta kenyamanan bersama. Buru-buru adalah sikap yang tidak bijaksana sebab minim pertimbangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun