Mohon tunggu...
Akhmad BumiSH
Akhmad BumiSH Mohon Tunggu... Pengacara - Lawyer

Lawyer

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ruslan Buton, Hukum dan Negara

6 Juni 2020   13:45 Diperbarui: 6 Juni 2020   13:53 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Akhmad Bumi )*

Ruslan Buton, Komandan Pos Satgas SSK III Batalyon RK 732 Banau, Maluku Utara mendadak viral disosial media maupun media-media cetak lokal dan nasional. Ruslan Buton dilapor oleh Auliyah Fahmi, SH yang diketahui melalui Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor; B/41/V/Res.2.5/2020/Dittipidsiber tanggal 26 Mei 2020 yang menyebut Auliyah Fahmi sebagai Pelapor.

Ruslan Buton ditangkap karena membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk rekaman pada tanggal 18 Mei 2020. Dalam rekaman Ruslan mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden (tempo.co, 31 Mei 2020).

Ruslan Buton dijerat Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Pasal 207 KUHP.

Ruslan Buton dilaporkan Auliyah Fahmi, SH pada Jum'at, tanggal 22 Mei 2020 di Bareskrim Polri dengan Laporan Polisi (LP) No. LP/B/0271/V/2020/Bareskrim. Tanggal 23, 24 dan 25 (Sabtu, Minggu, Senin) libur hari raya Idul Fitri.

Selasa tanggal 26 Mei 2020 keluar Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor; B/41/V/Res.2.5/2020/Dittipidsiber, tanggal 26 Mei 2020 juga keluar surat penetapan hasil gelar perkara No. S.Tap/73/V/2020/Dittipidsiber, dan keluar surat Penetapan Tersangka No. B/679/V/RES.2.5/2020/ Dittipidsiber, (lapan6online.com, 30 Mei 2020).

Pada tanggal 28 Mei 2020 Ruslan ditangkap didesa Wabula I, kecamatan Wabula, kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Ruslan resmi ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 29 Mei 2020 hingga tanggal 17 Juni 2020.

Praperadilan

Tonin Tachta Singarimbun, SH selaku Kuasa Hukum Ruslan Buton telah mendaftarkan permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 62 pada tanggal 2 Juni 2020.

Kuasa Hukum Ruslan menyebutkn "tanggal 22 Mei dilaporkan, tanggal 26 Mei sudah ditetapkan tersangka. Harusnya polisi memeriksa Ruslan terlebih dahulu sebelum menetapkannya tersangka. Ini orang jadi tersangka diperiksa dulu, baru boleh, apalagi ini laporan, bukan operasi Polisi", (detiknews, 2 Juni 2020).

Langkah tepat jika Kuasa Hukum Ruslan Buton menguji sah atau tidaknya penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka melalui Praperadilan. Praperadilan memang satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari Kepolisian dan atau Kejaksaan dalam melakukan tindakan tersebut.

Wewenang praperadilan sesuai Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 untuk menguji sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi, juga untuk menguji sah tidaknya penetapan tersangka.

KUHAP memberi syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang.

Dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, Penyidik sudah harus memiliki bukti permulaan yang cukup atau minimal memenuhi dua alat bukti yang sah menurut KUHAP, bukan sedang mengumpulkan bukti.

Antara mengumpulkan bukti dan menemukan tersangka adalah dua hal berbeda, apalagi Ruslan Butonnya belum diperiksa tapi sudah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 26 Mei 2020 atau empat hari setelah Auliyah Fahmi melaporkan di Bareskrim Polri atau dua hari sebelum Ruslan Buton ditangkap tanggal 28 Mei 2020.

Harusnya mengumpulkan bukti terlebih dahulu, menguji keabsahan bukti-bukti dan melakukan penyitaan, kemudian melahirkan kesimpulan dan menemukan tersangkanya. Ruslan Buton bukan tertangkap tangan tapi diperiksa berdasar laporan polisi (LP). Mekanisme formilnya harus dilalui sesuai ketentuan KUHAP yang diawali dengan penyelidikan (Lidik).

Hukum dan Negara

Membaca letak posisi kasus Ruslan Buton di atas, poinnya adalah karena Ruslan Buton menganjurkan pak Joko Widodo untuk mundur dari Presiden, olehnya dianggap menghina kekuasaan yang sah (Pasal 207 KUHP). Menganjurkan pak Joko Widodo untuk mundur dianggap penghinaan pada kekuasaan.

Soalnya kemudian, apa hubungan antara Auliyah Fahmi, SH (Pelapor) dengan Ruslan Buton? Rekaman suara Ruslan Buton yang beredar tidak ada kaitan ataupun menyinggung Auliyah Fahmi. Apa pak Presiden Jokowi memberikan kuasa kepada Auliyah Fahmi, SH untuk melapor Ruslan Buton?

Hal ini karena nama Auliyah Fahmi termuat dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tanggal 26 Mei 2020 sebagai Pelapor.

Membaca rangkaian cerita hingga ditetapkan Ruslan Buton sebagai tersangka dan ditahan tidak dapat disandarkan pada hukum yang berlaku (baca KUHAP), bahkan jauh dari keadilan hukum. Semakin berdebat semakin jauh keadilan itu.

Olehnya benar Walter Benyamin menyebutkan keadilan tidak dapat ditemukan dalam tatanan hukum. Kalau kita berpatok pada faham hukum lama, yakni keadilan berkesesuaian dengan hukum, berarti kita mendasarkan keadilan itu pada kekerasan, karena sesungguhnya tatanan hukum yang dihasilkan Negara itu ditetapkan dengan menggunakan kekuasaan yang tidak lain sebuah kekerasan.

Kalau Undang-undang itu adalah memberlakukan kekerasan dan legitimasi kekerasan, bagaimana mungkin kita menjadikannya sebagai landasan untuk menetapkan sesuatu yang adil.

Ketika lembaga yang disebut Negara menetapkan suatu tatanan hukum, sebagaimana dituntut oleh faham demokrasi modern, untuk dijadikan dasar segala tindakan Negara dan warganya, maka ketika itulah sebenarnya terjadi pencampuradukkan kekuasaaan, kekuatan dan kekerasan. Olehnya menurut Walter Benyamin apa yang disebut adil dan tidak adil itu tidak berada dalam ruang hukum.

Protagoras dalam pandangannya menyebutkan warga-warga seluruhnya yang menentukan Undang-undang, tidak lagi tergantung dari aturan alam, melainkan dari keputusan manusia. Manusia yang menentukan mana yang baik dan adil. Tetapi bukan warga seluruhnya yang menentukan melainkan hanya oleh orang-orang yang berkuasa.

Memang maksud terbentuknya hukum adalah mengendalikan orang kuat, akhirnya orang kuat yang selalu menang. Itu berarti kesewenang-wenangan menjadi sumber hukum. Jika demikian, dibuka kemungkinan timbulnya anarkhi (tanpa pemerintah) dan nihilisme (ketiadaan nilai-nilai).

Plato melontarkan pemikiran terkait Negara dan hukum. Plato perpandangan disamping gejala (fenomen) yang nampak atau yang kelihatan, ada juga eidos (ideal), yang tidak kelihatan. Dualisme Plato meresapi ajarannya mengenai Negara.

Dunia fenomen terdapat Negara-negara yang real, dan dalam eidos terdapat Negara-negara yang ideal. Negara ideal adalah Negara diatur secara adil. Model itu merupakan model absolut berupa aturan hidup manusia. Menurut Plato, manusia dapat hidup dan berkembang menurut hakekatnya hanya melalui Negara.

Olehnya Negara yang menentukan adil atau tidaknya manusia, bukan individu-individu warga Negara. Pandangan Plato tersebut mengarah pada negara Totaliter. Walau terdapat eidos Negara sebagai model bagi Negara empiris, tapi bagi Negara ideal yang dipimpin orang bijaksana, sulit diwujudkan.

Lebih buruk lagi dimana-mana Negara empiris cendrung merosot. Negara-negara yang dahulu tentara berkuasa (timokrasi), kemudian orang-orang kaya mengambil alih (oligarkhi), kemudian diambil alih kelas ketiga (demokrasi), kemudian Negara jatuh pada satu orang yang memerintah dengan sewenang-wenang (tirani) atau totaliter.

Gambaran Ruslan Buton dalam kasusnya memberi gambaran bagaimana Negara berlakukan hukum secara tidak adil atau disebutnya peristiwa luar biasa dalam hukum. Artinya dalam membuat hukum, rule making atau dalam memberlakukan hukum terhadap Ruslan Buton itu memiliki keunikan dan kekhususan diluar norma dan tatanan hukum.

Jika kita menangani kasus dengan menerapkan norma-norma hukum yang benar maka aspek keunikkan dan kekhususan itu tidak tersentuh. Karena ada keunikkan dan kekhususan maka seseorang yang tidak bersalah dapat dinyatakan bersalah atau seseorang yang bersalah dinyatakan tidak bersalah.

Olehnya untuk menemukan keadilan hukum, kita harus berani berhukum dengan meninggalkan cara berhukum yang memiliki keunikan dan kekhususan itu. Itu yang luar biasa, rule breaking.

Keunikan dan kekhususan itu tidak hanya merusak paham kepastian hukum, tetapi juga melanggar otonomi hukum. Hukum itu otonom, dan sama sekali tidak terpengaruh dengan keadaan diluar hukum.

Segala urusan hukum harus diselesaikan secara hukum yakni menurut hukum positif yang berlaku. Hukum itu bersifat autopietik. Artinya hukum bekerja menurut proses yang hanya ada didalam dirinya yang tidak dipicu dari luar.

Karena keunikan dan kekhususan itu, Ruslan Buton akan menemui kesulitan dalam menemukan atau mendapatkan keadilan di dalam hukum. Semakin dikejar semakin jauh keadilan itu berlari. Pada titik ini dibutuhkan dekonstruksi hukum secara progresif untuk menemukan keadilan hukum (ius quia iustum).[]

)* Penulis; Advokat, Tinggal di Kupang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun