Mohon tunggu...
Faisol
Faisol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lahir di Jember - Jawa Timur, Anak ke 2 dari enam bersaudara.

Instagram : akhmadf_21 Twitter : @akhmadf21

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hubungan dengan Tuhan dan Manusia sebagai Fenomena Mengolah Rasa Menjadi Buah Karya

27 Mei 2021   21:00 Diperbarui: 27 Mei 2021   21:02 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi :www//liputan6.com

"Dikala kesunyian menghampiri, dan di dalam diri sedang terjadi pergolakan yang dahsyat, Ingatlah masih ada Tuhan di dekat kita, Bahkan Ia lebih dekat dari Urat Leher"

_Faisol

Setiap makhluk yang bernyawa, tentu memiliki rasa, meski rasa itu tidaklah sama antara makhluk yang satu dengan makhluk lainnya.

Begitu pula dengan manusia, yang merupakan makhluk paling sempurna di antara makhluk ciptaan lainnya, karena manusia di anugerahi perangkat paling lengkap, mulai dari perangkat yang kasar, sampai pada perangkat yang paling halus, dan tak terlihat oleh kasat mata, salah satunya adalah rasa, dimana manusia bisa merasakan berbagai macam kejadian dalam kehidupan sehari-hari, baik peristiwa sebelum, sedang dan yang akan terjadi. Disinilah uniknya manusia sebagai makhluk yang bisa berpikir dan berbicara.

Rasa itu ada dalam hati, yang bisa merasakan segala sesuatu yang bertautan dengan hati, sehingga ada istilah yang mengatakan, "yang bisa membaca hati, ya hati sendiri", artinya yang bisa merasakan sesuatu yang ada dalam hati, ya itu hati.

Terlepas istilah di atas salah ataupun benar, sangat tergantung dengan konsteknya, dimana rasa itu berlaku dalam dua hal, yakni rasa bahagia dan rasa derita. 

Sebagai makhluk yang normal, siapapun menginginkan bahagia itu selalu datang menghampiri dan menemani kita, tetapi tidak semua bahagia itu menjadi kebahagiaan tersendiri, sebab manusia dalam kehidupan sosial, akan selalu bertautan dengan manusia lainnya, tidak heran kemudian rasa itu selalu tumbuh dalam situasi dan kondisi kehidupan sosial sebagai salah satu bentuk bahwa manusia yang satu dengan manusia yang lain saling membutuhkan.

Para pujangga, penulis fiksi dan non fiksi, pekerja seni, dan berbagai macam profesi lainnya, selalu dihadapkan pada rasa dan logika, walaupun terkadang antara rasa dan logika tidak bisa menyatu, namun ketika di olah keduanya bisa saling bersinergi satu sama lain. 

Rasa dalam diri itu ibarat perpaduan alat musik, meski berbeda dalam dentumannya, namun di olah dalam kesatuan orkestra, dengan ketukan nada yang sama, dan di mainkan dengan skil dewa, tentu akan menghasilkan perpaduan bunyi yang sangat indah, dan bisa dirasakan langsung keindahannya dengan hati, begitu pula sebaliknya ketika perpaduan dalam diri kacau ditambah balau, maka akan terdengar seperti nuklir yang membuat telinga menjadi panas.

"Tuhan itu maha Indah, dan menyukai keindahan" begitu pula dari sebuah rasa menjadi sebuah karya bukan lantas terjadi dalam hitungan detik, namun selalu ada proses yang melatarbelakanginya. 

Rasa yang dipadukan dengan pikiran akan memunculkan sebuah gagasan, dan ketika gagasan diolah dalam realitas kehidupan akan menjadi kebiasaan, sehingga tidak salah, jika adat dan istiadat, merupakan bentuk gagasan yang dilatar belakangi oleh rasa itu sendiri, dan para pendahulu kita, mampu berjuang dengan bambu runcing, karena ada rasa yang sama untuk menjadi bangsa yang merdeka.

Rasa terjajah, terdiskriminasi, dan diperlakukan tidak manusiawi, menjadikan para pahlawan bangsa memiliki rasa persatuan dan kesatuan untuk merdeka, dibawah tekanan Belanda dan Jepang, ini merupakan fakta sejarah yang tidak bisa kita pungkiri.

Kembali lagi dalam konstek rasa, dimana kita dalam hidup dalam kondisi sosial yang memiliki ragam kebutuhan dan kepentingan yang berbeda. Dalam konstek hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain, menjadikan rasa yang muncul dengan berbagai macam variaannya. 

Rasa benci, rindu, sakit hati, bahagia, derita tiada Tara, dan rasa-rasa yang lain, merupakan fenomena sosial yang lumrah terjadi, bagaimana rasa kita kepada Tuhan? 

Setiap makhluk yang ada dimuka bumi ini, mempunyai sistem keyakinan dan kepercayaan yang juga sangat beragam dalam manifestasinya berTuhan, namun kembali pada hati yang memiliki sistem merasakan, tentu selalu ingin menghadirkan Tuhan dalam setiap langkah dan pergerakan, karena hubungan manusia dan Tuhan merupakan hubungan yang absolut. 

Manusia dengan kekuatan metafisiknya, ia akan selalu merasakan hadirnya Tuhan dalam setiap helai nafas, sehingga banyak para sufi, seperti Ibnu Arabi, imam Al Ghozali, Jalaluddin Rumi dan para tasawwuf lainnya mampu menghasilkan karya dengan rasa, karena melalui jalur rasa, kita bisa mengenal diri kita sendiri.

Contoh Imam Al Ghozali dengan rasa derita yang di alaminya, beliau mampu menciptakan karya yang sangat fenomenal, Al Ghozali ini menulis kitab Ihya Ulumuddin, ketika beliau dalam situasi di penjara yang penuh derita, namun karyanya cukup fenomenal dan bahkan menjadi rujukan para ulama dimasa kekinian.

Mungkin secara umum orang lebih banyak menginginkan rasa bahagia, tetapi lain halnya dengan para sufi dan pujangga, justru bahagia hanya akan membunuh ide dan kreatifitas, sehingga ada yang mengatakan "Derita adalah duka yang nikmat". Artinya dengan duka lara yang menyayat jiwa, dan rasa pedih itu akan menjadi olahan yang nikmat, untuk di sajikan pada tamu-tamu penikmat rasa.

Barangkali sedikit ulasan tentang hubungan Tuhan dan Manusia sebagai fenomena untuk menghasilkan sebuah karya yang bisa dilihat, di baca dan di rasa, sehingga racikan rasa dengan bumbu senyum Dan air mata, menjadi racikan yang penuh makna dalam hidup dan kehidupan kita. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun