Mohon tunggu...
Musonif Afandi
Musonif Afandi Mohon Tunggu... peneliti

Saya memiliki minat besar pada dunia penelitian dan akademis. Penelitian bagi saya adalah proses kritis untuk memahami fenomena dan mencari solusi nyata. Saya juga menyukai diskusi ilmiah, penulisan karya, dan kolaborasi lintas bidang sebagai bagian dari komitmen untuk berkontribusi pada ilmu pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pegadaian mengEMASkan Indonesia: Menggerakkan Ekonomi Sirkular dari Desa

10 Oktober 2025   18:20 Diperbarui: 10 Oktober 2025   18:01 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karyawan unit kerja PT Pegadaian Kanwil XI Semarang menyerahkan sampah yang sudah dipilah ke bank sampah. sumber: https://ekbis.harianjogja.com/

Pegadaian mengEMASkan Indonesia. Ungkapan ini bukan sekadar slogan korporasi, tetapi cerminan perubahan paradigma dalam cara lembaga keuangan milik negara ini memberdayakan masyarakat desa. Melalui gagasan Gadai Hijau, Pegadaian menanamkan nilai bahwa emas bukan hanya logam berharga, melainkan simbol keberlanjutan, kemandirian, dan kepercayaan. Di tangan masyarakat desa, emas menjadi alat transformasi, dari perilaku konsumtif menuju produktif, dari pengelolaan sampah menuju ekonomi sirkular yang berdaya.

Dalam beberapa tahun terakhir, geliat ekonomi desa Indonesia bergerak menuju arah baru. Desa tidak lagi sekadar bergantung pada pertanian tradisional, tetapi mulai mengembangkan sistem ekonomi sirkular, pola yang menekankan pemanfaatan ulang sumber daya, pengolahan limbah, dan penciptaan nilai dari sisa produksi. Namun, transisi ini sering tersendat oleh masalah klasik: keterbatasan modal dan literasi keuangan. Di sinilah Pegadaian hadir bukan sebagai lembaga gadai konvensional, melainkan sebagai mitra strategis yang menghubungkan nilai sosial dan nilai ekonomi.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2024, hanya 31 persen pelaku UMKM desa yang memiliki akses pembiayaan formal. Sisanya masih mengandalkan pinjaman pribadi atau rentenir. Melalui pendekatan inklusif, Pegadaian mengEMASkan Indonesia dengan membuka akses permodalan mikro yang cepat, aman, dan sesuai kebutuhan masyarakat desa. Hingga 2025, Pegadaian memiliki lebih dari 4.200 outlet aktif di seluruh Indonesia, dan sekitar 60 persen nasabahnya berasal dari luar kota besar, bukti nyata bahwa layanan Pegadaian sudah merata sampai ke akar ekonomi rakyat.

Modal Sosial: Pondasi Hijau dari Desa

 

Untuk memahami mengapa “Gadai Hijau” relevan bagi ekonomi desa, kita perlu meninjau Teori Modal Sosial (Social Capital) yang dikemukakan oleh Robert D. Putnam (1993). Putnam menjelaskan bahwa modal sosial adalah jaringan kepercayaan, norma, dan hubungan sosial yang memfasilitasi kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam konteks desa, modal sosial menjadi fondasi penting yang menopang aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Nilai gotong royong, solidaritas, serta rasa saling percaya membuat masyarakat desa memiliki kekuatan kolektif untuk membangun usaha bersama, berbagi risiko, dan menjaga keberlanjutan. “Gadai Hijau” dapat memanfaatkan kekuatan ini sebagai basis pembiayaan mikro yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga pada pemberdayaan komunitas dan keberlanjutan lingkungan.

Desa di Indonesia memiliki jejaring sosial yang kuat dan budaya kolaborasi yang tinggi. Nilai-nilai ini sejalan dengan semangat Pegadaian mengEMASkan Indonesia, membangun ekonomi bukan dari modal besar, melainkan dari kepercayaan dan kerja bersama. Pegadaian memanfaatkan kekuatan sosial ini untuk mendorong model pembiayaan mikro berbasis komunitas. Melalui Gadai Hijau, Pegadaian menjadikan kelompok tani, koperasi, atau bank sampah sebagai mitra pembiayaan produktif. Dengan jaminan sosial berbasis kelompok, masyarakat desa bisa mengakses modal tanpa agunan formal yang rumit.

Hasilnya terlihat nyata. Program Gadai Peduli Lingkungan yang dijalankan Pegadaian sejak 2023 berhasil menjalin kerja sama dengan lebih dari 120 bank sampah dan komunitas lingkungan di 15 provinsi. Masyarakat kini bisa menukar sampah plastik, kertas, atau logam menjadi saldo tabungan emas. Inilah wujud paling konkret dari bagaimana Pegadaian mengEMASkan Indonesia, menukar limbah menjadi nilai, dan menjadikan kesadaran lingkungan sebagai investasi sosial.

Lebih jauh, pendekatan ini memperlihatkan pertautan erat antara ekonomi dan budaya desa. Menurut studi Kementerian Desa PDTT (2024), desa yang memiliki koperasi aktif mengalami peningkatan pendapatan rata-rata 18 persen lebih tinggi dibandingkan desa yang tidak. Modal sosial dan kebersamaan menjadi faktor kunci. Gadai Hijau tidak hanya mengalirkan dana, tetapi juga memperkuat jaringan sosial ekonomi yang telah hidup lama. Dengan kepercayaan sebagai dasar, masyarakat berani memulai usaha hijau, berbagi risiko, dan memutar ekonomi dari bawah.

Pengurus Bank Sampah Beo Asri Kampung KB Gadis Tegalreja Cilacap Tengah saat membuka lapak menampung tabungan sampah warga nasabahnya. Sumber: SM Banyumas/dok
Pengurus Bank Sampah Beo Asri Kampung KB Gadis Tegalreja Cilacap Tengah saat membuka lapak menampung tabungan sampah warga nasabahnya. Sumber: SM Banyumas/dok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun