Mohon tunggu...
Akhmad BumiSH
Akhmad BumiSH Mohon Tunggu... Pengacara - Lawyer

Lawyer

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ruslan Buton, Hukum dan Negara

6 Juni 2020   13:45 Diperbarui: 6 Juni 2020   13:53 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau Undang-undang itu adalah memberlakukan kekerasan dan legitimasi kekerasan, bagaimana mungkin kita menjadikannya sebagai landasan untuk menetapkan sesuatu yang adil.

Ketika lembaga yang disebut Negara menetapkan suatu tatanan hukum, sebagaimana dituntut oleh faham demokrasi modern, untuk dijadikan dasar segala tindakan Negara dan warganya, maka ketika itulah sebenarnya terjadi pencampuradukkan kekuasaaan, kekuatan dan kekerasan. Olehnya menurut Walter Benyamin apa yang disebut adil dan tidak adil itu tidak berada dalam ruang hukum.

Protagoras dalam pandangannya menyebutkan warga-warga seluruhnya yang menentukan Undang-undang, tidak lagi tergantung dari aturan alam, melainkan dari keputusan manusia. Manusia yang menentukan mana yang baik dan adil. Tetapi bukan warga seluruhnya yang menentukan melainkan hanya oleh orang-orang yang berkuasa.

Memang maksud terbentuknya hukum adalah mengendalikan orang kuat, akhirnya orang kuat yang selalu menang. Itu berarti kesewenang-wenangan menjadi sumber hukum. Jika demikian, dibuka kemungkinan timbulnya anarkhi (tanpa pemerintah) dan nihilisme (ketiadaan nilai-nilai).

Plato melontarkan pemikiran terkait Negara dan hukum. Plato perpandangan disamping gejala (fenomen) yang nampak atau yang kelihatan, ada juga eidos (ideal), yang tidak kelihatan. Dualisme Plato meresapi ajarannya mengenai Negara.

Dunia fenomen terdapat Negara-negara yang real, dan dalam eidos terdapat Negara-negara yang ideal. Negara ideal adalah Negara diatur secara adil. Model itu merupakan model absolut berupa aturan hidup manusia. Menurut Plato, manusia dapat hidup dan berkembang menurut hakekatnya hanya melalui Negara.

Olehnya Negara yang menentukan adil atau tidaknya manusia, bukan individu-individu warga Negara. Pandangan Plato tersebut mengarah pada negara Totaliter. Walau terdapat eidos Negara sebagai model bagi Negara empiris, tapi bagi Negara ideal yang dipimpin orang bijaksana, sulit diwujudkan.

Lebih buruk lagi dimana-mana Negara empiris cendrung merosot. Negara-negara yang dahulu tentara berkuasa (timokrasi), kemudian orang-orang kaya mengambil alih (oligarkhi), kemudian diambil alih kelas ketiga (demokrasi), kemudian Negara jatuh pada satu orang yang memerintah dengan sewenang-wenang (tirani) atau totaliter.

Gambaran Ruslan Buton dalam kasusnya memberi gambaran bagaimana Negara berlakukan hukum secara tidak adil atau disebutnya peristiwa luar biasa dalam hukum. Artinya dalam membuat hukum, rule making atau dalam memberlakukan hukum terhadap Ruslan Buton itu memiliki keunikan dan kekhususan diluar norma dan tatanan hukum.

Jika kita menangani kasus dengan menerapkan norma-norma hukum yang benar maka aspek keunikkan dan kekhususan itu tidak tersentuh. Karena ada keunikkan dan kekhususan maka seseorang yang tidak bersalah dapat dinyatakan bersalah atau seseorang yang bersalah dinyatakan tidak bersalah.

Olehnya untuk menemukan keadilan hukum, kita harus berani berhukum dengan meninggalkan cara berhukum yang memiliki keunikan dan kekhususan itu. Itu yang luar biasa, rule breaking.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun