Mohon tunggu...
Akmal Husaini
Akmal Husaini Mohon Tunggu... Wiraswasta - suka menjaga kebersihan

kebersihan sebagian dari iman. Karena itulah jadilah pribadi yang bersih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mewaspadai Bibit Radikalisme di Tengah Pandemi

17 Juni 2020   05:53 Diperbarui: 17 Juni 2020   06:04 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Covid-19, news.detik.com

Sadar atau tidak, bibit radikalisme dengan sengaja disebarkan oleh pihak tertentu di tengah pandemi ini. Salah satu yang terlihat adalah penyebaran bibit kebencian di tengah pandemi. Mungkin diantara kita masih ingat bagaimana perlakuan diskriminasi yang menimpa petugas medis, karena dianggap membawa virus ketika pulang ke rumah. Mungkin kita juga masih ingat bagaimana perlakuan sebagian masyarakat yang menolak jenazah yang meninggal akibat covid-19. Contoh diatas merupakan bentuk bibit radikalisme yang dikemas melalui bentuk provokasi.

Tidak hanya itu, ketika pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), polemik kembali muncul di masyarakat. Ada yang menghembuskan pemerintah membatasi ruang gerak masyarakat, pemerintah tidak tau solusi dan lain sebagainya. Dan kenyataannya, akhirnya semua kota pun menerapkan PSBB. Tidak sampai disitu, ketika pemerintah melakukan pembatasan di tempat publik, salah satunya pembatasan aktifitas di tempat ibadah, tidak sedikit yang mencacinya. Pemerintah dianggap tidak berpihak ke kaum muslim, pemerintah membatasi aktifitas peribadahan, dan lain sebagainya.

Padahal, dalam Islam sendiri pun, jika ada sebuah wabah terjadi, dianjurkan untuk menghindarinya. Pemerintah Arab Saudi pun akhirnya juga melakukan hal yang sama. Menutup masjidil Haram sementara dari aktifitas peribadahan. Aktifitas umrah ditiadakan dulu untuk mencegah potensi masuknya wabah corona di tanah suci. Pencegahan sementara ini, jangan dimaknai sebagai upaya yang tidak memihak atau yang lain. Jangan pula dijadikan alat untuk melakukan provokasi, yang merupakan ciri khas kelompok radikal.

Provokasi dan ujaran kebencian memang seringkali dilakukan oleh kelompok radikal, untuk menyebarkan propaganda radikalisme dan intoleransi. Tujuannya agar masyarakat mudah terpengaruh, mudah saling menyalahkan dan merasa dirinya paling benar. Sementara, karakter mayoritas masyarakat Indonesia ini masih minim tingkat literasinya. Akibatnya, segala informasi yang berkembang dianggap sebagai sebuah kebenaran. Padahal, semuanya itu adalah kebohongan.

Mewaspadai bibit radikalisme yang dikemas dengan berbagai cara itu, harus terus dilakukan di tengah pandemi ini. Tanpa disadari, kita sebenarnya sudah terprovokasi bibit radikalisme, yang membuat kita saling membenci, saling mencaci, mengkritik yang dilandasi pada hoaks dan kebencian, serta menjauhkan diri pada toleransi dan sikap kegotongroyongan.

Di masa pandemi ini, kita harus tetap saling menguatkan satu dengan yang lain. Social distancing jangan menjadi alasan untuk tidak saling membantu antar sesama. Social distancing hanyalah upaya untuk menjauhkan diri dari potensi tertularnya virus corona. Social distancing tidak boleh dijadikan pembenaran untuk saling menjaga tali silaturahmi. Teknologi saat ini bisa membantu untuk menjauhkan yang dekat. Di masa pandemi ini, peranan teknologi sungguh sangat membantu. Namun, teknologi juga bisa dijadikan sarana untuk menyebarkan bibit radikalisme dan intoleransi, karena itulah bijak bermedsos dan bijak menggunakan teknologi adalah kuncinya. Salam sehat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun