Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis
Akhmad Mukhlis Mohon Tunggu... Dosen - Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

4ic meng-Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Carlos Carvalhal dan "Back to Back Swansea City" dari Degradasi

30 Maret 2018   07:45 Diperbarui: 30 Maret 2018   18:57 4170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar diambil dari www.swanseacity.com

Real Madrid akan selalu berdiri di atas sejarah setelah mereka menjadi tim tersukses di Eropa bukan hanya dengan 12 gelar Liga Champion, namun mereka juga menjadi tim yang mampu juara beruntun (back to back) pada tahun 2016 dan 2017. Namun, sepakbola juga menyimpan epiclainnya, salah satunya adalah kisah back to backSwansea City yang kemungkian besar akan kembali lolos dari jurang degradasi musim ini.

Akan sulit mempercayai bahwa Carlos Carvalhal yang ditunjuk Swansea City selepas Natal 2017 dapat bekerja luar biasa bagus sejauh ini. Datang dalam pesimisme suporter karena baru empat hari dipecat dari klub papan tengah Championship (kasta kedua kompetisi Inggris) Sheffield Wednesday. Ditambah kondisi klub yang memprihatinkan karena hanya mampu mengumpulkan 13 poin dari 20 pertandingan di liga --bagi jamak orang, satu-satunya jalan bagi mereka adalah terdegradasi. Nyatanya, Swansea terus melaju melewati 16 pertandingan (semua ajang) dengan hanya menelan 2 kekalahan. Total, di bawah kendali pelatih barunya, Swansea telah mengumpulkan tambahan 18 poin hanya dari 10 pertandingan liga. Hebatnya, mereka mampu menjungkalkan tim sekelas Arsenal dan Liverpool. Bukan hanya keluar dari zona degradasi, The Swans sekarang mulai nyaman merangkak ke papan tengah dengan selisih 4 poin dari zona merah.

Seorang Logis yang Menggambarkan dirinya "Footballing Romantic"

Saya tidak berani mengatakan perjalanan satu-satunya kesebelasan Wales ini sebagai sebuah keajaiban, karena memang begitulah apa yang dikatakan oleh sang manajer saat pertama diperkenalkan dihadapan publik tanggal 28 Desember 2017.

"Saya menyukai tantangang yang sulit. Banyak orang mengatakan bahwa Swansea membutuhkan keajaiban untuk bertahan di Liga Primer, tapi saya tidak setuju dengan itu, karena keajaiban adalah sesuatu yang bukan dari dunia kita. Ini (kesempatan melatih Swansea) adalah tantangan yang sangat bagus dan kami akan berjuang untuk menempatkan tim dalam posisi yang lebih baik (keluar menjauhi zona degradasi)" komentarnya seperti di kutip The Guardian.

Carvalhal jelas sosok yang logis, dia lebih suka menyebut pekerjaan menjadi nahkoda Alfie Mawson cs. merupakan sebuah tantangan bagus (bukan berat, catat!). Pelatih 52 tahun tersebut mengaku menolak banyak klub, mulai dari Jepang, Turki sampai di negara asalnya Portugal hanya untuk berjibaku dalam tantangan Premier League bersama Swansea. 

Mungkin kesempatan untuk beradu taktik dengan pelatih berkelas macam Pep Guardiola, Mourinho, Klopp dan lainnya menjadi dasar untuk menyebutnya sebagai tantangan bagus dan langka untuk dilewatkan. Ditambah kondisi yang sangat memprihatinkan dilingkup internal klub mendorongnya untuk menggambarkan perjalanannya dalam menerima kontrak jangka pendek penuh resiko tersebut sebagai sebuah "romantisme sepakbola." Mungkin sesaat setelah menerima tawaran, dalam dirinya Carvalhal mengucap "adakah yang lebih romantis dari menyelamatkan sesuatu dari jurang?"

Membutuhkan segudang keyakinan untuk mengangkat performa tim yang bermarkas di Liberty Stadium ini terus berjuang di Liga Premier ketika itu. Sepeninggal Paul Clement dan karateker Leon Britton, tim tersebut menjadi uggulan untuk menjadi penghuni Championship tahun depan. Carlos memahami dia membutuhkan keyakinan bulat diantara seluruh punggawa timnya, sehingga dia menahbiskan dirinya menjadi lokomotif motivasi untuk timya.

"Saya adalah orang yang sangat positif dan saya tahu bahwa jika anda (wartawan) bertanya kepada 100 orang --selain fans Swansea, saya yakin mereka akan mengatakan bahwa tim ini akan terdegradasi. Jelas hal tersebut ada dalam setiap pikiran orang yang melihat sepakbola, terpaut lima poin dari zona aman, tim sedang tidak bermain bagus, bahkan seringkali tidak mampu menciptakan peluang, alih-alih mencetak gol. Tapi kita bisa mengubah sesuatu, minimal itulah yang (harus) kita percaya. Kita bisa memperbaiki pemain dan menciptakan dinamika baru" pungkasnya.

"Kita" dalam ucapan Carvalhal di atas adalah merujuk pada gerbong baru yang dia bawa dalam skuad yaitu dua asisten dan dua analisis. Dia juga berjanji untuk memberikan peran pada Leon Britton yang sebelumnya menjadi karateker dalam dua pertandingan sepeninggal Paul Clement.

Humor adalah Jawaban untuk Menyamarkan Ketegasan serta Melipat Tekanan

Durasi kontrak yang teramat pendek --sampai 30 Juni 2018, tidak membuat Carlos Carvalhal ciut dengan ancaman degradasi yang berarti ancaman pemecatan. Baginya hanya ada satu jalan pintas yang dengan melewatinya dia mendapatkan kesemuanya yang ada dalam keranjang targetnya, membangun kembali tim, mengeluarkan dari jurang degradasi dan juga mungkin memperpanjang karirnya di Premier League. Sepertinya dia memilih jalan bernama humor.

Pertama, melalui humor dia membutuhkan waktu yang singkat untuk masuk ke dalam alam keyakinan anak asuhnya untuk menanamkan optimisme. Hal tersebut diamini oleh salah satu anak emasnya Alfie Mawson seperti dikutip The Telegraph.

"Dia lucu, sering mengumbar tawa, tapi saat mulai berbicara tentang pekerjaan, dia seperti pebisnis. (Kelucuan) Dia sering membawa hawa segar dalam tim. Dia sangat berkarakter, dan sangat berenergi, kami telah merasakannya sejauh ini" begitu jawab Mawson saat ditanya sosok pelatih barunya tersebut.

Selera humor Carvalhal bukan hanya membawanya dekat dengan seluruh punggawa tim, namun dalam sisi lain hal tersebut membuat keuntungan tersendiri bagi tim dihadapan media. Lihat saja kelakarnya saat mampu mengalahkan Liverpool, dia mengibaratkan taktiknya dengan 'menghentikan mobil Formula 1 di jalanan ibukota London'. 

Humor berkelas tersebut bukan saja menghibur bagi media, namun juga meredakan tekanan pada anak asuhnya. Dengan mereduksi tekanan para pemain, dia tentu akan sangat dimudahkan dalam mengembangkan strategi selanjutnya. Nampaknya dia sangat sadar bahwa stress adalah hambatan terbesar sebuah tim untuk berkembang.

Independensi Taktik

Bagi seorang pelatih, keberhasilan pertama adalah berjalannya strategi yang diasah saat bermain dalam sebuah pertandingan. Oleh karena itu, seorang pelatih membutuhkan tim yang mampu fokus penuh selama 90 menit untuk menjalankan taktiknya. Apapun hasilnya, strategi harus dijalankan dengan sungguh-sungguh saat bertanding. Pelatih berkelas punya independensi (terkadang cenderung diktator) dalam taktiknya, sehingga tidak jarang kita melihat pemain bintang ditendang dari sebuah tim karena memberontak strategi pelatihnya.

Hal tersebut sepertinya juga telah dimiliki seorang Carlos Carvalhal. Lihat saja statistik pertandingan terakhir melawan Huddersfield 10 Maret 2018 kemarin. Saat timnya mendapatkan bencana kartu merah Jordan Ayew pada menit ke 11, Carvalhal menunjukkan independensi strategi bermainnya. Dengan hanya 19% penguasaan bola, tanpa tendangan ke arah gawang lawan sekalipun, bahkan tanpa sepak pojok sepanjang laga. Statistik tersebut sangat unik, karena merupakan yang terendah kedua sepanjang sejarah Liga Inggris sejak 2003.

Bagi penggemar dan penikmat sepakbola, hal tersebut sangatlah memalukan. Namun bagi Carvalhal yang logis, apapun harus dilakukan untuk mengamankan poin. Untuk menggenapinya dia menyatakan pertandingan tersebut layaknya seperti malam disebuah opera. Baginya (untuk mengamankan mental anak asuhnya) tekanan bertubi-tubi sepanjang pertandingan harus dinikmati selayaknya menikmati pertunjukan menegangkan dalam sebuah opera.

Sepertinya Swansea City kembali menunjukkan hiburan layaknya musim kemarin. Mereka kembali selamat dari jurang degradasi setelah paruh musim yang menyedihkan. Secara matematis Swansea hanya membutuhkan 9 poin lagi (menuju poin aman, 40) dari 8 laga sisa untuk lolos dari jurang degradasi. Jika Paul Clement menjadi cerita waktu itu, sekarang ada Carlos Carvalhal. Apakah roda nasib keduanya akan berakhir sama? Yang pasti bagi saya, Carlos Carvalhal telah mewujudkan sebuah kejutan pada musim ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun