Jika saja orangtua mau sejenak menempatkan diri di posisi guru. Mungkin mereka akan memahami betapa beratnya tanggung jawab moral yang dipikul. Guru harus mendidik, menasehati, dan menjaga ratusan siswa agar tetap berjalan di jalur yang benar. Semua itu dilakukan bukan karena mereka ingin dipuja-puji. tetapi karena mereka mencintai generasi penerus bangsa ini.
Sekat komunikasi inilah yang harus segera diruntuhkan. Sekolah bukan lawan rumah, dan guru bukan ancaman bagi anak maupun orangtua. Di ruang kelas, anak-anak belajar juga dari keteladanan, ketegasan, dan kasih sayang. Maka, janganlah orangtua memutus mata rantai kebaikan itu dengan rasa curiga berlebihan.
Mari kita kembalikan makna kepercayaan. Ketika orangtua mempercayakan anaknya ke sekolah maka itu berarti juga mempercayakan sebagian proses pembentukan karakternya. Jangan hilangkan kepercayaan itu hanya karena satu peristiwa yang belum tentu benar secara keseluruhannya.
Stop Memanjakan dan Membela Anak Bila Salah
Salah satu kesalahan terbesar yang kini sering dilakukan orangtua adalah membela anak tanpa melihat konteks. Ketika anak ditegur maka langsung dianggap korban. Padahal jika kesalahan itu fatal maka pembelaan seperti itu hanya akan membuat anak kehilangan rasa tanggung jawab.
Orangtua perlu menyadari bahwa tidak semua teguran berarti kekerasan. Dalam dunia pendidikan, teguran adalah bagian dari kasih sayang. Sebab, lebih baik anak ditegur saat muda daripada menyesal di kemudian hari ketika dunia nyata menegur lebih keras.
Ketika orangtua terus membenarkan perilaku salah maka anak akan belajar bahwa apapun yang ia lakukan akan selalu ada pembela. Ia tak lagi mengenal batas dan merasa berhak berbuat sesuka hati. Ini berbahaya, bukan hanya bagi dirinya tetapi juga bagi masyarakat di sekitarnya.
Jujurly, siapa yang sebenarnya dirugikan dari kebiasaan memanjakan ini?
Bukan guru, bukan sekolah, melainkan anak dan orangtua itu sendiri. Anak tumbuh tanpa mental tangguh, tanpa kemampuan menerima kesalahan, tanpa kesadaran moral. Padahal dunia kerja dan kehidupan dewasa nanti tidak akan sebaik hati orangtuanya.
Orangtua sejati bukanlah yang selalu membela. melainkan yang berani mengakui kesalahan anak dan bersama-sama memperbaikinya. Dukungan sejati bukan berupa pembenaran tapi pendampingan agar anak belajar dari kesalahannya.
Sudah saatnya orangtua kita mengubah pola pikir. cinta tidak selalu berarti membela. Kadang, cinta justru berarti berani membiarkan anak belajar dari akibat perbuatannya. Dengan begitu, ia tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan bertanggung jawab.
Menuju Generasi
TakBeradab
Tujuan utama pendidikan adalah membentuk manusia yang beradab dan bermoral. Yup, bukan sekadar pintar.Â
Di tengah gempuran teknologi dan perkembangan zaman menjadikan nilai-nilai moral seringkali terkikis. Maka guru dan sekolah memegang peran penting untuk menjaga arah agar generasi muda tetap berpijak pada nilai-nilai sebagaimana yang ada dalam Pancasila sila ke-2.