Mohon tunggu...
Akbar Zainudin
Akbar Zainudin Mohon Tunggu... Human Resources - Trainer Motivasi, Manajemen dan Kewirausahaan. Penulis Buku "Man Jadda Wajada". BUKU BARU: "UKTUB: Panduan Lengkap Menulis Buku dalam 180 Hari". Ngobrol bisa di Twitter: @akbarzainudin atau www.manjaddawajada.biz

Trainer Motivasi, Manajemen dan Kewirausahaan. Penulis Buku "Man Jadda Wajada". BUKU BARU: "UKTUB: Panduan Lengkap Menulis Buku dalam 180 Hari". Ngobrol bisa di Twitter: @akbarzainudin atau www.manjaddawajada.biz

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengatasi 8 Ketakutan dalam Mengajar

26 Agustus 2021   14:22 Diperbarui: 9 September 2021   05:42 1341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengajar | Sumber: Pexels/Max Fischer

MENGATASI 8 KETAKUTAN DALAM MENGAJAR

(Bagian 11 dari 20 tulisan untuk buku baru saya yang akan terbit September 2021, GURU HEBAT MAN JADDA WAJADA)

Tidak semua orang mempunyai keberanian untuk mengajar. Padahal yang sering terjadi, biasanya ketakutan-ketakuan itu muncul hanya ada dalam pikiran seseorang, dan belum tentu akan terjadi pada saat mengajar. 

Oleh sebab itu agar tumbuh keberanian orang dalam mengajar, salah satu yang bisa dilakukan adalah mencari penyebab ketakutan untuk mengajar tersebut. 

Ketakutan-ketakutan itu biasanya ada dalam pikiran dan perasaan saja, lalu menjadi beban pada saat mengajar. 

Beban mental ini terkadang mengakibatkan proses belajar-mengajar yang dilakukannya menjadi kurang efektif.

Di bawah ini akan dijelaskan beberapa faktor dominan penyebab 8 ketakutan menjadi pengajar.

Ketakutan Pertama: Merasa Tidak Mampu
Seseorang tidak mau menjadi guru ataupun pengajar biasanya karena merasa dirinya tidak mampu untuk mengajar. 

Terkadang seseorang merasa bahwa mengajar adalah pekerjaan bagi mereka yang sudah benar-benar menguasai mata pelajaran yang akan diajarkan sedangkan ia merasa belum menguasai sepenuhnya. 

Selain itu, ia juga merasa tidak mampu menjelaskan dengan baik mata pelajaran tersebut. Karenanya ia merasa takut bahwa apa yang diajarkannya tidak bisa diterima dengan baik oleh murid-murid ataupun mahasiswanya.

Padahal, biasanya ketakutan semacam itu hanya ada dalam pikiran kita. Dan pada saat kita memulai untuk mengajar, maka ketakutan itu akan hilang dengan sendirinya. Karena itu, kenapa kita tidak mencoba menyingkirkan ketakutan-ketakutan itu?

Ketakutan Kedua: Takut Kehabisan Kata-kata
Salah satu ketakutan terbesar saat mengajar adalah, takut akan kehilangan atau kehabisan kata-kata di tengah-tengah kegiatan mengajar. 

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang kehilangan kata-kata semacam ini. Tetapi faktor utamanya adalah terjadinya sesuatu dalam pikiran kita, atau biasa disebut "blank"atau pikiran yang kosong. 

Ketika pikiran seseorang dalam keadaan kosong, maka ia tidak bisa mengucapkan kata-kata. 

Dan seakan-akan berbagai kalimat yang telah disusunnya itu hilang dari pikirannya atau tertahan di tenggorokan. Akibatnya, muncul kekalutan dan kepanikan, dan keringat dingin dari tubuhnya. Hal ini menandakan bahwa orang tersebut sedang mengalami nervous dan kegugupan.

Kondisi seperti inilah yang menjadi titik kritis dalam proses belajar-mengajar. Jika guru mampu keluar dari situasi kritis dengan baik, maka ia akan mampu mengembalikan keadaan seperti semula. Tetapi jika ia tidak mampu keluar dari situasi ini, kepanikan itu akan terus bertambah dan merusak proses belajar-mengajar.

Ada beberapa sebab yang membuat seseorang mengalami kehilangan kata-kata. Salah satunya adalah karena ia menghafalkan materi pengajaran kata demi kata secara langsung. Akibatnya, saat ia lupa akan satu kata atau kalimat tersebut, maka ia tidak bisa melanjutkan kalimat-kalimat berikutnya.

Untuk mengatasinya, cobalah untuk memahami materi secara komprehensif, sehingga tidak perlu menghafalkan kata per kata. 

Jika takut lupa, tulislah poin-poin penting dalam lembaran kertas kecil atau slide presentasi. 

Dengan menguasai skema besar pengajaran akan memudahkan bagi guru untuk menghadapi berbagai situasi apapun, termasuk mengatasi lupa akan sesuatu yang akan dibicarakannya.

Kehilangan kata-kata juga bisa disebabkan karena tekanan mental yang sangat kuat. Misalnya, ia menuntut dirinya untuk tampil dengan performa terbaik. 

Tekanan untuk tampil sempurna mengakibatkan seseorang terbebani mental dan pikirannya, sehingga menyebabkannya ia kehilangan kata-kata.

Salah satu cara untuk mengembalikan situasi ini menjadi lebih baik, adalah dengan membuat jeda waktu beberapa menit. 

Jeda ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari memberikan lembar kerja dan kuesioner yang harus diisi oleh siswa, memberikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab secara tertulis, memutar lagu atau video, membuat permainan kelompok, dan berbagai aktivitas lainnya yang melibatkan siswa (partisipatoris). 

Di satu sisi peserta akan memperoleh kegiatan yang variatif, sementara di sisi lain berbagai kegiatan yang dilakukan tersebut memberikan waktu bagi guru untuk berpikir sejenak, melihat-lihat materi yang ada, serta mengembalikan energi dan kepercayaan diri yang sempat hilang beberapa saat.

Ketakutan Ketiga: Takut Melakukan Kesalahan
Pada saat mengajar, biasanya seseorang akan mengalami ketakutan berbuat kesalahan. 

Seseorang menginginkan proses belajar-mengajar yang baik, sempurna, dan semua rencana bisa berjalan dengan lancar. 

Ia juga mengharapkan agar siswa bisa memahami apa yang disampaikan sehingga tujuan pengajarannya bisa tercapai. 

Namun harus disadari, bahwa setiap manusia mempunyai potensi untuk berbuat kesalahan pada saat presentasi. Bukan karena ia secara pribadi adalah manusia biasa, tetapi juga karena ia berhubungan dengan banyak orang, di mana terdapat berbagai hal yang ada di luar kontrolnya. Siswa misalnya, adalah orang lain yang berada di luar dirinya.

Dengan menyadari bahwa pada saat ia mengajar terdapat banyak faktor di luar dirinya, maka potensi kesalahan akan selalu terjadi. 

Kesadaran ini akan memberikan pemahaman, jika terjadi kesalahan adalah hal manusiawi. Paradigma ini menjadi penting agar kita tidak kehilangan kepercayaan diri dan panik manakala terjadi kesalahan.

Kesalahan adalah cara terbaik seorang pengajar untuk terus belajar. Dengan mengetahui berbagai kesalahan yang dilakukannya, ia akan memperbaikinya di masa mendatang.

Ketakutan melakukan kesalahan hanya akan menghalangi seseorang untuk bisa memperbaiki keterampilan mengajarnya. 

Semakin banyak kesalahan yang dilakukan, jika ia mampu belajar dari kesalahan tersebut, maka lambat laun cara mengajarnya akan semakin baik.

Kesalahan pada saat mengajar jangan dianggap bencana yang akan menghancurkan seluruh sendi kehidupan kita. 

Dan kesalahan itu tidak akan mengakibatkan kefatalan pada diri kita, tetapi justru dengan kesalahan itulah proses belajar-mengajar yang kita lakukan akan semakin meningkat dari hari ke hari.

Adapun yang harus dilakukan pada saat melakukan kesalahan adalah tetap tenang dan berusaha untuk menguasai keadaan. 

Kesalahan-kesalahan kecil, misalnya spidol terjatuh ketika menulis, menumpahkan air di atas meja, atau salah dalam menjawab, serta berbagai kesalahan lainnya tidak perlu dihadapi dengan kepanikan. 

Berusahalah untuk tetap tenang dan memperbaiki kesalahan yang terjadi, lalu teruslah mengajar seakan-akan itu tidak pernah terjadi. 

Namun demikian, tentu saja tidak semua kesalahan bisa ditolerir. Misalnya salah materi, adalah kesalahan fatal yang tidak boleh dilakukan pengajar profesional. Karena itu, jika kesalahan-kesalahan dan kekurangan yang terjadi terus diperbaiki dari waktu ke waktu, maka kesalahan tersebut akan berkurang.

Keterampilan seseorang tidak bisa diperoleh dalam satu waktu sekaligus. Jika kita menginginkan untuk tidak melakukan kesalahan dalam pada saat itu juga, maka hal itu sulit dilakukan. 

Cara kita belajar dari kesalahan, yaitu bagaimana meminimalisir kesalahan secara bertahap. 

Kunci dari semuanya itu adalah jam terbang sehingga pada saat mengajar selanjutnya kesalahan dan kekurangan yang terjadi bisa diperbaiki.

Maka dari itu, lakukanlah persiapan yang matang agar kesalahan bisa diminimalisir. 

Sebelum proses belajar-mengajar berjalan, periksalah semua persiapan mengajar dan peralatan yang dibutuhkan. 

Jika semua persiapan sudah terpenuhi, kita tinggal menyerahkan semua pada Tuhan agar memberikan kemudahan. Hal itu akan membuat kita menjadi lebih yakin dan tenang.

Ketakutan Keempat: Takut Siswa atau Audiens Tidak Paham
Ketakutan selanjutnya dalam mengajar adalah takut bahwa apa yang kita sampaikan tidak bisa dipahami oleh siswa atau audien. 

Jika apa yang kita sampaikan tidak dipahami, tentu hal itu akan merisaukan. Namun, ketakutan seperti ini biasanya terjadi karena kekhawatiran kita melihat situasi dan kondisi yang berkembang selama proses belajar-mengajar. 

Untuk bisa mengatasi ketakutan semacam ini, persiapan materi menjadi penting. Perkaya materi yang akan disampaikan dengan berbagai hal yang kontekstual, sehingga mampu menarik perhatian para siswa. 

Karena ketika para siswa tidak menaruh perhatian terhadap materi yang kita sampaikan, hal ini akan menimbulkan keraguan dalam diri kita, seakan-akan mereka tidak memahami apa yang kita bicarakan.

Persoalan gaya bahasa dan cara mengajar juga menjadi faktor lain ketidak-fahaman siswa. 

Gaya bahasa atau ungkapan untuk anak Sekolah Dasar tentu berbeda dengan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Maka perlu dibedakan gaya bahasa yang kita gunakan, sehingga memudahkan siswa dalam menangkap materi yang kita sampaikan. 

Maka, jika para siswa terlihat hanya diam dan tidak menunjukkan reaksi, tidak perlu berkecil hati dulu. Mungkin karakter pribadi mereka lebih banyak pendiam. 

Cobalah untuk memancing pertanyaan kepada mereka, atau menawarkan bagi siapa yang ingin bertanya. 

Dengan membuka ruang interaksi dengan siswa atau audien, diharapkan mampu memunculkan respon di antara mereka.

Ketakutan Kelima: Takut Tidak Bisa Menjawab
Satu sesi yang biasanya paling dihindari oleh pengajar, terutama pengajar pemula adalah sesi tanya jawab. 

Tanya jawab dianggap sebagai salah satu momok menakutkan, karena pada sesi itulah munculnya berbagai macam ketakutan. 

Ketakutan pertama, yaitu takut akan pertanyaan yang terlalu melangit sehingga sulit untuk dijawab. 

Ketakutan lainnya adalah adanya pertanyaan-pertanyaan lain yang secara sengaja ditujukan untuk menguji pengajar. 

Hal lain yang ditakutkan, apakah jawaban tersebut memuaskan penanya, terasa dangkal, atau bisa dipahami dengan baik atau tidak?

Berbagai pertanyaan dan ketakutan di atas wajar adanya, dan menjawab pertanyaan secara baik adalah seni tersendiri yang harus selalu dipelajari dan dikembangkan. 

Mempersiapkan sebanyak mungkin jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin timbul akan membuat pengajar lebih siap di sesi tanya jawab.

Ketakutan Keenam: Takut Peralatan Tidak Berfungsi
Pada proses belajar mengajar modern sekarang ini, alat bantu presentasi dan pengajaran dengan berbagai fiturnya yang menarik sudah menjadi bagian tidak terpisahkan. 

Banyak pengajar yang telah menggunakan berbagai peralatan tersebut, terutama komputer atau laptop dan proyektor.Walaupun sudah dipersiapkan dengan baik, biasanya tidak semua peralatan bisa dipergunakan dengan baik. 

Terkadang laptop yang sudah ada filenya ternyata tidak cocok dengan proyektor yang tersedia. Atau microphone bermasalah, karena mendengung ataupun mati. 

Dan cara paling mudah untuk mengatasi ketakutan semacam ini adalah, dengan memeriksa semua peralatan yang ada, apakah berfungsi semua atau tidak. 

Nyalakan laptop dan mulailah mengecek, apakah sesuai dengan projector yang tersedia atau tidak. 

Jika sudah sesuai, maka tidak jadi masalah. Akan tetapi jika tidak sesuai, tentu harus dicari penyebabnya, apakah ada setting yang harus disesuaikan atau ada masalah lain. Selesaikan masalah dengan segera sebelum proses belajar-mengajar dimulai.

Jangan lupa untuk menyiapkan rencana cadangan, karena kemungkinan besar peralatan itu sering tidak berfungsi. 

Rencana cadangan itu misalnya dengan menyiapkan materi presentasi di dalam CD atau Flash Disk, sehigga ketika laptop tidak berfungsi atau tidak cocok dengan proyektor, bisa menggunakan laptop lain. Selain itu, juga perlu memeriksa letak kabel-kabel yang tersambung ke beberapa perangkat lainnya. 

Usahakan untuk tidak menghalangi jalan, dan letakkan di tempat yang tidak banyak dilalui orang, di pojok misalnya. Kemudian kabel-kabel yang ada dirapikan agar tidak berserakan. 

Semua itu perlu dilakukan supaya di tengah jalannya proses belajar-mengajar tidak ada kabel yang tersangkut pejalan kaki yang menyebabkan listrik mati, atau mengakibatkan matinya berbagai peralatan tersebut.

Ketakutan Ketujuh: Trauma Masa Lalu
Sangat mungkin bagi seorang guru mempunyai masa lalu yang tidak mengenakkan. 

Saat mengajar, mungkin ia pernah mengalami kejadian yang cukup memalukan di hadapan para siswa. Misalnya, presentasi yang dilakukannya tidak menarik atau ia tidak bisa menjawab pertanyaan dengan baik. Atau setelah menyampaikan materi, tanggapan audien biasa-biasa saja, bahkan ada beberapa orang yang cenderung meremehkan dan beranggapan bahwa proses belajar-mengajarnya tidak berguna.

Kejadian semacam itu di masa lalu bisa menjadi dua sisi mata uang. Jika ia mampu belajar dari kesalahan, kejadian semacam itu akan menjadi momentum untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik di masa mendatang. 

Ia akan bertekad untuk bersungguh-sungguh memperbaiki kesalahan yang pernah terjadi guna meningkatkan keterampilannya di masa yang akan datang.

Tetapi sebaliknya, apabila ia tidak mampu keluar dari permasalahan tersebut, kejadian semacam itu akan menjadi belenggu yang bisa menjadi beban seumur hidup. 

Kejadian semacam itu memang bisa membuat orang trauma, yang akhirnya jera dan tidak mau mengajar lagi pada kesempatan berikutnya.

Lalu apa yang bisa kita lakukan jika mengalami kejadian memalukan semacam itu? Bagaimana cara menghilangkan trauma masa lalu yang terkadang begitu membebani sehingga ketika hendak mengajar selalu terbayang kesalahan? Bisakah hal semacam itu dihilangkan?

Untuk bisa mengatasi permasalahan tersebut, seseorang perlu terlebih dahulu mengubah paradigma tentang berbuat kesalahan. 

Bagaimana memandang kesalahan sebagai sesuatu kewajaran, dan bukan sebagai akhir dari semua yang telah dibangun sebelumnya.

Mungkin seseorang akan merasa bahwa ia sulit mengembangkan diri lebih lanjut jika pernah melakukan sebuah kesalahan sebelumnya. Karenanya, kesalahan itu akan terus terbawa samapai kapanpun. Begitu ia hendak mengajar lagi, yang terbayang adalah, apakah ia mampu keluar dari kesalahan sama yang pernah ia lakukan sebelumnya.

Pola pikir semacam ini harus dirubah, dan cobalah untuk berpikir sebaliknya, bahwa kesalahan yang pernah kita lakukan justru merupakan cara terbaik untuk mengembangkan diri secara maksimal. 

Kesalahan yang kita lakukan adalah guru terbaik yang kita miliki. Kesalahan itu akan mengajari kita bagaimana melakukan sesuatu secara lebih baik.

Jika kita melakukan kesalahan karena tidak bisa menjawab pertanyaan siswa misalnya, maka pada kesempatan yang akan datang hendaknya kita mempersiapkan sesi tanya jawab ini secara lebih baik. Sehingga kita tidak lagi tergagap saat menjawab pertanyaan. 

Demikian juga ketika kita malu karena slide tidak bisa ditampilkan di proyektor misalnya, maka kita harus berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan memperbaikinya di lain waktu.

Siklus "berbuat kesalahan-review-perbaikan" seharusnya menjadi satu putaran yang terus terjadi. Seorang pengajar profesional sekalipun suatu saat akan melakukan kesalahan pada saat mengajar. 

Bedanya, mereka bisa cepat melakukan recovery, sehingga kesalahan yang dilakukan tidak terlihat mencolok, bahkan terkadang tidak disadari oleh audiens atau siswa.

Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk trauma terhadap kesalahan yang pernah kita perbuat. Selama kesalahan yang kita lakukan itu tidak membahayakan, maka jangan sampai menjadi beban yang menghalangi langkah kita. 

Biarlah kesalahan itu terjadi, dan anggap saja sebagai sesuatu yang normal, lalu jadikan kesalahan itu sebagai momentum untuk memperbaiki diri.

Ketakutan Kedelapan: Takut Mengajar Tidak Menarik
Setiap pengajar selalu terbebani oleh keinginan untuk tampil semenarik mungkin di depan para siswa. Karena itulah, biasanya ia mempersiapkan segala sesuatunya secara matang. 

Materi pengajaran dipersiapkan secara baik dan mendalam, slide presentasi didesain dengan bagus dan menarik, hingga performa penampilan pun begitu diperhatikan. 

Kesemuanya ini ditujukan untuk mempersembahkan yang terbaik dan membuat kesan di hati para siswa.

Tuntutan untuk melakukan proses pengajaran yang baik terkadang tidak hanya datang dari diri sendiri, tetapi biasanya juga datang dari atasan atau supervisor. 

Mereka biasanya menuntut kita agar bisa menyampaikan sesuatu secara baik, sehingga proses belajar-mengajar menjadi lebih efektif.

Dengan tuntutan yang begitu besar, terkadang bukan menjadi motivasi bagi para guru untuk melakukan yang lebih baik, tetapi---dalam beberapa kasus---tuntutan besar ini justru menjadi beban mental yang berat. 

Ia terbebani untuk bisa tampil sempurna di hadapan siswa. Pada akhirnya, beban berat itu akan menjadi boomerang, karena pengajar tersebut akan tampil secara tidak bebas, kaku, dan demam panggung.

Maka dari itu, rileks dan lepas merupakan aspek terpenting dalam kegiatan mengajar. 

Kepercayaan diri yang kuat akan menjadi kunci bagaimana membuat proses belajar-mengajar di kelas menjadi menarik, dan membuat apa yang kita sampaikan menjadi lebih meyakinkan.

Bekasi, 26 Agustus 2021

AKBAR ZAINUDIN, 

Mentor Menulis, Penulis Buku Man Jadda Wajada. Bisa dihubungi di IG: @akbarzainudin, YouTube: Akbar Zainudin, TikTok: AkbarZainudinMJW, Email: akbar.zainudin@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun