Mohon tunggu...
Aksara Sulastri
Aksara Sulastri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer Cerpenis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lewat aksara kutuliskan segenggam mimpi dalam doa untuk menggapai tangan-Mu, Tuhan. Aksarasulastri.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Love Story of Dreaming Part 12

3 Juli 2022   11:09 Diperbarui: 3 Juli 2022   11:18 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Part 12. Memeluk September


'Cinta berawal dari pertemuan pertama yang singkat. Namun, sangat indah pada malam sunyi pada pemilik hati yang sepi'

Pria berwajah oval tengah memperhatikan cermin. Dia bernama Putra Baja Sutomo, terbiasa disapa Baja tak sabar menunggu kawannya memangkas gaya rambut sesuai keinginannya dan kini baru setengah pangkas.

Ping!!

Suara pesan gadget dari dalam saku celana mulai bergetar. Di layar utama tertera nama Keti.

[Kamu di mana? Jadi ketemuan nggak] Keti 

Pesan terakhir baru dilihat Baja dan langsung menuliskan balasan untuk gadis itu.

"Stop, Rud. Aku ada perlu gampang nanti dilanjut lagi," ujar Baja. 

Rudi merupakan sahabat terbaiknya yang sudi memangkas rambut Baja secara cuma-cuma.

"Tunggu, Ja. Ini_"

Belum sempat Rudi melanjutkan ucapannya Baja gegas keluar ke teras depan meraih sebuah sepeda Phoenix. Melambaikan tangan kepada Rudi jauh sebelum berbalik mengayuh sepedanya.

...

Angin malam mulai menyapu desir pasir oleh deru kendaraan yang melintas cepat di jalan pantura. Baja seorang diri menaiki sepeda. Sekilas terlihat dari pinggiran terdapat rumah-rumah yang berdiri tegak di sana. Baja melintas bebas tanpa peduli sekitarnya untuk cepat sampai pada tujuan. 

Yang diperkirakan Baja sampai pukul 20.00 WIB.

Jalan menuju kediaman wanita itu sudah dekat. Baja berbelok mencari gang mawar namun sayangnya sulit ia temukan. Sambil membaca petunjuk pesan dari Keti jika nanti ada Masjid Iklal pada pertigaan. Lalu belok ke kiri lurus terus sampai mentok ke dinding pertigaan.

Itu sudah ada Masjid Iklal. Sepeda yang Baja tumpangi langsung belok ke arah kiri. Lurus terus sampai mentok ke dinding pertigaan.

Sebuah tiang di gang pertama bertuliskan gang melati. Melaju lagi ke gang kedua, nah sekarang sampai di gang mawar. Keti segera dihubungi.

"Ket, sekarang aku sudah di gang mawar. Cepat kamu ke sini."

"Iyah, Baja. Ini juga aku lagi meluncur ke sana. Kamu pakai baju apa?

"Hitam."

"Oh, oke. Kamu sama siapa?"

"Sendiri, kamu?"

"Sama, aku dah lihat kamu Ja. Kamu yang pakai topi abu-abu kan. Duduk sendirian di Pos ronda."

Baja melihat ke sekeliling tak ada siapapun? Pria itu berpikir apakah Keti mengerjainya. Atau dia sengaja bersembunyi. Apa mungkin wanita itu sembunyi di balik pohon mangga itu? Pohon dalam suasana temaram. Sampai-sampai Baja tidak sadar Keti menepuk bahu kanannya.

Tubuh Keti tidak terlalu tinggi, mungkin tingginya hanya semampai, semeter tak sampai. Dia mengenakan baju coklat dan celana biru. Rambutnya diikat satu, panjang rambutnya sampai ke bahu. Memiliki mata kecoklatan, hidung pesek dan bibir dia yang mungil kemerahan terlihat sangat manis. Baja mengagumi gadis ini. Dia gadis yang tidak membosankan. Saat Baja menatapnya balik tersenyum.

Pertemuan pertama yang sulit dimengerti. Jantung Baja berdebar tak karuan. Mereka melangkah dengan jarak yang sangat dekat. Baja mundur ke belakang punggungnya. Memperhatikan sekilas tubuh Keti dari arah samping. Gadis yang sangat langsing. Baja tertarik pada pandangan pertama.

Setelah sampai di rumah yang sederhana, Baja berdiri di halaman rumahnya sebelah sisi kiri terdapat banyak tumpukan barang bekas yang sudah dimasukkan ke dalam karung.

Baja ingat Keti pernah bercerita bahwa Ibunya bekerja sebagai pemulung.

Keti menyembul dari balik pintu mengajak Baja bertamu di ruang tamu. Pintu sengaja dibuka lebar. Baja dapat melihat furniture sederhana hanya lemari kayu yang lusuh. Tak ada kursi yang bisa Baja duduki dan tak ada meja untuk meletakkan cemilan dan minuman di atasnya. Hanya ada anyaman tikar, Baja duduk di samping Keti lalu meminum suguhan yang diberikan.

Sungguh gadis yang sangat perhatian. Baja semakin mengaguminya.

"Ja, kenapa topinya masih dipakai? Cepet copot!" pinta Keti.

Mendengar pintanya Baja hanya menggelengkan kepala.

Wajah Keti kesal dengan sikap pria itu, Baja sengaja menutupi rambutnya. Baja berpikir apa reaksinya nanti setelah tahu rambutnya yang acak-acakan. Mungkinkah Keti tak Sudi berteman. Sungguh di luar dugaannya saat tangan mungilnya melepas benda yang di kepala Baja. Pria itu memegang telapak tangan gadis itu.

"Sorry, Ja."

Keduanya sama-sama malu telah berbuat lancang, lekas Baja membuka sendiri topi miliknya.

Keti tertawa lepas melihat gambaran itu. Baja kembali menutup rambutnya yang membuat reaksi tertawa gadis itu.

Baja seolah terbius dengan tawanya. Mereka saling menatap.

"Ja, kenapa dipakai lagi! Cepet lepas."

"Aku akan lepas, tapi janji jangan ketawa."

"Tetapi, rambutmu lucu Ja."

"Apa yang lucu?"

"Po..po..akkkk, Ja. Hahaha..."

Tawa Keti makin menjadi Baja membekap mulutnya dengan kedua telapak tangan. Berharap Keti berhenti tertawa meskipun itu terlihat manis di mata Baja. Tetap saja lama kelamaan Baja risih.

Saat mata mereka bertemu, Baja dapat melihat keindahan dari sudut mata gadis itu. Ia membisu. Tidak ada kalimat lagi yang bisa Baja katakan kepada Keti.

Jika pertemuan pertama menimbulkan detak tak biasa. Entah atau karena Baja sudah mengenal lama di dunia maya. Atau mungkin kebetulan karena sering mengobrol setiap malam.

"Ket, aku mau ngomong sama kamu."

Tiba tiba Baja dapat berterus-terang. Keti mendengarkan dengan serius.

"Ngomong aja, Ja. Aku dengerin kok."

"Aku serius, Ket!"

Keti pun diam memandangnya bingung. Mulut Baja terkunci rapat menatap bola mata Keti yang penuh harap. Baja semakin susah mengutarakan kejujuran yang ada di isi hati.

Kemudian ide gila itu muncul. Baja merogoh ponsel dari saku celana lalu menuliskan pesan singkat untuknya.

Kira-kira seperti ini pesan dari Baja, [Maukah kamu jadi kekasihku?]

Ini pernyataan cinta yang konyol. Lewat pesan Baja berani menyatakan cinta padahal mereka tengah bersama.

Ting

Keti mulai mengetik pesan lalu terkirim kemudian Baja membacanya.

[Enggak]

Wajah Baja mulai kusut saat membaca isi pesan darinya. Keti menolak. Keti tersenyum ke arahnya.

Baja bertanya, "Alasannya, kenapa?" 

"Emm maksutku nggak bisa nolak."

"Maksudnya, kamu nerima aku gitu?"

Keti menganggukan kepala Baja benar-benar tidak percaya. Gadis itu menerimanya menjadi kekasihnya. Apa dia serius? Baja pikir ini terlalu cepat. Gadis yang dia kagumi dari suaranya semenjak dahulu sekarang sudah menjadi kekasihnya.

Keti teramat istimewa, pertemuan yang di tunggu-tunggu semenjak dahulu. Akhirnya, datang di bulan September. Bulan september yang akan menjadi awal cinta mereka berdua. Memeluk bulan September dengan kisah cinta mereka.

...

Di malam Minggu, Baja sering apel. Seperti para remaja yang sedang dirundung cinta. Baja selalu mengajak Keti bersepeda di malam Minggu.

Mereka menikmati suasana malam yang penuh bintang, bulan tampak cerah memberikan sepercik cahaya. Yang membuat wajah Keti bersinar dan Baja terus memandanginya.

Di bangku reyot yang sudah puluhan tahun menjadi saksi biksu cinta mereka, duduk dalam degup jantung yang tak menentu.

"Di sini tempatku biasa nongkrong, Dik Dengan Johan namun sekarang dia sudah pergi menjemput impiannya," ucap Baja sembari menatap bintang.

Mulai sekarang Baja sudah berani memanggilnya Dik. Sebagai Kekasih barunya. Entah, apa yang membuat Baja tiba-tiba membicarakan tentang Johan. Sahabatnya yang telah sukses menjadi seorang TNI Angkatan Darat.

"Johan itu sahabat Mas, kan." Keti bertanya dengan bibir terkatup pelan.

Baja mengerti dengan cara bicaranya, ia sedang memilih kalimat yang tepat supaya tidak sampai menginjak harga dirinya karena telah gagal meraih impian.

"Ya, Dik. Setelah hari itu dia tak memberi kabar lagi. Mungkin Johan sudah lupa dengan persahabatan kami."

Keti menepuk bahu kekasihnya, dia lalu mengatakan.

"Mungkin Johan sibuk dengan tanggung jawabnya."

Baja sudah menceritakan semua kegagalan dari cita-cita. Impian dulu kepadanya. Ini takdir dari Tuhan, ada hikmah yang bisa dia ambil.

Seandainya Baja sukses kala itu, impiannya terwujud. Baja mungkin tak bisa bertemu Suketi. Tak pernah menjalin cinta, bahkan tak ada waktu luang seperti ini.

Dirasa sudah cukup hati ini tenang, hari semakin larut malam. Mereka memilih kembali ke kediaman. 

"Jangan pernah menyesali apa yang sudah terjadi, Mas. Karena aku juga pernah gagal dan berhenti sekolah. Berdoa saja Tuhan tahu mana menurutNya yang terbaik."

Baja berterimakasih. Terimakasih telah mengingatkan untuk selalu bersyukur. Mengingatkan Baja untuk bisa ikhlas. 

Sesuatu yang kita kejar dengan kerja keras jika Tuhan belum berkehendak. Takdir tak akan sejalan. Namun, jika kita sudah berusaha disertai dengan doa. Meskipun sudah berkali-kali gagal.

Doa itu yang akan merubah takdir, menuntun kita ke kesempatan yang berujung bahagia. Siapapun bisa melewatinya dengan ujian Tuhan yang sesuai dengan takarannya masing-masing.

***

Pemalang, 3 Juli 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun