Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia. Buku: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri. BT 2022. KOTY 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Meninjau Evaluasi Sepekan MBG di Sekolah (Kami)

8 Oktober 2025   12:24 Diperbarui: 8 Oktober 2025   13:04 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memandang MBG diantara syukur, evaluasi, dan harapan. (Foto koleksi AKBAR PITOPANG)

Sekolah bisa bekerjasama dengan bank sampah organik atau program eco enzyme atau pembuatan pupuk kompos untuk memanfaatkan sisa makanan. agar tidak berakhir menjadi limbah yang mencemari lingkungan.

Jika kebiasaan membuang makanan dibiarkan maka dampaknya bisa serius. Menurut data, makanan di dunia terbuang setiap tahunnya. Indonesia sendiri ikut menyumbang berjuta ton food waste per tahun. Maka, sebaiknya program MBG tidak ikut menjadi penyumbang. sekolah sesungguhnya punya peluang emas untuk mengajarkan generasi muda tentang tanggung jawab ekologis dan etika konsumsi makanan.

Dengan begitu, MBG bukan hanya program gizi tetapi juga sarana pendidikan karakter dan kesadaran lingkungan. Setiap suapan nasi menjadi simbol kepedulian. dan setiap ompreng yang bersih dengan tidak ada sisa makanannya adalah tanda rasa syukur.

Contoh penampakan menu MBG saat memasuki pekan kedua saat ini di sekolah kami. (Foto AKBAR PITOPANG)
Contoh penampakan menu MBG saat memasuki pekan kedua saat ini di sekolah kami. (Foto AKBAR PITOPANG)

2. Pentingnya Variasi Menu Bikin Siswa Tak Bosan

Catatan lain yang muncul selama berjalannya dua pekan pelaksanaan MBG di sekolah kami adalah soal variasi menu. Sebagian siswa mulai merasa bosan karena jenis lauknya relatif sama dari hari ke hari. misalnya ayam goreng sederhana atau sayur bening tanpa variasi rasa. Meski bernutrisi, menu yang monoton bisa menurunkan selera makan siswa dan akhirnya meningkatkan risiko adanya sisa makanan.

Padahal, kunci keberhasilan program MBG tidak hanya pada nilai gizinya tetapi juga pada daya tarik rasa dan tampilan. Anak-anak adalah penikmat visual dan rasa. Jika makanan terlihat menarik dan terasa lezat pasti mereka akan lebih semangat menghabiskannya. Inilah yang perlu menjadi perhatian pihak penyedia makanan untuk menghadirkan pangan lokal MBG.

Pihak dapur penyedia bisa berkreasi dengan menu makanan lokal khas daerah. Selain terkenal lezat umumnya menu lokal juga mengandung nilai kearifan budaya dan dapat memperkuat identitas kuliner daerah. Tentu tetap harus memperhatikan standar gizi dan tidak berlebihan dalam penggunaan bumbu atau minyak.

Selain itu, rotasi menu mingguan bisa diterapkan agar siswa tidak jenuh. Misalnya, hari Senin menu ayam, Selasa ikan, Rabu telur, Kamis daging, dan Jumat kombinasi sayuran segar. Prinsip balanced seperti ini akan membantu memenuhi kebutuhan gizi secara seimbang.

Variasi menu bukan sekadar soal selera tetapi juga inovasi kuliner yang kreatif. MBG dapat menjadi ruang edukasi cita rasa bagi siswa sekaligus memperkenalkan kekayaan kuliner Nusantara. Siapa tahu dari kebiasaan makan bergizi di sekolah akan lahir calon chef atau ahli gizi masa depan.

Memandang MBG diantara syukur, evaluasi, dan harapan. (Foto koleksi AKBAR PITOPANG)
Memandang MBG diantara syukur, evaluasi, dan harapan. (Foto koleksi AKBAR PITOPANG)

Ditutup dengan Syukur dan Sinergi Harapan Keberlanjutan

Dua pekan berjalan, MBG telah memberi banyak pelajaran berharga bagi sekolah (kami). Tentu saja program ini bukan hanya tentang makan melainkan juga tentang membangun kebiasaan tanggung jawab dan sinergi antara berbagai pihak. Mulai dari guru, siswa, penyedia, hingga pemerintah, semuanya terlibat dalam rantai kebaikan yang saling menguatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun